Lihat ke Halaman Asli

Kisah dari Garis Imajiner Yogyakarta beserta Urutan, Makna, dan Filosofi

Diperbarui: 14 April 2021   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Garis imajiner Yogyakarta atau disebut juga sebagai Sumbu Filosofis Yogyakarta merupakan sebuah garis tegak imajiner (khayal) di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Garis ini merupakan garis lurus yang berawal dari Pantai Parangkusumo hingga merapi. Keberadaan garis imajiner ini menjadi keunikan tersendiri bagi Kota Yogyakarta.

Sumbu filosofis menceritakan mengenai proses kehidupan manusia yang berawal dari kelahiran hingga kematian.

Garis imajiner yang berawal dari Pantai Parangkusumo hingga Panggung Krapyak mengisahkan mengenai seorang manusia yang lahir dari seorang ibu hingga menuju masa anak-anak dan remaja. Garis ini ber.warna putih cerah dengan semburat berwarna biru muda terang.

Sedangkan garis imajiner dari Panggung Krapyak hingga Kraton dikisahkan perjalanan manusia dari remaja menuju fase dewasa. Ada istilah yang cukup terkenal mengenai Panggung Krapyak yaitu "Sangkan Paraning Dumadi". Sangkan yang dimaksud adalah peristiwa dari masa remaja menuju dewasa. Garis ini berwarna putih kelabu dengan semburat merah dibagian bawah dan sedikit warna hitam diantara warna putih kelabu dan merah

Berikutnya adalah garis imajiner yaitu dari Kraton hingga Tugu, pada garis ini merupakan kisah manusia pada fase dewasa yang mulai berserah diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan semesta. Ada istilah bahwa Tugu merupakan gambaran dari "Manunggaling Kawula Gusti", selain itu ada "Paraning Dumadi" yang berarti 7 langkah menuju Sang Hyang Wenang.. Garis ini memiliki warna putih dengan semburat biru langit yang jelas dan sedikit sentuhan tosca dibagian tengah antara warna putih dan biru langit.

Garis imajiner yang terakhir yaitu, dari Tugu hingga Gunung merapi. Garis ini merupakan akhir dari kisah manusia yang berarti bahwa manusia telah menjadi satu dan menghadap dengan penciptaNya. Garis ini berwarna putih cerah polos tanpa semburat warna lain tapi pada ujung garis ada sedikit perpaduan warna hijau dan kuning tipis.

Namun, dari semua garis imajiner tersebut, Kraton Yogyakarta menjadi pusatnya.

Kraton dianggap suci karena diapit enam sungai secara simetris yaitu Sungai Code, Gajah Wong, Opak Winongo, Bedhog dan Sungai Progo.

Sebelum kesultanan itu berdiri disebutkan Sri Sultan Hamengku Buwono I telah memikirkan konsep penataan kota yang demikian unik. Beliau dinobatkan dan menguasai daerah Alas Mentaok yang sekarang menjadi Yogykarta.

Sri Sultan Hamengku Buwono I mulai membangun Kraton pada 9 Oktober 1755, prose pembangunan memakan waktu hingga satu tahun dan mulai digunakan pada 7 Oktober 1756.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline