Sejak Revolusi Iran pada 1979, hubungan antara Tehran dan Tel Aviv telah memburuk. Iran, yang kini dipimpin oleh pemerintah teokratis, melihat Israel sebagai entitas yang tidak sah dan menganggapnya sebagai musuh utama. Di sisi lain, Israel memandang Iran sebagai ancaman eksistensial, terutama karena program nuklir Iran yang dianggap bisa mengarah pada pengembangan senjata nuklir. Menurut laporan dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Iran telah meningkatkan aktivitas pengayaan uranium, yang semakin memperburuk ketegangan.
Konflik ini semakin rumit oleh aliansi politik dan militer di kawasan. Iran mendukung kelompok-kelompok seperti Hezbollah di Lebanon dan milisi Syiah di Irak dan Suriah, yang sering terlibat dalam konfrontasi langsung dengan Israel. Data dari Institute for National Security Studies (INSS) menunjukkan bahwa Iran telah menginvestasikan lebih dari $7 miliar untuk mendukung Hezbollah dan milisi lainnya, meningkatkan ancaman terhadap keamanan Israel. Sementara itu, Israel berusaha membangun aliansi dengan negara-negara Arab Sunni, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, yang juga merasa terancam oleh pengaruh Iran.
Ketegangan antara Iran dan Israel membawa risiko yang besar bagi stabilitas regional. Setiap eskalasi konflik dapat memicu perang yang melibatkan banyak negara. Serangan udara Israel terhadap fasilitas-fasilitas Iran dan balasan dari milisi pro-Iran dapat menyebabkan spiralisasi kekerasan yang sulit untuk dikendalikan. Menurut laporan PBB, konflik di Suriah dan Irak yang melibatkan Iran dan Israel telah menyebabkan lebih dari 500.000 kematian dan jutaan pengungsi.
Meskipun situasi terlihat suram, masih ada harapan untuk penyelesaian diplomatik. Diplomasi internasional, termasuk perjanjian nuklir yang pernah ada, menunjukkan bahwa dialog mungkin menjadi jalan keluar. Namun, dengan munculnya tantangan baru, seperti pengaruh China dan Rusia di kawasan, diperlukan pendekatan baru yang melibatkan semua pihak terkait. Sebuah survei oleh Pew Research Center menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Iran dan Israel masih mendukung penyelesaian damai, meskipun kepemimpinan kedua negara seringkali berfokus pada konfrontasi.
Saya percaya bahwa solusi jangka panjang untuk konflik ini harus melibatkan pendekatan berbasis kemanusiaan. Penduduk sipil di kedua belah pihak sering kali menjadi korban dari kebijakan pemerintah yang keras dan konfrontatif. Memprioritaskan dialog antar masyarakat, program pertukaran budaya, dan upaya rekonsiliasi dapat membantu mengurangi ketegangan di tingkat grassroots. Selain itu, masyarakat internasional harus berperan aktif dalam memfasilitasi dialog ini, bukan hanya antara pemerintah tetapi juga antara masyarakat sipil. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa perdamaian yang berkelanjutan sering kali muncul dari dasar yang kuat dalam hubungan antarmanusia.
Kesimpulan
Konflik Iran-Israel bukan hanya masalah bilateral, tetapi juga tantangan global yang membutuhkan perhatian serius. Masyarakat internasional harus mendukung inisiatif yang mendorong dialog dan diplomasi. Mengabaikan ketegangan ini hanya akan memperburuk situasi dan meningkatkan risiko konflik yang lebih luas. Saatnya untuk mencari solusi yang berkelanjutan demi perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah, dengan fokus pada kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat yang terpengaruh. Data menunjukkan bahwa inisiatif damai berbasis masyarakat dapat memberikan harapan baru untuk masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H