"Slogan; 'Saya memilih karena saya punya harapan untuk Indonesia'. Ya, kedengarannya indah dan menyentuh. tapi sebagai love and relationship coach yang selalu mengajarkan orang untuk berpikir sehat, tidak terbawa emosi dan berharap berlebihan, bagi saya ini adalah argumen yang hanya memberikan penghiburan semu." Begitulah kira-kira salah satu kutipan yang saya baca dari opini yang ditulis seorang warga Indonesia yang memilih untuk golput pada pesta demokrasi yang akan di gelar 17 April 2019 mendatang.
Jika diperhatikan, mengapa semakin hari semakin banyak orang yang memutuskan untuk menjadi golongan putih? mengapa jadi banyak orang yang menganggap bahwa golput merupakan bentuk pilihan politik? padahal kita tau, semakin tinggi tingkat golput menunjukan bahwa semakin rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam proses politik dan demokrasi.
Banyak alasan yang dikemukakan mereka yang memilih golput dan tidak ikut pemilu presiden mendatang. bila kamu perhatikan, hal itu dikarenakan tidak adanya calon yang tidak memenuhi idealisme para pemilih golput tersebut.
Banyak calon presiden yang menggaung-gaungkan diri bahwa dirinya lebih baik, banyak partai baru bermunculan dengan slogan penyelamat bangsa, Namun setelah terpilih, mereka tak ubahnya pemerintah-pemerintah sebelumnya yang tidak sesuai ekspektasi. Siklus tersebut terus terjadi berulang-ulang sehingga menimbulkan kekecewaan dan pesimisme akan pemerintahan dari sebagian masyarakat Indonesia.
Maka pemilih golput semakin banyak. Mereka sudah tidak lagi peduli pada pertarungan politik yang saat ini tengah terlaksana. Karena bagi mereka, siapapun pemenangnya nanti, siapapun presidennya nanti, Indonesia tetaplah akan seperti ini. Tidak akan ada perubahan yang berarti. tidak memilih menjadi bentuk protes mereka yang golput terhadap penguasa yang tidak memenuhi ekspektasi. Bila dibiarkan, pandangan tersebut akan membuat Masyarakat menjadi semakin apatisme terhadap politik.
Berkaca dari pemilihan presiden 2014 silam, Banyak orang memilih Jokowi karena Jokowi dianggap sukses membawa Solo menjadi kota yang lebih baik. Ditambah dengan pembawaan Jokowi yang sederhana dan bersahaja menjadikannya bagai secercah harapan untuk Indonesia yang lebih baik . Namun setelah perjalanan pemerintahannya, Jokowi tetaplah manusia yang tak lepas dari salah dan dosa.
Di pemilihan presiden kali ini, Jokowi dianggap memiliki dosa politik, dan Prabowo tak lepas dari kesalahan masa lalunya. Hal itu yang dirasa para golput bahwa tak ada perubahan berarti bila memilih salah satu dari keduanya.
Sudah lebih dari tujuh puluh tahun Indonesia merdeka. Kita tahu bahwa ratusan tahun negeri ini dijajah. Ratusan tahun asing mengeruk kekayaan alam Indonesia. kita tahu bahwa puluhan tahun lalu kaum pribumi dengan darah dan keringatnya mati-matian memperjuangkan kemerdekaan negara ini. Merelakan Keluarga bahkan nyawanya sendiri untuk mengusir penjajah. Dengan hanya berbekal bambu runcing, demi kemerdekaan mereka terus melawan. Berbekal harapan yang tidak pernah padam, kemerdekaan kini telah didapatkan dan kini kita nikmati.
Sejak kemerdekaan itu negara ini terus berbenah. Jatuh bangun dilalui dengan sederet permasalahannya. Perpecahan politik, konflik tiada henti, menghiasi perjalanan panjang negeri ini.
Kedudukan Pemerintahan terus mengalami pergantian. Kebijakan demi kebijakan terus mengalami perubahan. Direvisi dan dievaluasi. Adanya demokrasi dalam pemilihan presiden, merupakan bentuk kebebasan agar masyarakat bisa memilih pemimpin yang sekiranya dapat membawa perubahan yang lebih baik. Melalui pesta demorasi ini masyarakat menentukan kepemimpinan Indonesia kedepannya. Pintar memilih artinya kita berperan dalam Pemerintahan yang lebih baik kedepannya.
Bagi saya, sikap apatisme politik tidak akan serta merta menyelesaikan masalah. Malah keputusan untuk golput bisa menyebabkan manipulasi kertas suara. Golput merupakan sikap egoisme dan bentuk keputusasaan terhadap pemerintah. Bentuk keputus asaan terhadap hidup. Memang tidak ada pemimpin yang sempurna. Memang setiap paslon memiliki cela. Namun memilih yang terbaik merupakan tugas kita sebagai rakyat. (Isma)