"Revolusi Indonesia menuju tiga kerangka yang sudah terkenal. Revolusi Indonesia menuju kepada sosialisme! Revolusi Indonesia menuju kepada dunia baru, tanpa explotation der l'homme par l'homme dan exploitation der l'nation par l'nation."
Masih ingat dengan pernyataan di atas? Ia adalah bagian inti dari pidato Tahun Vivere Pericoloso (TAVIP) pada 17 Agustus 1964. Sebuah era di mana Republik Indonesia sedang kiri-kirinya. Begitu pula dengan Sukarno sebagai penyambung lidah rakyat Indonesia.
Maka dari itu, Presiden Sukarno menyatakan bahwa Republik Indonesia harus menjadi sebuah masyarakat sosialis. Sebuah masyarakat di mana prinsip "sama rata, sama rasa" berlaku secara universal. Dalam kata lain, Indonesia harus memenuhi prekondisi equality of outcome untuk mencapai sebuah masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Lantas, langkah apa yang dilakukan untuk mencapai prekondisi ini? Sejak Presiden Sukarno mengumumkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Beliau mengarahkan perekonomian Indonesia menuju sistem ekonomi komando. Sistem ini memungkinkan pemerintah untuk melakukan intervensi skala besar untuk mewujudkan equality of outcome.
Lalu, apa saja intervensi yang dilakukan pemerintah? Pertama, mengadakan sanering untuk mengendalikan inflasi pada tahun 1959. Kedua, membentuk Depernas dan Bappenas pada tahun 1961. Ketiga, meluncurkan Deklarasi Ekonomi (Dekon) pada tahun 1963 (Setyawan dalam donisetyawan.com, 2016).
Mari kita mulai dari kebijakan yang pertama. Singkatnya, sanering adalah pemotongan nilai uang yang disertai dengan pengurangan daya beli mata uang tersebut. Dalam kasus ini, pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp 500 dan Rp 1.000 menjadi Rp 50 dan Rp 100. Selain itu, simpanan di atas Rp 25.000 dibekukan oleh pemerintah.
Melalui kebijakan ini, diharapkan jumlah uang beredar di masyarakat mengalami penurunan. Sehingga, tingkat inflasi bisa dikendalikan. Ketika inflasi berhasil dikendalikan, prasyarat perekonomian yang stabil akan berhasil dibentuk.
Selain sound money, pembangunan yang stabil juga diperlukan sebagai prasyarat stabilitas ekonomi. Maka dari itu, pemerintah membentuk Dewan Perancang Nasional (Deparnas) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Kedua badan ini diberi mandat untuk merancang dan menjalankan Pola Pembangunan Semesta Berencana (Permesta).
Tujuan dari pemberian mandat ini adalah mewujudkan pembangunan negara yang terencana dan berkelanjutan. Sehingga, grand strategy dalam bentuk Permesta bisa terlaksana dengan benar di lapangan. Pelaksanaan yang benar inilah yang membawa Indonesia menuju sosialisme.
Terakhir, Presiden Sukarno menelurkan Dekon untuk memberikan landasan hukum terhadap intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi. Mulai dari bidang ekspor, impor, sampai harga. Kebijakan ini mencerminkan ke-PD-an pemerintah sebagai pemegang komando dalam perekonomian Indonesia.