Lihat ke Halaman Asli

Jaksa Ajukan Permohonan MK atas Pengajuan PK untuk Keadilan

Diperbarui: 1 Agustus 2024   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Humas MKRI/Bayu 

Perjuangan Hartati untuk mendapatkan kembali haknya atas Bali Rich Hotel Ubud-Bali semakin rumit setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan yang diajukan oleh Notaris Hartono, SH. Keputusan tersebut, yang tercatat dalam Perkara Nomor 20/PUU-XXI/2023, menghapus kewenangan jaksa untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Putusan MK Nomor 20/PUU-XXI/2023 ini menghalangi Hartati untuk memperoleh kembali aset-aset yang merupakan haknya. Richard, yang mewakili Hartati dalam sidang di Gedung MK 1, Jakarta, pada Rabu (31/7/2024), mengungkapkan bahwa Hartati kini terhambat dalam mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad) secara perdata untuk mendapatkan kembali hak penguasaan aset PT Bali Rich Mandiri.

Sidang ini merupakan bagian dari proses perbaikan permohonan Nomor 63/PUU-XXII/2024, yang mencakup pengujian materi Pasal 30C UU Kejaksaan, Pasal 263 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan Pasal 248 ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (UU Peradilan Militer). Jovi Andrea Bachtiar, seorang jaksa, sebagai Pemohon I, menambahkan Hartati sebagai Pemohon II dalam kasus ini.

Hartati, istri almarhum Rudy Dharmamulya dan ahli waris PT Bali Rich Mandiri berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 337/PDT.P/2015/PN.DPS, adalah korban dari pemalsuan surat yang diduga dilakukan oleh Notaris Hartono, SH. Saat proses hukum pidana berlangsung, Hartono mengajukan permohonan uji materi Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan di MK untuk menghapus kewenangan jaksa mengajukan PK.

Keputusan MK untuk mengabulkan permohonan Notaris Hartono tanpa memberikan kesempatan kepada pihak-pihak terkait untuk memberikan keterangan mengenai pentingnya kewenangan jaksa mengajukan PK, menimbulkan kerugian besar bagi Hartati. Selain kehilangan haknya atas Bali Rich Hotel, Hartati juga terhalang dalam proses penegakan hukum pidana.

Menurut Richard, terdapat kesalahan penerapan hukum dalam pertimbangan Putusan PK Mahkamah Agung Nomor 41 PK/Pid/2021, yang mengutip Pasal 81 ayat (1) huruf b Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 secara tidak lengkap. Akibatnya, Notaris Hartono, SH, yang sebelumnya dinyatakan bersalah dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 534 K/Pid/2020, kini dinyatakan tidak bersalah, mengakibatkan Hartati mengalami kerugian materiil senilai Rp 37 miliar dari total kesepakatan jual beli saham PT Bali Rich Mandiri sebesar Rp 38 miliar.

“Kerugian konstitusional yang dialami Pemohon II berkaitan dengan hak perlindungan terhadap harta benda yang diatur dalam Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945,” ujar Richard.

Para Pemohon memohon agar Pasal 30C UU Kejaksaan ditafsirkan seperti semula, yang memberikan kewenangan jaksa mengajukan PK. Mereka meminta agar Pasal 30C UU Kejaksaan, sebagaimana telah dimaknai dalam Putusan Nomor 20/PUU-XXI/2023 yang menghapus kewenangan jaksa melakukan PK, dinyatakan inkonstitusional.

Dalam petitumnya, para Pemohon meminta MK agar rumusan Pasal 30C UU Kejaksaan tetap sesuai dengan rumusan awal sebelum dikeluarkannya Putusan MK Nomor 20/PUU-XXI/2023. Selain itu, mereka meminta agar Penjelasan Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan diubah menjadi: “Jaksa dapat mengajukan Peninjauan Kembali sebagai bentuk tugas dan tanggung jawab Kejaksaan mewakili negara dalam melindungi kepentingan keadilan bagi korban, termasuk bagi negara, dengan menempatkan kewenangan Jaksa secara proporsional pada kedudukan yang sama dan seimbang (equality of arms principle) dengan hak terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan peninjauan kembali. 

Peninjauan kembali yang diajukan oleh oditurat dikoordinasikan dengan Kejaksaan Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer. Jaksa dapat melakukan Peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan. Jaksa selaku Jaksa Pengacara Negara pada bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dapat mengajukan Peninjauan Kembali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Sumber : MKRI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline