Lihat ke Halaman Asli

R. Syrn

pesepeda. pembaca buku

Naik Motor di Tengah Danau Sentarum

Diperbarui: 14 November 2022   17:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto Danau Sentarum dari id.wikipedia.org

Seakan-akan kami, saya dan mas Galih rekan seperjalanan saya adalah orang yang sakti, padahal tidak begitu.  Walaupun nyatanya kami benar-benar naik motor di tengah-tengah danau.

Ini masih lanjutan kisah sewaktu berada di pedalaman Kalimantan Barat, jadi setelah menginap semalam di Badau sehabis menengok pos batas antar negara, pagi-pagi sekali kami kembali menaiki sepeda motor untuk kembali ke Mataso,tempat bermalam utama selama di Kabupaten Kapuas Hulu sekaligus basecamp proyek penelitian bambu.

Sesuai rencana semula, di tengah perjalanan kami menyempatkan diri mampir di Danau Sentarum, kumpulan air yang teramat luas saat pasang dan seringkali menjadi objek penelitian karena keberagaman hayatinya.  Saking luasnya, danau yang luasnya sekitar 132.000 hektar ini termasuk dalam 7 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Batang Lupar, Selimbau, Jongkong, Nanga Kantuk, Suhaid, Bunut dan Badau.

Danau Sentarum termasuk dalam wilayah pengelolaan Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum di bawah Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.  

Saat datang ke sana di bulan Oktober, kebetulan sebagian besar permukaan danau dalam keadaan surut, saking surutnya bagian tengah danau sama seperti dataran seperti biasa, cuma rasanya berada di tengah-tengahnya seperti berada di planet lain, karena dikelilingi oleh tumbuhan yang seharusnya berada di ekosistem perairan danau.

Setelah bertanya-tanya dengan penduduk sekitar, akhirnya memberanikan diri membawa sepeda motor ke tengah danau, mengikuti jalan setapak yang sepertinya terbentuk dari seringnya penduduk lalu lalang mencari ikan dari permukaan danau yang masih tergenang.

Saya lupa sampai seberapa jauh mengendarai sepeda motor di tengah pedalaman danau, yang jelas perjalanan seperti tak ada ujungnya.  Pemandangan sekeliling menarik, selain ada anak-anak sungai yang masih mengalirkan air, juga beberapa bangkai kapal yang terapung dan tergeletak begitu saja di beberapa sudut danau.

Tak bisa membayangkan kalau wilayah yang kami lewati sejatinya dipenuhi air selama 10 bulan dalam setahun.  Sempat khawatir juga kalau tiba-tiba hujan turun dan air memenuhi permukaan yang kami lewati, untunglah kekhawatiran saya yang berlebihan itu tidak terbukti.

Setelah menelusuri jalan setapak di tengah-tengah danau itu kira-kira 20 menitan, akhirnya memutuskan untuk kembali lagi ke tepi area danau.  Sempat berbincang-bincang dengan penduduk setempat yang kebetulan berprofesi seorang guru.  Beliau menceritakan bagaimana susahnya dulu transportasi sewaktu awal ditempatkan di sana di tahun 70-an.  

Transportasi utama hanya lewat air, baik lewat sungai maupun membelah danau, sementara jalan trans kalimantan belum ada sewaktu dulu.  Tak terbayang hidup di jaman dulu, saat saya ke sana saja sewaktu jalan darat sudah relatif bisa dilewati, masih termasuk jauh di pelosok, saking pelosoknya katanya bahkan buah durian harganya sangat murah sekali di pasar setempat pada saat musimnya.  Saking dianggap tak berharganya, kadang penjualnya meninggalkan saja dagangan buahnya tanpa khawatir hilang atau dicuri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline