Lihat ke Halaman Asli

Rebecca Viviani

Mahasiswa Hubungan Internasional

Konflik Myanmar: Permasalahan Internal Bisa Menjadi Kasus Global

Diperbarui: 13 Desember 2022   16:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rebecca Viviani - Mahasiswa semester 3 Hubungan Internasional, Fakultas Ekonomi dan Sosial, Universitas AMIKOM Yogyakarta

Myanmar adalah negara yang ada di kawasan Asia Tenggara. Myanmar juga merupakan salah satu anggota ASEAN yang bergabung pada tahun 1997.

Sistem pemerintahan yang dianut Myanmar adalah Presidensial sehingga Presiden adalah pemegang kekuasaan mutlak dan terkuat. Sebabnya kursi kekuasaan saat pemilihan umum diperebutkan, salah satunya adalah pihak Militer. Kemenangan Suu Kyi saat pemilihan umum rupanya mengundang kemarahan pihak opisisi karena Suu Kyi dianggap memenangkan pemilihan dengan cara yang curang. Sehingga kudeta pun dilakukan oleh pihak Militer yang dipimpin oleh Min Aung Hlaing. Masyarakat lantas melakukan demonstrasi terhadap kudeta tersebut karena Min Aung Hlaing adalah pemimpin yang otoriter.

Tak hanya permasalahan kudeta, sejak beberapa tahun terakhir pecahnya konflik etnis Rohingya dengan etnis Rakhine yang notabene nya merupakan mayoritas di Myanmar menjadi sorotan karena penindasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh etnis Rakhine. Hal ini semakin diperparah dengan Pemerintahan Myanmar yang selalu melakukan diskriminasi terhadap etnis Rohingya. Bahkan sampai ke tahap tidak menganggap etnis Rohingya sebagai salah satu bagian dari warga negara Myanmar, sehingga etnis Rohingya mengalami berbagai kesulitan dalam hal mencari pekerjaan, mendapatkan bantuan serta fasilitas kesehatan yang tak pernah didapatkan oleh mereka.

Konflik di Myanmar


Lebih dalam mengenai kasus yang terjadi di Myanmar. Semenjak 2015 etnis Rohingya sudah pernah berkonflik dengan ssalah satu etnis mayoritas yang berada disitu, yaitu etnis Rakhine. Penyebab awwal diduga karena penyebaran hasil forensik yang mengatakan bahwa salah satu orang dari etnis Rakhine dibunuh oleh orang-orang dari etnis Rohingya. Hal ini langsung saja membakar amarah para etnis Rakhine dan membuat mereka melakukan pembunuhan, pembakaran pemukiman bahkan hingga mengusir etnis tersebut dari tempat mereka berada. 

Seharusnya, pemerintah bisa dengan tegas menangani hal tersebut, akan tetapi sebaliknya mereka malah turut melakukan diskriminasi terhadap etnis Rohingya juga tidak menganggap etnis Rohingya sebagai bagian dari Myanmar melainkan pengungsi illegal dari negara tetangga mereka yaitu Bangladesh. 

Semakin bertambah diskriminasi tersebut, Pemerintah bahkan mengeluarkan kebijakan mengenai kewarganegaraan akan tetapi etnis Rohingya tak termasuk dalam 3 golongan warga negara. Sehingga didapati bahwa etnis Rohingya sulit mendapatkan pekerjaan, rumah yang layak, fasilitas kesehatan, penunjang pendidikan dan masih banyak lagi. Semakin ditambah pula dengan kudeta militer yang terjadi, etnis Rohingya semakin di kucilkan bahkan direncanakan untuk dimusnahkan.

Larinya masyarakat Myanmar, khususnya etnis Rohingya ke negara Indonesia

Terdesak dengan keadaan yang ada, akhirnya etnis Rohingya memutuskan melakukan perjalanan untuk kabur dari negara mereka sendiri. Entah terombang-ambing dilautan selama ratusan hari atau melakukan pengungsian ke negara tetangga, mereka melakukan segala cara untuk menghindari ketidakadilan yang mereka rasakan.

Salah satu negara tujuan pengungsi Rohingya adalah Indonesia. Disebutkan untuk pertama kalinya, nelayan Indonesia meminta izin untuk memasukan mereka ke Aceh karena sudah terombang-ambing di latuan kurang lebih selama 120 hari. Hal ini lantas membuat para pengungsi kemudian berdatangan ke Indonesia karena hanya Indonesia yang mau menerima mereka. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline