Lihat ke Halaman Asli

Matahariku

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sang ilalang enggan merentang garis2 vertikalnya..
Dia hanya tertunduk dan memilih diam..
Mengacuhkan ajakan semilir angin untuk berdendang..
Membiarkan suara jangkrik pada komposisi harmoninya..

“endapkan aku pada metafora!”,teriaknya..
Dan Ilalang pun tertunduk melayu pada satu masa..
Momento dimana padang ilalang yg penuh cahaya beralih menjadi gelap dan dingin.

“aku rindu matahariku..dan akan selalu bgitu..”..

Ya..dia bgtu merindukan mataharinya..hingga sesaat malam datang pun baginya penuh duka..

dan ketika matahariny muncul di ufuk sana.. sebuah momento dimana cahaya bermunculan, dan air pun bergemilang selaksa berlian

IlalangPun kembali tersenyum ceria..

Berdendang bernyanyi bersama angin dan jangkrik yg merayu..

“matahariku..tetaplah disitu..untukku”

August 30, 2009


repost dari blogku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline