Lihat ke Halaman Asli

Potret Buram Wakil Rakyat

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Refael Molina

Penulis: Mahasiswa FKIP UKAW Kupang

MENJADI anggota DPR atau waki rakyat, baik di ibu kota negara, ibu kota provinsi maupun ibu kota kabupaten/ kota adalah hak setiap warga negara. Jabatan lima tahunan ini ramai di perbincangkan dalam lingkungan masyarakat sebagai jabatan paling strategis dan terhormat.

Coba kita tengok kembali kebelakang, ada banyak orang baik yang berlatar belakang politikus, maupun non politikus seperti para pengusaha, para aktivis organisasi sosial, para sarjana bahkan artis/aktris pun ketika menjelang pemilihan, mereka ramai mendaftarkan diri di KPU setelah memperoleh pintu partai untuk mencalonkan diri dengan memanfaatkan segudang kapasitas, kapabilitas maupun popularitas yang mereka miliki.

Mereka pun rela melakukan apa saja. Meluangkan waktu, tenaga bahkan ‘merogokocek’ biaya untuk menjadi ‘Wakil Rakyat’ atau anggota legislative. Liha saja, dipinggiran jalan terdapat sejumlah baliho terpampang wajah-wajah calon wakil rakyat dengan beragam ukuran di balut dengan sejumlah kata-kata bernada janji manis, giat mengunjungi panti-panti, hingga mendonorkan sejumlah uang untuk pembangunan rumah ibadat dan lain sebagainya.

Semuanya dilakukan, dikorbankan hanya untuk menarik simpati rakyat demi menduduki jabatan sebagai wakil rakyat. Setidaknya inilah langkah paling instant nan mujarab yang dimainkan oleh mereka.

Terlepas dari hal tersebut diatas , dewasa ini jabatan yang dianggap paling bergengsi dan terhormat itu sudah tidak lagi di minati. Buktinya, “citra DPR makin terpuruk. Dari riset baru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terungkap bahwa mayoritas orang tua (56,43 persen) tidak ingin anak-anaknya kelak menjadi anggota legislator di Senayan.

Berdasarkan hasil survey, hanya 37, 62 persen orang tua yang berkeinginan anaknya menjadi anggota DPR. Sebayak 5,95 persen sisanya menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab…” (Headlinews pada harian pagi Timex, 19 November 2012:1)

Rupanya para wakil rakyat yang selama ini dianggap memiliki elektabilitas bahkan popularitas tinggi, selalu dipuja-puji, disanjung, dihargai dan dihormati oleh rakyat/konstituennya, namun kenyataan tersebut malah berbalik menjadi fiktif belaka .

Fenomena Korupsi
Salah satu penyebab utama terpuruknya citra DPR, hemat saya adalah dengan adanaya korupsi. Korupsi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perilaku para wakil rakyat kita, bak dua sisi mata uang. Lihat saja, beberapa politisi atau anggota DPR kita yang telah terjaring dalam kasus korupsi yang sudah diselidiki oleh pihak kepolisian maupun kejaksaan.

Mereka yang namanya paling santer dibicarakan yakni Muhamad Nasarudin, Anggelina Sondakh, Anas Urbangrum dan belakangan ini kasus yang dikemukakan oleh Dahlan Iskhan (Menteri BUMN-RI). Semuanya menjurus pada anggota DPR, ‘wakil rakyat’ yang berperilaku korup. Hal ini menambah panjang citra buruk DPR di kalangan masyarakat Indonesia. Inilah yang oleh hemat penulis disebut sebagai potret buram wakil rakyat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline