Saat jalan-jalan ke Jember, ada fenomena yang menarik saat melihat motor yang lalu lalang di jalan. Hanya dalam hitungan satu menit, rasanya yang terlihat lewat merk dan jenis motor yang itu-itu saja. Itu motor matic atau cukup dieja dengan kata metik saja, yang cukup ramping yang punya motto satu hati. Pantas saja Dewa pernah jadi bintang iklannya, persis judul lagu mereka, sih.
Bayangkan dari berbagai jenis motor metik, satu jenis itu yang dipercaya oleh nyaris seisi jalan dalam satu kota. Itu artinya sangat dipercaya, biasanya kalau sepeda motor jelas dipilih karena nyaman, irit dan harganya cukup terjangkau berbagai kalangan.
Lain waktu di kota kecil tempat saya tinggal sekarang, rasanya sering sekali melihat orang menggunakan jaket yang bertuliskan merk yang sama. Ciri khasnya selain tulisan merk yang cukup besar, warna jaket yang agak mengarah ke warna abu-abu atau coklat, terus desainnya ditambah aksen huruf Jepang, entahlah artinya apa.
Tetapi sungguh desainnya enak dipandang, selain itu sepertinya bahannya terlihat nyaman dipakai. Belakangan baru tahu kalau merk yang sekilas seperti kata dari Amerika Latin itu ternyata justru merk lokal.
Kedua produk di atas, walaupun jenisnya berbeda, yaitu sepeda motor dan pakaian, rasanya tak mempunyai iklan yang khusus, tapi branding mereka bisa tumbuh di masyarakat dengan baik. Sepertinya kualitas bagus yang langsung dirasakan oleh konsumen, masih merupakan cara yang ampuh dalam penjualan produk, tanpa perlu pasang gembar gembor iklan secara berlebihan.
Secara tidak langsung, apa yang sering terlihat di jalan dan banyak dipakai orang, menimbulkan rasa penasaran dan branding pun tercipta dengan sendirinya. Apalagi sekarang konsumen sangat kritis, apa yang dirasa nyaman ataupun sebaliknya, dengan cepat bisa tersebar di media sosial.
Rupanya penyebaran kualitas suatu produk dari mulut ke mulut masih efektif sampai sekarang, walau sekarang mungkin berubah jadi dari jari ke jemari. Terlebih di toko online pun seringkali konsumen rajin memberi review atas produk yang dibeli, dan itu seringkali menjadi salah satu pertimbangan untuk memutuskan membeli suatu barang.
Namanya pembeli, tentu sukanya membanding-banding, dan tentu saja seringkali pertimbangan akhirnya adalah yang paling murah, paling bagus, paling awet dan paling kece. Duh, kece, pilihan kata yang lawas sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H