Jurnalisme di Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat. Saat ini konten jurnalisme sudah mulai hadir dengan berbagai bentuk yang menarik, salah satunya adalah dengan munculnya konten audio visual. Konten audio visual hadir dalam format video, yang salah satunya adalah podcast. Dalam bahasa Indonesia, podcast disebut siniar. Podcast digadang-gadang menjadi salah satu media jurnalisme masa depan di Indonesia.
Istilah podcast pertama kali diperkenalkan oleh Ben Hammersley pada tahun 2004. Ini diawali ketika Ben menyebutkan kata “podcasting” saat sedang membahas mengenai audioblogs dan radio online dalam artikelnya di www.theguardian.com (Fadilah, dkk, 2017). Pada awalnya podcast hanya merujuk pada konten dengan format audio, namun kini berubah bentuk menjadi audio visual.
Podcast memiliki karakteristiknya sendiri yang sekaligus menjadi keunggulannya (Imarshan, 2021). Yang pertama podcast dibawakan secara storytelling, yang dimana storytelling merupakan sebuah teknik menyampaikan pesan kepada pendengar secara bercerita mengenai peristiwa, dialog, maupun adegan. Yang kedua adalah podcast tidak memberikan batasan terhadap konten yang ingin didengarkan oleh pendengarnya. Pendengar podcast dapat secara leluasa memilih konten mana yang diinginkan dan dibutuhkan.
Karakteristik yang ketiga, podcast dapat dinikmati tanpa harus terfokus pada hanya mendengarkan podcast saja. Ini dikarenakan pendengar podcast dapat melakukan pekerjaan lain sambil mendengarkan podcast. Selain itu, podcast juga dapat didengarkan kapanpun, tidak seperti radio yang terjadwal. Kemudian yang terakhir adalah podcast memberikan rasa intimasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan media lainnya seperti radio maupun televisi. Ini dikarenakan pendengar podcast biasa menikmati konten podcast secara personal, sementara menikmati konten radio atau televisi biasanya secara bersama-sama.
Salah satu contoh jurnalis yang melakukan podcast adalah Najwa Shihab. Najwa diketahui memiliki saluran podcast yang bernama Narasi TV. Saat ditanyai oleh Wisnu Nugroho, pemimpin redaksi Kompas.com, Najwa Shihab mengaku jika target dari Narasi TV adalah anak muda. Ini karena Najwa ingin Narasi TV dapat dijadikan sebagai wadah untuk mengaktualisasikan diri bagi anak muda (Ramadhan dan Gautama, 2022).
Kemudian selain podcast, konten audio visual lainnya yang mulai muncul adalah dalam bentuk animasi. Animasi yang merupakan unsur visual kemudian disertai dengan back sound atau suara latar yang menjadi unsur audionya. Animasi sendiri merupakan gambar bergerak yang dihasilkan dari susunan rangkaian gambar yang berurutan dan mengikuti alur pergerakan dengan hitungan waktu yang terjadi (Silitonga dan Rosyida, 2015). Gerakan atau motion yang dihasilkan dari animasi memiliki daya pikat tersendiri. Ini dikarenakan motion atau gerakan akan menimbulkan sensasi yang kemudian merangsang stimulus visual manusia.
Salah satu media yang telah menerapkan animasi ini adalah VIK, atau Visual Interaktif Kompas yang diluncurkan oleh Kompas. Dalam konten jurnalismenya, kemudian menyisipkan ilustrasi yang dianimasikan serta audio yang mendukung. Ilustrasi yang disediakan VIK ini selalu berkaitan dengan topik bahasan, ini dikarenakan ilustrasi tersebut memang bertujuan agar pembaca semakin memahami isi bacaan tersebut.
VIK juga menggunakan gaya penulisan storytelling. Selain itu VIK juga menggunakan bahasa yang sederhana meskipun informasi yang disampaikan merupakan informasi yang cukup serius. Karenanya meskipun VIK aslinya masih merupakan konten jurnalisme, namun pembacanya tidak merasa seperti sedang membaca konten jurnalisme.
Salah satu judul konten VIK adalah “Punan Batu: Pengetahuan yang Menumbuhkan Harapan” yang berisi informasi mengenai sejarah suku Punan Batu. Bacaan ini dikemas seperti buku dongeng anak kecil, bergambar dengan teks yang singkat. Ini menjadikan bacaan mengenai sejarah yang biasanya dinilai sebagai topik yang cukup berat dan serius justru menjadi bacaan yang ramah untuk dibaca bahkan oleh anak-anak.
Dalam jurnalisme di Indonesia juga telah terjadi perubahan terkait siapa saja yang dapat melakukan kegiatan jurnalisme. Pada awalnya, kegiatan jurnalisme hanya dapat dilakukan oleh professional. Namun kini kegiatan jurnalisme juga turut dapat dilakukan oleh masyarakat awam atau masyarakat yang tidak mendapatkan pelatihan khusus jurnalisme. Jurnalisme yang dilakukan oleh masyarakat awam ini disebut dengan citizen journalism atau jurnalisme warga.