Lihat ke Halaman Asli

Rchigo 20

Mahasiswa

Sikap Mahasiswa dalam Melawan Tindak Kekerasan di Perguruan Tinggi

Diperbarui: 7 Januari 2024   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Kekerasan adalah suatu tindakan yang disengaja yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan untuk menindas dan terus menerus menderita pada pihak yang lemah. Kekerasan dapat terjadi dalam bentuk fisik maupun psikis dan mencakup berbagai bentuk dan contoh seperti penganiayaan, pemukulan, dan pemerkosaan. Berbagai jenis kekerasan meliputi: Kekerasan Langsung seperti pembunuhan, pemukulan, intimidasi, penyiksaan, dan lainnya. Kekerasan Struktural seperti yang terjadi dalam perang melawan (Hayati, 2011).

Kekerasan dapat mencakup emosi atau kemarahan yang tidak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar, dan menghina Tindak kekerasan bisa disertai dengan peristiwa seperti penganiayaan, pemukulan, pemerkosaan, dan lain lain, dan dapat mencakup emosi atau kemarahan yang tidak terkendali. Kekerasan dapat dibedakan sebagai tindakan fisik atau non fisik (verbal atau nonverbal), sosial, dan ekonomi yang mana dapat melanggar hak asasi manusia (Febrianti, 2014).

Dalam konteks masyarakat, kekerasan dapat menyebabkan harga jual beli, yang mencakup penganiayaan, perkelahian, eksploitasi ekonomi melalui kerja paksa untuk memberikan keuntungan ekonomi bagi pelaku, dan lainnya. Kekerasan merupakan salah satu hal yang tidak dibenarkan di dunia ini, dan pelaku tindak kekerasan harus segera diberi hukuman agar mendapatkan efek jera. Namun demikian, perlu diingat bahwa karakter individu tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya faktor penyebab kekerasan, karena faktor lingkungan juga memiliki peran membentuk perilaku kekerasan (Hayati, 2003).

Dalam menghadapi tindakan kekerasan, penting bagi mahasiswa untuk memiliki sikap dan strategi yang positif dan efektif. Dengan mengembangkan keterampilan sosial, mengatasi perasaan emosional, dan meningkatkan komunikasi, mahasiswa dapat mengantisipasi tindak kekerasan dan menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman.

PEMBAHASAN

Mahasiswa adalah seseorang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di perguruan tinggi atau universitas. Mereka terdaftar sebagai peserta didik dan sedang mengejar gelar akademik, seperti sarjana (S1), magister (S2), atau doktor (S3). Mahasiswa terlibat dalam kegiatan akademis, penelitian, dan pengembangan diri selama masa studi mereka. Dengan Pendidikan tinggi mahasiswa di pandang memiliki karakter yang terdidik. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter berupa pengetahuan, kesadaran dan perilaku serta mengamalkan nilai-nilai tersebut terhadap Tuhan Yang Maha Esa, orang lain dan diri sendiri (Kurnia Rahmawati, 2014). Pendidikan karakter melibatkan seluruh komponen lembaga pendidikan (stakeholder) kurikulum, proses pembelajaran, penilaian, kualitas hubungan, penyampaian mata kuliah, pengelolaan lembaga/universitas, sarana dan prasarana, pendanaan, tenaga kerja seluruh mahasiswa. tergabung. dan lingkungan pendidikan.Sebagai individu yang berada dalam fase pendidikan tinggi, mahasiswa memiliki peran dan tanggung jawab tertentu. "Mahasiswa adalah" merupakan awal dari sebuah pernyataan yang dapat diisi dengan berbagai deskripsi dan karakteristik. Berikut adalah beberapa kemungkinan cara untuk melanjutkan pernyataan tersebut: Pertama, Mahasiswa adalah pembelajar sepanjang hayat: Mahasiswa bukan hanya mereka yang terdaftar di sebuah institusi pendidikan. Mereka adalah individu yang terus-menerus mencari pengetahuan, baik di dalam maupun di luar kelas. Mereka memahami bahwa pembelajaran bukan hanya tentang mendapatkan gelar, tetapi juga tentang pengembangan diri dan kontribusi pada masyarakat. Kedua, Mahasiswa adalah garda terdepan perubahan sosial: Mahasiswa seringkali menjadi pelopor perubahan sosial.Mereka memiliki kepekaan terhadap isu-isu sosial, politik, dan lingkungan, serta seringkali terlibat dalam aktivisme untuk mendorong perubahan yang lebih baik dalam masyarakat. Ketiga, Mahasiswa adalah pemimpin masa depan: Mahasiswa adalah pemimpin masa depan yang sedang dalam proses pembentukan. Dengan memperoleh pengetahuan dan keterampilan selama masa studi mereka, mereka diharapkan dapat mengambil peran kepemimpinan di berbagai sektor masyarakat. Keempat, Mahasiswa adalah kelompok diversitas dan inklusivitas: Mahasiswa berasal dari berbagai latar belakang, budaya, dan identitas. Mereka menciptakan lingkungan kampus yang beragam dan inklusif, mencerminkan keragaman masyarakat yang lebih luas. Kelima, Mahasiswa adalah pencari solusi inovatif:

Mahasiswa memiliki kreativitas dan inovasi untuk menciptakan solusi bagi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat. Mereka membawa ide segar dan pandangan baru yang dapat menghasilkan perubahan positif. Keenam, Mahasiswa adalah agen perubahan: Mahasiswa memiliki peran krusial dalam membentuk masa depan masyarakat dan negara. Mereka memiliki energi, pemikiran kritis, dan semangat perubahan yang dapat membawa transformasi positif dalam berbagai bidang, mulai dari pendidikan hingga kebijakan public (Reivich & Shatte, 2002). Pernyataan "Mahasiswa adalah" dapat terus diisi dengan berbagai karakteristik tergantung pada sudut pandang dan tujuan dari pernyataan tersebut. Mahasiswa memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk dan memengaruhi dunia di sekitar mereka. Mahasiswa yang berkualitas adalah mereka yang tidak hanya berfokus pada pencapaian akademis tetapi juga mengembangkan sejumlah keterampilan dan nilai-nilai yang esensial untuk sukses di dunia nyata. Berikut adalah beberapa karakteristik mahasiswa yang berkualitas: Pertama, Berprestasi Akademis Tinggi: Mahasiswa berkualitas menunjukkan dedikasi dan kerja keras dalam mencapai prestasi akademis yang tinggi. Mereka mengambil tanggung jawab terhadap pembelajaran mereka dan menunjukkan minat yang tinggi dalam menguasai materi pelajaran. Kedua, Berorientasi pada Pemecahan Masalah: Mahasiswa yang berkualitas cenderung menjadi pemikir kritis dan kreatif. Mereka mampu mengidentifikasi masalah, menganalisis situasi, dan mencari solusi yang efektif. Keterampilan ini sangat berharga dalam berbagai konteks, baik di dunia akademis maupun profesional. Ketiga, Aktif di Luar Kelas: Mahasiswa yang berkualitas tidak hanya terfokus pada kegiatan akademis, tetapi juga aktif di kegiatan ekstrakurikuler. Mereka mungkin terlibat dalam organisasi mahasiswa, proyek sukarela, atau klub yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Keempat, Kemampuan Komunikasi yang Baik: Mahasiswa yang berkualitas memiliki kemampuan komunikasi yang baik, baik secara lisan maupun tertulis. Mereka mampu menyampaikan ide-ide mereka dengan jelas dan efektif, serta dapat bekerja sama dalam tim. Kelima, Etika Kerja dan Integritas: Etika kerja yang kuat dan integritas merupakan ciri khas mahasiswa berkualitas. Mereka menunjukkan tanggung jawab, disiplin, dan konsistensi dalam menjalankan tugas-tugas mereka tanpa mengorbankan prinsip-prinsip moral. Keenam, Pengembangan Keterampilan Soft Skills: Mahasiswa yang berkualitas mengenali pentingnya keterampilan lunak (soft skills) seperti kepemimpinan, kerjasama tim, kepemimpinan diri, dan kemampuan beradaptasi. Mereka terus mengembangkan keterampilan ini selama masa studi mereka. Ketujuh, Pengalaman Praktis: Mahasiswa berkualitas mencari pengalaman praktis di luar lingkungan akademis. Ini dapat melibatkan magang, proyek penelitian, atau partisipasi dalam kegiatan yang memberikan wawasan langsung terhadap dunia kerja. Kedelapan, Kepekaan Sosial dan Lingkungan: Mahasiswa berkualitas memiliki kepekaan terhadap isu-isu sosial dan lingkungan. Mereka mungkin terlibat dalam kegiatan atau proyek yang berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat atau lingkungan. Kemampuan Mengelola Waktu: Mahasiswa yang berkualitas memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola waktu. Mereka mampu menjaga keseimbangan antara tugas akademis, kegiatan ekstrakurikuler, dan waktu istirahat. Mahasiswa yang berkualitas bukan hanya mencapai kesuksesan akademis, tetapi juga menggabungkan pembelajaran dengan pengembangan keterampilan dan nilai-nilai yang esensial untuk sukses dalam berbagai aspek kehidupan. (Zamroni dalam Rynder.2013). Penting untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif, dan mendukung, di mana mahasiswa dapat tumbuh dan belajar tanpa takut akan tindakan kekerasan. Tindakan kekerasan adalah perilaku atau tindakan yang memiliki niat atau potensi untuk menyakiti, merugikan, atau menyebabkan penderitaan kepada orang lain secara fisik, emosional, atau psikologis. Kekerasan dapat terjadi dalam berbagai konteks, seperti dalam hubungan pribadi, lingkungan kerja, masyarakat, atau bahkan di lingkungan pendidikan seperti perguruan tinggi. tindakan kekerasan yang terjadi pada perguruan tinggi antara pihak-pihak terkait di kampus, termasuk pihak administrasi, staf, dosen dan mahasiswa sendiri (Hakimi, 2019). Tindakan kekerasan dapat memiliki dampak yang serius dan berjangka panjang, tidak hanya pada korban langsungnya tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan tindakan kekerasan memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat, dan individu.

Berikut adalah contoh-contoh tindakan kekerasan di dalam perguruan tinggi yang sedang menjadi sorotan sudut pandang masyarakat seperti: Bullying di Media Sosial, Bullying di Lingkungan Kelas, Tawuran atau Kekerasan Jalanan, Bullying di Hubungan Percintaan, Kekerasan Rasial atau Berbasis Identitas, Pemalakan atau Kekerasan Antar Mahasiswa, dan Pelecehan Seksual antar mahasiswa atau dengan dosen sendiri. Tindak kekerasan seperti ini biasanya terjadi dari beberapa faktor diantaranya yaitu Pertama, Stres Akademis: Mahasiswa seringkali menghadapi tekanan akademis yang tinggi, yang dapat menyebabkan stres dan frustrasi. Hal ini dapat menjadi pemicu untuk konflik dan tindakan kekerasan. Kedua, Persaingan yang Berlebihan: Persaingan yang tidak sehat antar mahasiswa, terutama terkait dengan prestasi akademis atau pelibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler, dapat menyebabkan konflik dan tindakan kekerasan. Ketiga, Ketidaksetaraan dan Diskriminasi: Kekerasan dapat muncul sebagai respons terhadap ketidaksetaraan, diskriminasi rasial, gender, atau bentuk ketidakadilan sosial lainnya di dalam lingkungan kampus. Keempat, Gangguan Kesehatan Mental: Mahasiswa yang mengalami gangguan kesehatan mental mungkin lebih rentan terhadap konflik dan tindakan kekerasan. Perhatikan isu-isu kesehatan mental dan sediakan dukungan yang sesuai.

Faktor yang mengakibatkan terjadinya permasalahan dalam tindakan kekerasan kita sebagai mahasiswa yang memiliki kesadaran dan kualitas maka harus memiliki kepekaan terhadap isu-isu sosial dan lingkungan. Atau melibatkan diri kita dalam kegiatan atau proyek yang berkontribusi pada kesejahteraan mahasiswa atau lingkungan. Apabila tidak di tindak lanjuti maka akan berdampak besar atau fatal. Dampak dari tindakan kekerasan pada mahasiswa salah satunya yaitu Pertama, Gangguan Psikologis: Mahasiswa yang menjadi korban kekerasan dapat mengalami dampak psikologis yang serius, termasuk kecemasan, depresi, atau gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Kedua, Gangguan Belajar: Kekerasan dapat menghambat proses belajar mahasiswa dan mengurangi konsentrasi serta motivasi mereka untuk mencapai potensi penuh. Ketiga, Isolasi Sosial: Mahasiswa yang menjadi korban kekerasan mungkin mengalami isolasi sosial dan kesulitan membangun hubungan interpersonal yang sehat. Keempat, Dampak Fisik: Kekerasan fisik dapat menyebabkan cedera fisik dan memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan mahasiswa. Melalui langkah-langkah untuk mencegah terjadinya Tindakan kekerasan, diharapkan perguruan tinggi dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi seluruh anggotanya, serta mencegah terjadinya tindakan kekerasan. Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya tindakan kekerasan, khususnya di lingkungan perguruan tinggi, meliputi: Pertama, Pembentukan Tim Penanganan Krisis: Bentuk tim penanganan krisis yang dapat merespons dengan cepat terhadap kejadian kekerasan dan memberikan dukungan yang dibutuhkan. Kedua, Pendidikan tentang Konflik dan Resolusi: Laksanakan program pendidikan tentang konflik dan resolusi untuk membantu mahasiswa mengembangkan keterampilan komunikasi dan penyelesaian konflik yang sehat. Ketiga, Promosi Kebudayaan Positif: Dorong budaya kampus yang positif, inklusif, dan menghormati keberagaman. Hindari segala bentuk promosi atau pemberdayaan kekerasan. Keempat, Advokasi untuk Kesejahteraan Mental: Berikan dukungan dan advokasi untuk kesejahteraan mental mahasiswa. Sediakan layanan kesehatan mental dan promosikan kesadaran tentang isu-isu kesehatan mental di kampus (Wagnild, 2014). Kelima, Prosedur Pelaporan: Implementasikan prosedur pelaporan yang jelas untuk mahasiswa yang menjadi korban atau menyaksikan tindakan kekerasan. Pastikan bahwa proses pelaporan bersifat rahasia dan memberikan perlindungan kepada pelapor. Keenam, Program Edukasi: Mengimplementasikan program edukasi untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang konsekuensi kekerasan, serta memberikan pemahaman tentang pentingnya konflik penyelesaian secara damai.

KESIMPULAN

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline