Lihat ke Halaman Asli

Redo Sobirin

Mahasiswa UIN Sjech M Djamil Djambek Bukittinggi

Peran Ulama Padri dalam Memurnikan Ajaran Islam Abad ke-19

Diperbarui: 23 November 2023   10:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagi masyarakat Minangkabau, Islam bukan hanya sebagai sebuah agama baru yang dibawa oleh para pedagang dari tanah arab dan dikembangkan di Nusantara, akan tetapi, bagi orang Minangkabau, Islam adalah identitas dan peraturan yang mengikat setiap sendi dari kehidupan masyarakat di Minangkabau. 

Dan jangan lupakan bahwa, orang Minangkabau, selain menganggap bahwa Islam adalah identitasnya, mereka juga menjunjung tinggi nilai nilai adat dan budaya dan telah menjadikannya sebagai identitas mutlak pertama kali sebelum mereka mengenal Islam. Dan itu semua telah tertanam didalam jiwa mereka bahkan jauh sebelum mengenal agama Islam.

Dan seperti yang kita ketahui bahwa sebuah identitas dari seseorang atau suatu kelompok sudah pasti akan dipertahankan mati matian oleh setiap orang yang merasa bahwa identitasnya dicoreng atau direndahkan oleh siapapun. Maka atas dasar itulah ketika perkembangan Islam diminangkabau mulai menunjukkan geliatnya pada awal abad ke 19, terjadi pertentangan yang cukup untuk memicu sebuah perperangan besar yang dikenal dengan perang Padri, yang terjadi akibat para kaum adat yang merasa bahwa Islam telah merenggut identitas asli mereka, sedangkan umat Islam merasa bahwa adat harus direformasi sesuai dengan ajaran Islam. Maka ketika dua kelompok sama sama kukuh mempertahankan identitasnya tersebut, tak ada yang bisa memisahkan apalagi mendamaikannya.

Pada awalnya pengenalannya, Islam menembus pelosok Minangkabau dengan cara yang sangat damai sekali, dan para ulama tidak pernah menyinggung adat, begitupun sebaliknya, dan itu terlihat beberapa tahun sebelum perang padri meletus, tepatnya pada akhir abad ke 18, pada masa itu para ulama telah menjadi penopang dan peyangga kehidupan masyarakat, serta menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi. Anak muda, khususnya anak laki laki yang memang tidak memiliki kamar dirumah gadang dihimbau untuk tinggal disurau dan belajar disana bersama para ulama yang telah menimba Ilmu dari Aceh maupun dari Makkah. 

Diantara peran para ulama pada masa itu adalah, mendidik dan memberikan pemahaman keagamaan yang kental dan memberikan motivasi yang kuat untuk menuntut ilmu keseluruh negeri. Serta ada beberapa adat istiadat yang direformasi dari yang awalnya membelakangi islam untuk kemudian berubah haluan menjadi sesuai dengan ajaran islam.

Itu semua berlangsung sampai pada awal abad ke 19, tepatnya tahun 1803. Para anak muda yang awalnya dikirim untuk belajar di Makkah dan menuntut ilmu, guna menyebarkan agama Islam ditanah minangkabau dengan cara yang damai dan tentram, justru membawa sebuah faham baru yang dikenal dengan faham Wahabi, yang pada masa itu tengah berkembang pesat di Kota Makkah dan Madinah.

Menurut faham yang mereka anut, para kaum muda ini berpandangan bahwa Islam harus dimurnikan, semurni murninya dan tidak boleh bercampur aduk dengan adat istiadat, apalagi adat yang membelakangi ajaran agama islam yang menurut mereka adalah sebuah kesesatan. Maka mulailah mereka mendeklarasikan bahwa segala hal yang bercampur adalah hal yang tidak dibenarkan menurut mereka dan menyalahi Sunnah Nabi Muhammad dan bisa dikatergorikan sebagai prilaku Bid'ah (Sesuatu yang tidak dikerjakan atau ajarkan oleh nabi). Maka atas dasar itulah, mereka berpandangan bahwa orang orang yang telah  mengerjakan Bid'ah haruslah dimusnahkan dan diperangi, dan mereka juga merasa bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab dalam pemurnian ajaran Islam.

Para kelompok dari kaum adat bukannya menerima, mereka jutrsu memandang bahwa ajaran islam yang dibawa oleh tokoh tokoh muda yang baru pulang dari tanah suci tersebut, berusaha untuk menghilangkan identitas adat dan budaya yang telah melekat diminangkabau. Memang sebelumnya telah terjadi berbagai perselisihan yang cukup sengit dan telah mengadakan berbagai perundingan demi menemukan sebuah solusi, akan tetapi tetap saja kesepakatan belum ditemukan, sampai kemudian tokoh tokoh muda tersebut mulai melakukan propaganda dilingkungan masyarakat Minangkabau. Diantanya adalah, Haji Piobang, Haji Sumaniak dan Haji Miskin, dan dari merekalah  cikal bakal perang padri dimulai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline