Ini adalah catatan bersepeda di tanggal 23 Desember tahun lalu, setelah sekitar 16 kilometer menggowes sepeda Federal Mt everest ke arah selatan dari titik permulaan, bertemulah dengan pertigaan yang masih berupa jalan batu.
Gerbang penunjuk bertuliskan Bukit Bandangan, persimpangan yang sejak cukup lama ingin saya datangi tapi belum kesampaian, selain minim info tentang apa saja yang ada di dalam perjalanan menuju bukit tersebut.
Setelah memutuskan berbelok, akhirnya pelan-pelan menyusuri jalan tanah berbatu yang mengarah ke selatan dari jalan. Ujug-ujug takl jauh dari belokan pertama ternyata ketemu semacam tempat tempat bersantai yang terdiri dari kolam dan beberapa pondok kecil tempat berteduh, tetapi rupanya lama tak terawat.
Tempatnya berada di tengah-tengah kebun durian pula. Bertemu dengan dua orang ibu-ibu yang sedang santai di sebuah pondok kecil yang terdapat tumpukan buah durian di bawahnya.
"Pesanan orang.." kata beliau sambil menyampaikan harga borongan durian setumpuk itu 'hanya' 850 ribu rupiah, termasuk murah mengingat durian daerah Karang Intan --nama kecamatan tempat lokasi itu berada-- rasanya relatif enak, creamy dan dagingnya tebal, walau ukuran rata-rata buahnya tak begitu besar.
Setelah berbincang tentang tujuan saya bersepeda, seorang ibu beranjak ke rumah kecil di belakang pondok, dan lalu mengambbil sebiji durian dan mengangsurkannya pada saya, mempersilakan memakannya, gratis!
"Ini rejeki kamu.." Kurang lebih kata beliau. Tentu saja dengan senang hari saya menyantap sebiji durian itu sebagai sarapan di hari yang masih terlampau pagi itu. Rejeki memang tak bakal kemana-mana- kata orang bijak dulu kala.
Selesai menghabiskan durian, saya pun bertanya-tanya tentang tentang jalur menuju bukit Bandangan. Yang menurut peta jaraknya hanya sekitar 1 kilometer menuju puncak bukit yang dituju, dengan jalan tanah setapak yang naik turun.
Hanya saja ada satu hal yang di luar perhitungan selain kondisi jalan. Yaitu keberadaan segerombolan pengisap darah yang tak kenal ampun dengan korbannya.