Sehari sebelum tulisan ini dibuat adalah Hari Pendidikan Nasional.
Merupakan momentum yang berharga untuk saya mewakili PERHUMAS, beda dengan undangan-undangan sebelumnya yang datang kepada saya, dikarenakan saat itu selain diundang untuk sharing seputar personal branding in digital era dalam konteks PR oleh teman-teman fikom Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta ditambah juga dengan bertepatannya Hari Pendidikan Nasional. Pas!
Berjajar 2 orang disamping saya yakni Rizki Syahmanda (BPP PERHUMAS) yang merupakan rekan seperjuangan dan Vanya "Minyo" yang merupakan seorang beauty vlogger. Kami diminta untuk berbagi tentang personal branding di era digital.
Hal yang pertama ditanyakan dari moderator kepada kami adalah, sosial media apa yang dipakai? Pribadi saya menjelaskan; Facebook, Twitter, Instagram dan LinkedIn. Belum lama founder Facebook (FB) tengah tersandung sebuah kasus besar yang mencoreng namanya dan pastinya merugikan perusahaan secara material dan reputasi, berlatar belakang dari kasus dunia medsos tersebut saya sampaikan kepada mahasiswa rasanya keinginan untuk delete account belum bisa sepenuh hati, kenapa? Kakek, nenek, saudara-saudara, para senior, rekanan, teman-teman SD sampai kuliah lintas pulau bahkan negara berkumpul semua di medsos FB. Jadi, kasus Mark Zuckerberg dengan kebocoran data FB nampaknya ga ngaruh buat saya.
Selanjutnya Twitter, sempat vakum selama kurang lebih 1 tahun tidak membuat cuitan, hanya menjadi pemerhati timeline kawan atau akun berita arus utama. Sempat berpikir pula Twitter tidak memiliki social influence yang kuat saat ini dibanding Instagram (IG). Ternyata jelas keliru, fungsinya berbeda antara IG dan Twitter, dengan Twitter kita bisa menyampaikan yang bersifat flash news, kontuinitas dalam waktu singkat (live tweet) dan menariknya bisa terlihat campaign yang kita ciptakan melalui hashtag.
Instagram, tak perlu rasanya saya jelaskan panjang lebar, aplikasi media sosial ini nampaknya sudah sangat familiar oleh kebanyakan anak muda. Hampir 100 orang yang duduk bersama kami di ruangan itu, saya sempat tanya "Adakah disini yang gak punya Facebook?," ternyata ada sekitar 10 orang, akan tetapi tidak demikian untuk Instagram. Ibarat kata, sekarang kalau mau cari tahu tentang seseorang bisa kepoin saja akun Instagramnya.
LinkedIn, media sosial ini menarik, beberapa mahasiswa bisa memanfaatkan medsos ini untuk mengetahui perusahaan dan pejabat-pejabatnya. Bila masa waktu mencari tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL) biasanya mereka aktif memainkan LindkedIn, siapa tahu bisa dapat info langsung dari salah satu PR di perusahaan tertentu. Poles betul-betul profil LinkedIn kamu ya!
Apa korelasinya dengan Personal Branding?
Bagaimana personal branding seseorang ketika belum ada media sosial? Ya, televisi dan media cetak saja mungkin, tetapi hanya orang-orang tertentu yang bisa dimuat di TV dan media cetak. Di zaman disrupsi ini, banyak jenis media sosial, sungguh aneh rasanya ketika seseorang tidak memiliki akun medsos. Masih ada kah?
Media sosial dan personal branding dalam konteks PR sangatlah erat. Bagaimana tidak? Seorang PR merupakan representasi dari perusahaan dan tentunya diri sendiri harus bisa mempromosikan citra positif dan menjaga reputasi bagi para stakeholders. Oke, kita akan bahas sedikit saja tentang personal branding untuk pribadi seseorang di zaman digital ini.
Personal branding dalam penjelasan ini dimaksudkan untuk fungsional strategis dan taktis sebagai praktisi PR. Karena sejatinya ketika seseorang menjadi seorang praktisi PR, artinya ia telah mendedikasikan dirinya sebagai representasi sebuah organisasi/perusahaan. Mulai dari diri sendiri yang memiliki branding image yang baik, nantinya akan merembet kepada citra positif untuk perusahaan tempat kita bernaung.
Semisal, apakah lazim ketika seorang PR produk susu kesehatan tengah mengunggah foto atau videonya di Instagram tengah menghisap sebatang rokok? Rasanya akan banyak menuai kontroversi dari warganet dalam bentuk komentar. Lho?! Itu kan hak dia? Sedang ga pakai seragam kantor atau sedang merokok di smoking area kok? Ya, itulah salah satu konsekuensi ketika kamu memutuskan menjadi seorang PR. What you (PR) do, what your company looks like, in real life and digital life.