Lihat ke Halaman Asli

Kata Mamah Pengobatan Tradisional adalah Segalanya, tapi Kata Peneliti Kesehatan Nnggak

Diperbarui: 10 Januari 2019   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kalau orangtua memberikan komentar terhadap anaknya yang sakit, pasti selalu disertai dengan membandingkan kondisi anak zaman dulu yang katanya jauh lebih sehat dan lebih tahan penyakit. Alasan mereka, karena anak-anak zaman dulu diobati dengan cara-cara tradisional, seperti minum jamu; akupuntur; bekam basah (blood letting); dsb. 

Padahal zaman dulunya orangtua itu paling banter sekitaran tahun 1960-1970an dan pada tahun segitu manusia sudah mengenal pengobatan modern; udah dapet imunisasi dan anti biotik. Puskesmas dan rumah sakit zaman orba juga punya banyak obat-obatan modern. Selain orangtua, itu juga senjata yang suka dipake sama agen-agen MLM herbal-herbalan atau homeopati.

Kalau mau melihat kondisi kesehatan yang diperoleh hanya dari pengobatan tradisional itu mestinya bukan eranya orangtua kita, tapi masa-masa sebelum anti biotik pertama (penisilin) ditemukan (di bawah tahun 1920an lah ya). 

Nah, ketika sudah ngomongin soal ini, kita harusnya ngeliat usia harapan hidup sebagai patokannya (ini lebih baik daripada cuma katanya-katanya). Pada masa-masa di bawah tahun 1920, temuan Max Roser mencatat usia harapan hidup di dunia hanya di bawah 50 tahun. Bahkan untuk kalangan borjuis di Eropa dalam penelitian Neil Cummins, usia harapan hidupnya di bawah 60 tahun. Sementara tahun 2016, usia harapan hidup dunia mencapai 72 tahun (WHO).

Soal kritik yang cukup tajam mengenai pengobatan tradisional datang dari Arthur J. Cramp. Kata dia, pengobatan tradisional itu seharusnya sudah ditinggalkan untuk mengobati penyakit serius dan nggak mampu mengatasi pandemi. Alasannya karena pengobatan tradisional nggak lebih daripada Pseudo-Medicine, sehingga paling banter hanya mampu menutupi gejala, tidak mengatasi penyebabnya. 

Kritik lainnya dateng dari Fabio Firenzuoli dan Luigi Gori. Kata mereka, pengobatan tradisional itu nggak mampu menghancurkan patogen penyebab penyakit. Pengobatan tradisional hanya memberikan nutrisi tambahan kepada tubuh, serta efek plasibo kepada manusia. Tapi lebih banyak sih efek plasibo. Efek plasibo itu sederhananya cuma sugesti kalo habis minum/makan/melakukan sesuatu yang dipersepsikan dapat menyembuhkan, ya seorang itu bakalan (merasa) sudah sembuh. Efek plasibo memang kerasa enak di awal, tetapi dapat mengakibatkan penyakit dalam jangka panjang dan lebih buruk.

Sebagai penutup, mendingan balik lagi ke persoalan pengobatan itu sendiri, di mana seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan penyakitnya. Karena nggak selamamya pengobatan tradisional itu buruk. Juga salah kalo mempersepsikan pengobatan tradisional itu segalanya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline