.. jauh hanyalah sebuah kata yang terlalu menyebalkan untuk dibaca ..
begitu sepotong kalimatmu, yang selalu berlapis itu, saat konsep absurd bernama jarak membuat titik aku berada begitu jauh dari tempatmu ada. Dan selalu, jarak ekuivalen dengan waktu, berteman akrab, dan berjalan beriringan. Semakin banyak jumlah jauh, semakin lama pula waktu terasa, dan sebaliknya saatnya dekat tiba, waktu seakan menjadi nisbi antara cepat dan tiada.
Untungnya semua ceritamu--yang selalu aku tunggu karena rasanya selalu ada hal baru dan sudut pandang berbeda yang tak pernah aku dengar sebelumnya, hal yang selalu berhasil membuat gunungan kagum padamu kian meninggi setiap hari, setiap momen kau bercerita, tentang apa saja. Tak bosan selalu menunggu dirimu menguraikan kalimat dengan caramu sendiri.
.. jauh juga membuatku jadi akrab dengan rindu, padahal aku ingin selalu temu ..
begitu potongan kalimat selanjutnya darimu, dengan nada setengah merajuk, untuk kemudian melanjutkan ceritamu tentang keseharian dan sekelilingmu, yang selalu berhasil membuatmu takjub. Walau tentu saja harus berkali-kali meyakinkanmu bahwa aku benar-benar menikmati ceritamu, suaramu, nada bertuturmu. Untuk kemudian disambung dengan kalimat yang tak bosan aku ulang bahwa aku pengagum nomor satumu.
Aku tak pernah ingin meyakinkanmu akan kalimat terakhir itu, karena tak usah diucapkan pun, sunia telah tahu akan hal itu.
Setelahnya, biasanya cuma akan ada jeda, hening beberapa detik, sebelum satu pesan singkat yang kau kirimkan kemudian
“.. aku ingin pulang ..”
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H