Lihat ke Halaman Asli

Pembelajaran Menyenangkan sebagai Penumbuh Semangat Belajar bagi Anak

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kata ‘sekolah’ dan ‘belajar’ sepertinya menjadi hal yang menyebalkan bagi anak. Anak-anak yang mengeluh mengenai tugas-tugas yang diberikan kepada guru, anak-anak yang harus dipaksa oleh kedua orang tuanya agar mau berangkat sekolah, anak-anak yang ramai di kelas ketika guru sedang menjelaskan materi, bahkan anak yang justru menangis ketika disuruh belajar oleh orang tuanya,  kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa sekolah dan belajar seolah-olah menjadi dua hal yang paling dihindari oleh anak. Anak-anak menganggap bahwa belajar merupakan hambatan bagi mereka untuk bermain dengan leluasa.

Banyak faktor yang dapat membentuk paradigma anak sedemikian rupa. Salah satunya adalah  proses pengajaran yang monoton sehingga membuat anak-anak enggan untuk mendengarkan penjelasan guru saat proses belajar mengajar. Selain itu, pihak orangtua dan pihak guru yang terlalu menuntut anak untuk berbuat A, B, dan C saat anak belajar juga memegang andil dalam pembentukan paradigma buruk mengenai belajar di mata anak.

Untuk menangani paradigma buruk tersebut, guru maupun orang tua dituntut kreatif agar anak menganggap bahwa sekolah dan belajar merupakan hal yang menyenangkan dan anak menyadari bahwa belajar adalah kebutuhan bagi mereka. Salah satunya adalah dengan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak atau lebih dikenal dengan fun learning. Funlearning merupakan proses pembelajaran yang menyenangkan. Menyenangkan di sini berarti anak-anak mampu mengikuti proses pembelajaran dengan rasa menerima, rasa senang hati, dan pastinya tanpa mengganggap hal-hal tersebut adalah sebuah beban.

Belajar tidak harus diindektikan dengan guru memberikan penjelasan mengenai suatu materi, kemudian anak disuruh membaca buku dan menjawab soal-soal. Ketika si anak tidak bisa menjawab soal maka anak tersebut dianggap sebagai anak yang bodoh. Sehingga terbentuklah proses pembelajaran yang monoton dan penuh tekanan. Proses pembelajaran seperti inilah yang harus segera ditinggalkan oleh guru dan orang tua. Belajar itu bisa dimana saja dan dengan cara apa saja. Salah satunya adalah dengan permainan (games). Belajar sambil bermain tentu saja akan lebih menarik perhatian anak.

Permainan dalam pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan oleh guru. Disela-sela proses pembelajaran, ketika guru menyadari bahwa konsentrasi anak-anak mulai menurun, guru dapat menyelingi dengan permainan. Hal ini tentu saja akan memusatkan perhatian siswa dan menumbuhkan kembali semangat anak dalam belajar. Selain permainan, gerak dan lagu juga menjadi alternative lain dalam mendukung terwujudnya pembelajaran yang menyenangkan. Guru dapat menyelingi proses pembelajaran dengan kegiatan bernyanyi sambil menari, guru menyuruh anak untuk bersama-sama mengikuti sebuah nyanyian ataupun tarian, Di dalam dunia pendidikan, istilah gerak dan lagu ini disebut dengan ice breaking. Dengan begitu, anak-anak bisa menikmati setiap proses pembelajaran yang berlangsung.
Selain dari segi variasi pembelajaran, pembelajaran yang menyenangkan diwujudkan dengan sikap para pendidik yang harus menyikapi perbedaan individual anak-anak didiknya. Guru tidak identik dengan sosok yang harus selalu digugu dan ditiru. Proses belajar merupakan proses dua arah antara pendidik dan anak didiknya. Dengan sikap guru yang seperti itu tentu saja anak akan merasa bahwa mereka dihargai oleh guru mereka. Anak-anak akan lebih semangat belajar dan mampu menerima suatu materi pelajaran apabila suasana proses pembelajaran juga mendukung. Musathil anak dapat menerima proses pembelajaran yang monoton dan penuh tekanan. Anak-anak membutuhkan proses pembelajaran yang menyenangkan, sehingga mereka juga akan menyukai belajar maupun sekolah. Sekarang, sudah tidak zamannya lagi proses pembelajaran yang kaku dan klasik. Di sinilah peran guru dan orangtua sangat dibutuhkan agar anak tidak perlu lagi terpaksa dalam belajar.

Oleh : Realita Mahanani
Mahasiswa PGSD-S1 Universitas Negeri Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline