Film ini memang tayang sejak lama, sejak Agustus tahun 2002 kemarin, tapi ada saja halangan untuk menontonnya saat masih ada di bioskop. Untungnya Netflix menayangkannya pada awal tahun ini, sebuah alasan yang tepat untuk (kembali) berlangganan saluran tontonan berbayar tersebut.
Awalnya saya pikir alur ceritanya sesimpel judul yang disematkan pada film tersebut, yaitu proses mencuri lukisan karya Raden Saleh yang terkenal yang diberi judul Penangkapan Pangeran Diponegoro. Lukisan itu terpasang dengan tenang di salah satu dinding istana kepresidenan.
Sebenarnya sampai di situ pun sudah terbayang, betapa gilanya ide seorang Angga Dwimas Sasongko, sutradara sekaligus penulis skenario yang berani mengambil tema pencurian lukisan di rumah dinas seorang presiden. Apalagi pelakunya adalah enam anak muda yang mempunyai masalahnya masing-masing.
Walau secara tersirat ada beberapa film yang disebutkan di salah satu percakapan sebagai salah satu ide dalam melakukan aksi pencurian. Tapi tetap saja ide cerita mencuri lukisan legenda di kompleks yang relatif tertutup dan mempunyai tingkat keamanan yang tinggi adalah jenius.
Cerita awalnya sederhana saja, yaitu bagaimana Piko, Ucup, Fella, Gofar, Tuktuk dan Sarah berencana mengambil lukisan karya Raden Saleh tersebut untuk memecahkan masalah mereka masing-masing. Tentu saja ada pembeli yang menjanjikan uang dengan nominal yang sangat banyak untuk mereka bagi berenam. Intinya adalah uang, terkecuali Fella yang punya alasan tersendiri untuk bergabung dengan rombongan kriminal muda tersebut.
Walau akhirnya proses pencurian mahakarya tersebut mengalami masalah, rencana yang telah disusun matang-matang gagal total. Oh, maaf kalau bagian ini termasuk spoiler, tapi bukannya memang kalau langsung berhasil tak ada ketegangan yang tercipta. Dan beberapa plot twist yang dipasang, cukup berhasil menjebak bayangan alur cerita yang sudah tersusun di otak dan pikiran saya yang juga ikut-ikutan gagal menerka akhir ceritanya.
Tapi alur kisah yang tentu saja melibatkan unsur petugas keamanan negara ini, tak berakhir sampai di situ, ketegangan demi ketegangan tersusun dengan rapi, sudut pengambilan gambar, pencahayaan, akting pemainnya juga berhasil membangun cerita yang solid.
Intinya ini film tak sekeda tentang pencurian lukisan mahakarya legendaris, melainkan tentang trust, bakti pada orang tua, kesetiakawanan, dan tentu saja unsur yang paling menarik dari sebuah film: dendam. Sepertinya saya sudahi saja resensi singkat tentang film yang keren ini, silakan tonton saja sendiri, dan dijamin tak rugi.
Saya pun akan melanjutkan menontonnya lagi, sudah dua kali terjeda menonton film yang panjangnya dua setengah jam ini, iya anda tak salah baca: 2,5 jam! Bayangkan itu, ini film yang digarap dengan serius, jarang-jarang durasi film Indonesia bisa sepanjang itu, dan masih 40 menit lagi yang harus dituntaskan, saya sengaja menuliskan resensi ini dulu untuk mengurangi ketegangan yang cukup intens di sepanjang film ini.
Alur yang keren, ide cerita yang unik dan apik, pemain-pemain yang tak kalah keren, sinematik yang luar biasa bagus, tak ada alasan untuk tak menuntaskan film ini.