Lihat ke Halaman Asli

R. Syrn

TERVERIFIKASI

pesepeda. pembaca buku

Belajar dari Bentang Jawa 2022

Diperbarui: 3 Oktober 2022   07:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah perjalanan sepedaan pagi tadi, saat melewati tanjakan saya teringat akan even sepedaan gila-gilaan bernama Bentang Jawa yang diselenggarakan lagi di tahun 2022. Bagaimana tidak edan, rute sepedaannya sesuai judulnya adalah menyusuri jalanan sepanjang selatan Pulau Jawa dengan titik start di Pantai Carita dan finish di Banyuwangi dengan total jarak kurang lebih 1.500 km dan diberi batas waktu maksimal cuma 156 jam atau kurang lebih 6.5 hari.

Para peserta yang jumlahnya 70-an  juga tak kalah gilanya, rute dengan medan bervariasi, dari aspal sampai gravel dan elevasi rute selatan yang sudah terkenal aduhai dengan tanjakan dan rollingnya, hingga disuguhi tanjakan menuju Bromo via Jemplang. Belum lagi ada yang nekat cuma pake sepeda single gear dan sepeda lipat.  Belum cukup sampai situ, dari batas waktu yang ada, peserta bernama Dzaki bisa-bisanya sampai titik finish hanya dalam waktu 87 jam! Itu artinya tak sampai 4 hari.  Atau ada satu peserta lagi yang nekat nyepeda tanpa tidur dua hari dua malam lebih, itulah mas Bambang alias Bengbeng, saingan ketatnya Dzaki selama race.

Tapi segila apapun para peserta, mereka sudah merencanakan dan mempersiapkan diri jauh-jauh hari untuk mengikutinya, dengan berbagai penerapan strategi agar sampai finish tanpa melebihi cut off time yang telah ditentukan.

Paling seru memang memperhatikan balapan antara dua peserta yang jauh meninggalkan puluhan peserta lainnya di belakang.  Itulah dua orang yang telah saya sebutkan di atas: Dzaki & Bengbeng.  Dzaki sepertinya berusaha menjaga kebugarannya sepanjang rute, minum dan makan yang cukup dan mampir istirahat di penginapan saat dirasa badan tak lagi bisa dipaksa.  Beda dengan strategi Bengbeng, demi mengejar waktu, waktu istirahatnya sangat sedikit- itulah sampai bisa menahan tidur 2x24 jam!, asupan makanannya juga sangat sedikit, rasanya dalam dua hari nyaris tak mengkonsumsi nasi.

Endingnya, Dzaki konsisten dengan pergerakannya, walaupun di dua hari awal terus berada di belakang Bengbeng,tapi setelah mendekati Bromo dia bisa menyalip dan tak ada yang bisa mengejarnya sampai finish.  Sementara Bengbeng akhirnya tepar dan harus istirahat di hari ketiga. Yaiyalah nyepeda tanpa tidur dua hari lebih, akhirnya dia mengalami halusinasi di tengah perjalanan walau untungnya bisa pulih dan bisa sampai titik akhir.

Begitulah, dalam setiap perjalanan persiapan dan perencanaan sangatlah penting, walaupun tentu saja kudu fleksibel, harus siap plan A, B sampai Z.  Tujuan memang penting untuk dicapai, tapi kalau terlalu ngoyo tanpa istirahat ya bahaya juga, masih untung tidak cidera.

Satu hal yang saya ingat, saat menghadapi tanjakan kala sepedaan, pasti ada yang tak sabar ingin cepat-cepat sampai puncak tanjakan, mengayuh sekuatnya, sampai akhirnya kehabisan tenaga, sebelum sampai puncak tujuan. Napsu, kawan. Saya awal-awal nyepeda ya gitu, sampai ada seorang kawan yang ngajarin bagaimana mengatur napas, mengatur ritme kayuhan, sampai akhirnya nanjak pun jadi menyenangkan.

Itulah pentingnya dalam nyepeda: persiapan, perencanaan, belajar ngatur napas, ngatur ritme dan ngurangin napsu ingin cepet-cepet sampai tujuan.  Sepertinya begitu juga dalam hidup ya.  Biar terasa menyenangkan, tak cuma dapat ngos-ngosan sepanjang perjalanan.

Begitulah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline