Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Pekerjaan Sosial dan Paradigma Baru Kemiskinan

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pekerjaan sosial adalah profesi pertolongan kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat agar mampu menjalankan tugas-tugas kehidupannya sesuai dengan peranannya. Dengan kata lain, nilai, pengetahuan dan keterampilan profesional pekerjaan sosial pada dasarnya adalah untuk meningkatkan keberfungsian sosial (social functioning) klien yang dibantunya.

Paradigma Lama

Hampir semua pendekatan dalam mengkaji kemiskinan masih berporos pada paradigma modernisasi (the modernisation paradigm) yang dimotori oleh Bank Dunia. Paradigma ini didasari oleh teori-teori pertumbuhan ekonomi, human capital, dan the production-centred model  (Elson, 1997).

Semenjak pendapatan nasional (GNP) mulai dijadikan indikator pembangunan nasinla sekitar tahun 1950-an, para ilmu sosial selalu merujuk pada pendekatan tersebut dalam berbagai pembicaraan terkait masalah kemiskinan satu negara. Pengukuran kemiskinan kemudian sangat dipengaruhi oleh perspektif income poverty yang menggunakan pendapatan sebagai satu-satunya indikator “garis kemiskinan”.

Beberapa ahli menunjukkan bahwa pendekatan ini memiliki kelamahan dalam mengukur garis kemiskinan. Haq (1995:46), menyatakan: “GNP reflects market prices in monetary terms. Those prices quietly register the prevailing economic and purchasing power in the system – but they are silent about the distribution, character or quality of economic growth.  GNP also leaves out all activities that are not monetised – household work, subsistence agriculture, unpaid services. And what is more serious, GNP is one-dimensional: it fails to capture the cultural, social, political and many other choices that people make.”

Seperti halnya GNP, pendekatan income poverty juga memiliki beberapa kekurangan sebagaiman Satterthwaite (1997) menyebutkan bahwa sedikitnya ada tiga kelemahan pendekatan income poverty: (a) kurang memberi perhatian pada dimensi sosial  dan bentuk-bentuk kesengsaraan orang miskin, (b) tidak mempertimbangkan keterlibatan orang miskin dalam menghadapi kemiskinannya, dan (c) tidak menerangkan faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan.

Karena pendekatan GNP dan income poverty memiliki kelemahan dalam memotret kemiskinan, sejak tahun 1970-an telah dikembangkan berbagai pendekatan alternatif. Dintaranya adalah kombinasi garis kemiskinan dan distribusi pendapatan yang dikembangkan Sen (1973); Social Accounting Matrix (SAM) oleh Pyatt dan Round (1977), dan Physical Quality of Life Index (PQLI) oleh Morris (1977).

Perlu Paradigma Baru

Dapat dismpulkan bahwa semua paradigma kemiskinan pada masa-masa terdahulu masih tetap menyimpan kelemahan. Konsepsinya masih melihat kemiskinan sebagai kemiskinan individu dan kurang memperhatikan kemiskinan struktural. Sehingga, aspek aktor atau pelaku kemiskinan serta sebab-sebab yang mempengaruhinya belum tersentuh secara memadai.

Kelemahan paradigma lama di atas menuntut perubahan pada fokus pengkajian kemiskinan, khususnya menyangkut kerangka konseptual dan metodologi pengukuran kemiskinan. Dalam konteks ini, keberfungsian sosial dapat dikembangkan sebagai paradigma baru dalam mengkaji kemiskinan.

Keberfungsian sosial

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline