Dulu kenal cerita Mahabharata dari sisipan majalah Ananda, alur ceritanya menarik dan kebetulan yang menjadi bonus majalah itu adalah karya Teguh Santosa yang garis-garis gambarannya benar-benar detil dan membuat takjub pembacanya. Beberapa hari ini kembali menekuni cerita bergambar tentang Mahabharata dan lanjutannya Bharatayudha, hanya kali ini yang dicermati adalah karya RA Kosasih yang gambar-gambarnya lebih sederhana dibanding karya Teguh Santosa.
Setelah dibaca ulang, baru sadar bahwa alur kisahnya selain bercerita tentang persaudaraan yang berujung pada perang saudara dan perebutan kekuasaan juga selalu menekankan tentang dendam kesumat, sumpah yang terkadang begitu konyol dan juga berbagai kutukan tak masuk akal yang bertebaran dimana-mana.
Perang antar saudara yang disebabkan oleh perjudian yang tak adil yang diinisiasi oleh Sengkuni yang culas hanyalah titik pemicu dari berbagai simpul detonator dendam dan kejadian di masa lalu. Pertaruhan yang sebenarnya tak cuma mengorbankan sebuah kerajaan, tapi juga harga diri dan pertumpahan darah yang sebenarnya tak perlu. Tapi itulah kebutaan yang disebabkan oleh kekuasaan, persaudaraan pun tak lagi dipandang penting. Haus darah dan kemenangan serta pembalasan dendam jauh lebih diutamakan.
Contoh epik dari perang saudara di Kurusetra adalah pertarungan antara dua saudara sedarah yaitu antara Adipati Karna dan Arjuna, hanya karena dendam dengan dengan ibu kandungnya sendiri, yang karena keisengannya di waktu muda dengan Batara Surya mengakibatkan Karna terpaksa hadir di dunia dan juga terpaksa dibuang ke sungai karena malu. Karna yang akhirnya jadi anak angkat seorang sais pedati pun akhirnya tumbuh dengan dendam, dan tetap kesal dengan ibunya dan terus memutuskan untuk bertarung dengan saudara kandungnya sendiri yang juga keturunan dewa.
Dendam bercampur sumpah juga dilakukan oleh Drupadi, saat dipermalukan Dursasana di arena perjudian, memegang sumpah kalau nanti akan keramas dengan darahnya Dursasana, dan hal tersebut terwujud di arena Bharatayudha. Sebenarnya kisah Drupadi sendiri sebenarnya cukup unik, walaupun di pewayangan Jawa dia dikenal monogami dengan Yudistira, di cerita aslinya sebenarnya dia poliandri dengan pandawa lima, gara-gara ingin memberikan surprise pada Kunti berupa hadiah sayembara di kerajaan Pancala yang akhirnya diminta ibunda Kunti untuk dibagi rata tanpa mengetahui bahwa hadiahnya berupa seorang puteri. Hedeh.
Soal kutukan juga banyak terjadi di kisah Mahabharata, yang paling top adalah kutukan terhadap Pandu Dewanata ayahnda dari para pandawa lima, konon dia terlahir dalam keadaan pucat dan leher tenggeng akibat ibunya kaget dan berpaling muka melihat suaminya Resi Byasa saat malam pertama. Kutukan terhadap Pandu masih berlanjut saat dia memanah seekor rusa yang merupakan perwujudan seorang resi yang sedang bercinta dengan pasangannya di dalam hutan. Pandu dikutuk akan mati jika bercinta dengan istrinya, sungguh kutukan yang mengerikan sekaligus menyebalkan.
Tiga hal tersebut: kutukan, sumpah dan dendam berkelindan dalam sebuah cerita epik yang seakan-akan pernah terjadi di alam nyata, atau jangan-jangan kisah itu benar-benar terjadi nyata di jaman dulu, siapa tahu memang begitu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H