Politik adalah sebuah panggung sandiwara. Sebuah drama perebutan kekuasaan yang melibatkan banyak kepentingan. Namun, kepentingan yang melakukan perebutan tersebut diwakili oleh aktor-aktor politik. Dengan kata lain, para professional politicians yang melakukan berbagai cara untuk menggapai kue kekuasaan.
Cara-cara tersebutlah yang disebut sebagai aksi-aksi politik/political action. Tindakan ini dilakukan agar mereka mampu mengalahkan pesaing dan meraih simpati para penonton alias rakyat/konstituen. Sehingga, self-interest mendorong mereka untuk bertindak sesuai dengan keinginan konstituen dan kelompok kepentingan yang diwakilinya. Namun, dorongan yang sama juga mematikan satu bagian penting dari sang aktor politik.
Ingat dengan lirik lagu dari Seurieus? "Rocker juga manusia, punya rasa punya hati..." Begitu pula dengan aktor politik. Mereka adalah manusia yang kompleks dan memiliki sisi personal. Seringkali, sisi inilah yang berkonflik dengan sisi politik mereka. Sebagai pribadi mereka ingin melakukan yang morally right. Namun, politik menuntut mereka untuk bertindak lain. Mereka harus meliuk-liuk demi mencapai tujuan politik.
Bahkan, politisi sekaliber Margaret Thatcher saja harus meliuk-liuk, loh. Sebagai perdana menteri, Beliau dipilih rakyat untuk mengurangi kekuatan serikat pekerja. Namun, ketika serikat pekerja baja melakukan pemogokan pada tahun 1981, Beliau mundur dan memenuhi tuntutan mereka. Mengapa? Sebab pemerintah sebagai pemilik British Steel tidak memiliki sumber daya untuk menangani pemogokan. They're not equipped for total confrontation.
Akan tetapi, Beliau memperbaiki rencana strategisnya semenjak kejadian tersebut. Pemerintah pun menyiapkan berbagai sumber daya dasar (raw material) untuk menghadapi pemogokan massal. Sehingga, ketika pemogokan besar serikat pekerja tambang terjadi pada tahun 1984, Thatcher dapat menunjukkan taringnya.
Pemerintah tidak akan memenuhi permintaan serikat pekerja tambang yang tidak demokratis. Akhirnya, Beliau pun memenangkan konflik industrial tersebut. Janji Beliau kepada rakyat untuk mengurangi kekuatan serikat pekerja terpenuhi.
Gambaran besar dari peristiwa sejarah ini menunjukkan bahwa the political dan the personal adalah dua sisi yang sering bertentangan satu sama lain. Tetapi, keduanya berada dalam satu raga.
Di bawah nama orang yang sama. Sehingga, kita sebagai manusia harus mampu memisahkan persona dari faktor politik yang kita lihat.
Dengan kemampuan ini, kita akan melihat kualitas-kualitas yang melampaui tirai politik dari para politisi. Mulai dari kerendahhatian, keyakinan, kemauan, dan lain sebagainya.
Meski berbeda sisi dalam politik, kita dapat menghormati politisi-politisi tersebut dari personal qualities yang mereka miliki. Dampaknya, muncul rasa saling menghormati di antara para politisi, serta antara politisi dan rakyat.
Sehingga, kemampuan ini membuat para politisi terdiri atas empat kelompok. Pertama, kelompok love him/her politically and personally.