Lihat ke Halaman Asli

Rudi Hartono Tarigan

Seorang Widyaiswara dengan pendidikan terakhir Magister program studi "Teknologi Pendidikan".

Faktor Kegagalan Lembaga Diklat Mengimplementasikan E-Training

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Fungsi Pelatihan dan pengembangan dalam sebuah organisasi sedang mengalami pergeseran paradigma seiring munculnya teknologi baru online ...  dan termasuk juga lembaga pendidikan" (Gullett. E and Bedi. K). Pemanfaatan teknologi online dalam pembelajaran kerap dikaitkan dengan istilah "e-learning". E-Learning ditafsirkan dalam berbagai konteks, seperti pembelajaran jarak jauh, pembelajaran online dan jaringan belajar (Wilson 2001).

Istilah e-training berasal dari dua kata yaitu "elektronik dan training" yang mengandung makna pelatihan dengan menggunakan atau memanfaatkan teknologi elektronik sebagai media. E-Training adalah salah satu bentuk dari e-learning yg lebih lebih spesifik pada pemanfaatan media elektronik untuk kegiatan "Pendidikan dan Pelatihan" dalam rangka meningkatkan kecakapan & kinerja peserta diklat. Secara teknis  e-training disampaikan melalui elektronis:  lisan, tulisan, ilustrasi, animasi, video atau kombinasi. e-Training  merupakan salah satu sistem pembelajaran yg dikembangkan sebagai alternatif model pembelajaran dalam mengatasi kebutuhan  penyelenggaran DIKLAT bagi UPTK  dengan tujuan peningkatan kompetensi dalam berbagai bidang kompetensi keahlian. Melalui e-training materi pembelajaran dapat diakses kapan saja dan di mana saja, disamping itu materi yang dapat diperkaya dengan berbagai sumber belajar dengan cepat juga dapat diperbaharui oleh pengajar. Konsep penggunaan model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu memberikan efek "kuantum" terhadap upaya pengentasan masalah dunia pendidikan.

Secara umum hampir semua pihak mengakui bahwa dunia pendidikan harus melakukan perubahan paradigma dari metode konvensional ke metode berbasis teknologi informasi. Namun setelah begitu lama model pembelajaran online tersebut digunakan di berbagai belahan dunia, belum satupun lembaga pendidikan khususnya lembaga pendidikan pemerintah di Indonesia hingga saat ini yang secara formal mengimpelentasikan model tersebut. Walaupun sudah ada beberapa institusi mencoba menerapkan model pembelajaran ini, namun masih bersifat tentatif. Kondisi ini harusnya menjadi pertanyaan bagi semua pihak khususnya yang terkait dengan "Dunia Pedidikan" di Indonesia. Oleh karena secara konsep pada dasarnya implementasi model pembelajaran ini sendiri tidak begitu sulit dilaksanakan.

Berbagai pemahaman awam yang cenderung muncul dalam setiap diskusi berkaitan dengan pengembangan pembelajaran berbasis online terbentur pada kata "harus memiliki teknologi dan infrastruktur jaringan yang super canggih". Sehingga kesimpulan yang didapat cenderung mengacup kepada "sangat sulit" dalam mengimplementasikan model tersebut disebabkan kemampuan pendanaan.  Secara konsep dalam membangun sebuah model berbasis teknologi informasi tidak lah begitu sulit. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Tarigan, R (2011) yaitu Untuk membangun model pembelajaran online harus mengacu pada analisis pada tiga aspek antara lain 1) aspek partisipan, 2) aspek konten dan 3) aspek infrastruktur. Dari pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa sesungguhnya infrastruktur bukanlah hal yang paling menentukan dalam mengimplementasikan model pembelajaran berbasis teknologi, apalagi saat ini pemanfaatan  media komputer dan jaringan komputer telah bukan hal yang bersifat ekslusif melainkan sudah menjadi bahagian dari kebutuhan hidup dan sosial pada masyarakat Indonesia. Hal tersebut terbukti dari jumlah pengguna internet di Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai pengguna internet terbanyak di dunia. Data tersebut dirilis Mary Merker yang merupakan konsultan dan periset teknologi global. Berdasarkan hasil risetnya, Merker mencatat jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 59 juta pengguna (Metrotvnews, 2013).

Dengan data tersebut dapat dispastikan bahwa implementasi pembelajaran berbasis teknologi informasi sudah sangat dimungkinkan di terapkan di Indonesia. Namun menjadi pertanyaan adalah "Mengapa hingga saat ini masih belum ada lembaga yang mampu secara formal melaksanakannya?". Untuk menjawab hal tersebut terlebih didahului dengan memilah permasalahan menjadi dua kelompok yaitu kelompok pengguna dan kelompok pelaksana. Berdasarkan data hasil riset tersebut, tentunya secara umum dapat dinyatakan bahwa kelompok pengguna cenderung tidak memiliki masalah, sehingga dapat dipastikan  permasalahan ada pada kelompok pelaksana.

Kegiatan diklat di Indonesia khususnya di lingkungan Kemendikbud umumnya dilaksanakan oleh para widyaiswara yang kemampuan dan profesionalismenya sudah teruji, sehingga bila dikaitkan dengan pemanfaatan media komputer dalam pengajaran tentunya bukan menjadi permasalahan lagi. Dengan mengacu pada data-data ketersediaan dan ketersiapan baik dari sisi infrastruktur, pengguna, dan pengampu sudah dapat dipastikan untuk membangun sebuah model pembelajaran berbasis teknologi dalam bentuk "e-training" tentunya tidak memiliki kendala yang cukup berarti. Dengan demikian hal yang menjadi pertanyaan adalah "dimana titik pusat episentrum" permasalahannya?". Bila ditelisik lebih lanjut, pada dasarnya permasalahan hanya pada  dua aspek yaitu   "aspek pemahaman" dan "aspek kemauan". 1) Aspek pemahaman lebih cenderung pada cara pandang dan pengetahuan tentang model diklat dalam bentuk "e-training". Pengetahuan yang awam terhadap model pembelajaran e-training cenderung menciptakan "Phobia" bagi para pelaku, dikarenakan ada pemahaman bahwa model pembelajaran tersebut identik dengan penggunaan teknologi komputer "super canggih", sehingga muncul perasaan tidak akan mampu dalam menguasainya, khusus pada para pelaku pendidikan yang merasa tidak begitu familiar dalam menggunakan media komputer.  Sikap pesimis dan apriori terhadap perubahan tersebut, dikarenakan asumsi akan menjadi beban untuk menguasai model pembelajaran tersebut. 2) Aspek kemauan lebih cenderung pada prilaku atau sikap, baik pribadi maupun institusi untuk dengan serius dan konsisten melakukan dan melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan dan pengembangan hingga implementasi model "e-training". Kedua aspek ini dapat dikatakan sebagai "roh" yang mampu memberikan kekuatan (power) bagi setiap individu maupun institusi untuk melakukan sebuah perubahan paradigma. Dengan demikian sinegi dan kerjasama untuk menjaga keterlanjutan merupakan tanggung jawab bersama agar mampu menciptakan sebuah model e-training secara baku dan formal, dalam rangka menciptakan perubahan paradigma berkaitan dengan pengelolaan dan pelaksanaan diklat. Sehingga setiap upaya yang berkaitan dengan pengembangan model berbasis teknologi tidak lagi dikerjakan secara sporadis atau tentatif, namun sudah memliki rencana dalam bentuk time frame yang jelas dan tujuan yang terukur serta adanya dukungan dari semua pihak terkait.

Dengan mengacu pada uraian dan data tersebut di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan berkaitan dengan implementasi e-training dan kegagalan lembaga diklat dalam mengimplementasikan model tersebut antara lain:


  1. Dukungan infrastruktur dan pengetahuan masyarakat di Indonesia telah mendukung  penerapan model e-training sebagai pilihan untuk mengentaskan permasalahan dunia pendidikan yang memberikan efek "Kuantum".
  2. Pengembangan  model e-training tidak terbatas harus dengan fasilitas dan teknologi yang canggih dan super, namun dapat dilaksanakan atas dasar kebutuhan diklat dan karakteristik teknologi yang sudah ada.
  3. Secara umum selama ini pada prinsipnya seluruh lembaga diklat di Indonesia telah memiliki kemampuan dan kesiapan baik dari sisi SDM dan infrastruktur untuk mengembangkan model diklat dalam bentuk e-training, bila telah memenuhi aspek pemahaman dan aspek  kemauan.


Referensi:

Gullett. E and Bedi. K. "Wiki: A new paradigm for online training and development of faculty". http://www.ascilite.org.au/conferences/singapore07/procs/gullett.pdf. diakses 11 April 2013.

Metrotvnews. "Indonesia Peringkat 3 Pengguna Internet Terbanyak di Dunia". http://www.metrotvnews.com/tekno/video/2012/12/18/13/166734/Indonesia-Peringkat-3-Pengguna-Internet-Terbanyak-di-Dunia/914.  diakses 11 April 2013.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline