Angin yang mendiamkanmu di belakang, dan turus-turus imperata yang kau aromanya kau hirup dalam-dalam, seakan-akan lapang alam adalah duniamu sore itu, cahaya emas menyiram jalanan yang kau mohon untuk pelan-pelan saja melintasinya, lekat sekali lagi matamu memohon.
Kelok telah tak terhitung, dan malam telah tenggelam ke utara, ke tengah persawahan dimana hidupmu lama berlangsung, dari larik-larik ceritamu yang tak pernah lenyap sepenuhnya dari detik di saat auriga sedang di titik kulminasinya.
Auriga yang memancar dari anggukan terimakasihmu, di tikungan, saat aku pamit berlalu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI