Tulisan ini terinspirasi dari seorang kawan saat dirinya diminta penjelasan tentang bagaimana proses saat menulis, juga bagaimana dirinya memandang sebuah tulisan yang disusunnya dengan begitu rapi. Jawabannya tentang hal tersebut sesuai dengan kesan kehati-hatiannya dalam menyusun sebuah kalimat, bahkan dalam konteks bercanda di akun media sosial sekalipun.
Menulis ujarnya, tidak semata-mata membahas tentang bagaimana menjelaskan konsep dirinya secara gamblang kepada siapapun yang mungkin membaca tulisannya. Bukanlah bercerita tentang apa yang ada di diri dan kesehariannya secara langsung akan tetapi justru merefleksikannya ke dalam ulasannya terhadap hal-hal yang menjadi ketertarikannya, seringnya terutama pada intisari buku-buku yang telah dibacanya. Kebanyakan bahan bacaannya memang non fiksi, dan sekilas yang pernah saya baca adalah sisi lain dari sebuah fenomena yang terjadi di dalam masyarakat.
Lebih dalam lagi adalah penjelasannya tentang perspektif terhadap satu objek sebagai sebuah sistem, bagian yang tidak berdiri tunggal, karena pasti terkait dengan hal-hal lain yang saling bersinggungan.
Kebetulan ketertarikannya pada interseksionalitas memvalidasi akan pandangannya terhadap diri sebagai pribadi dan kaitannya dengan fisik itu sendiri, struktur sosial, gender bahkan dengan kekerasan seksual. Bagaimana memandang pribadi sebagai diri yang utuh atau sebagai bagian dari dunia secara sistem yang cukup rumit.
Penegasan konsep dirinya sendiri dengan anggun menjadikan hormatku padanya, juga pada orang-orang yang bisa menghargai diri sendiri sebagai objek yang berdiri sendiri dan bisa menempatkan dirinya sendiri sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat, bahkan dari sub sistem planet bumi dan alam semesta secara keseluruhan.
Sebelum tulisan ini semakin melebar kemana-mana, intinya tulisan apapun bisa menjadi diri sendiri menjadi egosentris, sama seperti obrolan dengan circle perkawanan, kadangkala menjadikan apapun terpusat pada diri sendiri. Atau justru hanya ingin berbagi cerita dan menjadikan objek yang ditulis dan yang diceritakan itulah sebagai hal utama dan penulis hanyalah sang penutur.
Walau nantinya secara tak langsung akhirnya orang bisa menilai sendiri, bagaimana kapasitas seseorang yang menceritakan hal-hal yang menjadi objek ketertarikannya, apakah memang murni ingin berbagi, atau cuma ingin dikagumi. Tapi tenang saja, tak ada yang salah dengan itu, ini cuma terkait dengan konsep diri seseorang dalam menuliskan sesuatu.
Duh, malah jadi rumit begini sih, ya. Semoga dapat dipahami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H