Kesenangan membaca sedari kecil mungkin ditumbuhkan oleh abah yang rajin membawakan oleh-oleh sepulang kerja berupa majalah anak-anak, dulu seringnya dibelikan Ananda dan Bobo, mungkin dikarenakan internet masih di belum ada di pikiran, sementara televisi pun di tahun 1980-an cuma ada TVRI yang isinya lebih banyak berita pembangunan dibanding hiburan.
Jadinya membaca adalah hiburan yang menyenangkan di masa kecil selain bermain di sawah dan sungai yang masih bersih pada saat itu. Selain majalah, sumber bacaan adalah buku yang ada di perpustakaan sekolah, yang kebanyakan cuma menyediakan buku-buku teori pelajaran, novel dan fiksi kegemaran saya hanya ada sedikit. Maka dari itu rela ke perpustakaan daerah yang koleksinya jauh lebih lengkap, ada memang perpustakaan keliling, tapi koleksi yang dibawa pun terbatas, saat ada judul menarik seringkali duluan dipinjam orang.
Bacaan favorit di perpustakaan daerah yang berjarak 4 km dari rumah adalah majalah Hai, karena ada penulis-penulis idola di sana seperti Gola Gong, Ukirsari, dan tentu saja bubin LantanG! Kalau novel selain karya-karya Enid Blyton juga seriap STOP karya Stefan Wolf serta novel bersampul hitam yang penuh misteri karya Agatha Christie.
Membeli buku atau novel hanyalah mimpi di masa itu, tidak ada alokasi tambahan uang dari rumah untuk membeli buku, bertahun-tahun begitu. Makanya saat bisa membeli buku sendiri, itu adalah masa yang terlupakan. Seiring perjalanan waktu, ada beberapa toko buku yang memiliki kenangan tersendiri, berikut daftarnya:
Gramedia Mitra Plaza
Ini adalah toko buku di Mitra Plaza, satu-satunya pusat perbelanjaan modern di kota Banjarmasin, harus naik angkot dua kali untuk menuju tempat ini. Di toko buku itulah saya pertama kali membeli novel Jejak-Jejak, trilogi terakhir Anak-Anak Mama Alin karya bubin LantanG. Beli di tahun 1996 pakai uang gaji hasil kerja sendiri.
Toko buku itu tinggal kenangan, karena pusat perbelanjaan itu setahun kemudian tutup akibat kerusuhan di tahun 1997 yang mengakibatkan banyak korban mati terpanggang di dalam plaza. Toko buku itu demikian pula menjadi puing-puing tak bersisa, rasanya kala itu justru sedih mengingat buku-buku yang terbakar di dalamnya.
Uranus Surabaya
Toko buku bernama planet ini menjadi langganan saat kuliah S2 di Surabaya di medio 2003-2005. Berdasarkan rekomendasi kawan, karena selain tempatnya strategis, koleksi bukunya cukup lengkap, tentu saja harga bukunya yang murah karena rata-rata di diskon. Dulu rasanya cuma naik angkot sekali, lyn P dari kampus Airlangga ke Uranus.
Selain buku, beberapa kali juga membeli majalah yang juga ajaibnya tetap mendapat diskon! Selain ke Uranus, seringkali sore hari suka ke perempatan Dr. Soetomo dekat kontrakan, untuk membali koran Kompas atau Surya yang jika sudah sore diobral setengah harga. Lumayan.