Adipati Karna hanya bisa memandang langit nun jauh di sana, dimana awan lebar terbentuk dengan cepat, setelah sebuah anak panah melesat ke langit dan melebur abu-abu, hingga dari pusaran awan itu turun hujan ribuan anak panah yang menghunjam ke bumi, menusuk tepat ke jantung prajurit yang tak sempat berpikir panjang dan tergeletak bergantian di tanah Kurusetra.
Arjuna di sisi Pandawa adalah manusia paripurna penyebab berlaksa-laksa nyawa melayang ke kahyangan hanya dalam hitungan detik. Tapi Kunta harus tetap dijaga, hingga nanti saatnya tiba untuk dilepaskan di waktu yang tepat, untuk menghantam jantung Arjuna dengan senjata yang sejatinya dicurinya pada suatu ketika dengan bantuan Batara Surya.
Di roda kereta perang yang dihelanya membelah Kurusetra yang berdebu, detik-detik penentuan untuk melepaskan Kunta sudah genap terhitung, sebelum akhirnya langit riuh oleh sosok yang melesat kesana kemari, tanpa ampun menghancurkan pasukannya yang semakin tak berbentuk.
Gatotkaca dengan warangka di tubuhnya, sangat menyadari bahwa Arjuna hanya bisa terhindar dari malapetaka jika dia ada saat Kunta dilepaskan dan tak akan pernah mengejar kemanapun tubuhnya berada. Karna yang telah terbakar amarahnya akhirnya tak mampu lama-lama mendiamkan Kunta, yang akhirnya berkejaran di angkasa, menembus awan panah Arjuna, dan terus menuju Gatotkaca sebagai sasaran satu-satunya.
Hingga detik itu pun tiba, Kunta menyatu dengan warangka yang tertanam di tubuh Gatotkaca, meninggalkan hening sesaat saat seorang ksatria mangkat. Peperangan terhenti, semua mata dan kepala terhenyak, bahkan selaksa anak panah yang turun berhenti luruh. Kurusetra bermandikan duka.
Tak ada lagi Pandawa dan Kurawa untuk sementara. Duka meruap lebih dari selaksa..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H