Saat pekerjaan sudah mulai mapan, ada saja kendala yang datang tak henti, soalnya kata pepatah semakin tinggi pucuk pohon semakin mudah pula bergoyang dihembus angin. Kadang tak perlu waktu lama saat menyadarai bahwa tak bisa lagi dipaksakan bekerja di tempat yang ada.
Memang menjadi masalah saat usia mulai bertambah, alternatif pekerjaan pengganti belum teramati, sementara daftar kredit dan cicilan menunggu untuk dilunasi. Tapi percayalah, pesta pasti berakhir, berhenti dari pekerjaan tetaplah sebuah keniscayaan, baik karena memang telah waktunya pensiun dan diberhentikan oleh institusi,atau memutuskan untuk berhenti dengan kemauan sendiri.
Kategori kedua itu memang langka, dan selalu salut, angkat topi tinggi-tinggi bagi yang berhasil menetapkan hati untuk berhenti sebelum waktunya. Walau tentu saja itu artinya beralih ke pekerjaan lain yang dirasa lebih sesuai denga kata hati. Memutuskan untuk resign memang harus siap dengan segala konsekuensi.
Seperti seorang kawan di Jogja, seorang desainer yang memutuskan untuk keluar dari perusahaan kaos cinderamata khas Jogja yang berlambang mata, untuk kemudian mendirikan perusahaan kaos sendiri. Sama-sama di bidang konveksi, tapi bedanya dia tak lagi terikat dengan aturan perusahaannya dulu, malah sekarang mengatur perusahaannya sendiri. Sempat jatuh bangun memang, tapi tetap saja usaha sendiri jauh lebih menyenangkan dibanding saat ikut orang lain.
Atau pengalaman seorang kawan, ASN dari kementerian yang penghasilannya sungguh lumayan. Setelah menikah dia memutuskan untuk meninggalkan zona nyamannya karena tidak sesuai dengan hati nurani. Akhirnya bersama suaminya mendirikan perusahaan start up. Juga sempat jatuh bangun berkali-kali karena benar-benar memulainya dari nol. Sampai akhirnya sekarang berhasil mempekerjakan puluhan karyawan.
Satu lagi, sepasang suami istri juga yang dulunya sama-sama kerja di bank swasta, juga memutuskan untuk keluar dari pekerjaan mapannya untuk kemudian mendirikan perusahaan kecil-kecilan. Keputusan mereka berdua untuk mencoba hal-hal yang baru, berdasarkan riset dan percobaan berkali-kali, sampai akhirnya workshop yang awalnya cuma di teras rumah orang tua dengan beberapa pekreja, sekarang berhasil punya tempat kerja sendiri dengan puluhan pekerja di bawah komando mereka.
Mereka-mereka yang pemberani tersebut, selain berhasil mewujudkan mimpi yang sesuai dengan keinginan dan tentu doa-doa mereka, juga secara tak langsung mengangkat diri mereka sendiri menjadi bos atas usaha milik sendiri. Tak ada yang menyenangkan lagi selain bekerja dengan tenang dan senang.
Oh satu lagi contoh, seorang kawan yang kedudukannya lumayan tinggi di sebuah lembaga keuangan, juga memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Katanya selain lokasi kerja sangat jauh dari kampung halaman, juga lebih baik mengelola usaha keluarga yang tak terikat jam kantor yang ketat, selain itu bisa sepedaan sepuasnya sepanjang minggu kapanpun dia mau. Bikin iri memang kawan yang satu itu.
Memutuskan untuk keluar dari pekerjaan yang ada, tentulah baiknya harus menyiapkan fase transisi, menyiapkan kemana nanti akan mengalihkan sumber daya dan pikiran setelah lepas dari segala aturan institusi. Selain itu tentu saja, harus yakin bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik, dan terus berusaha menikmati segala konsekuensi atas keputusan yang diambil.
Tak pernah ada kata terlambat untuk resign dan beralih ke pekerjaan lain, bekerja tanpa beban pikiran berlebihan, sembari bisa menulis sepuasnya dan setiap saat bisa sepedaan atau jalan-jalan mengikuti dan menikmati angin, siapa yang tak ingin?