Rekapitulasi akhir hasil pemilu legislatif (pileg) 2014 pada 9 April lalu memang baru bulan depan diumumkan. Meski demikian, metode quick count sudah memberikan gambaran berapa kira-kira perolehan suara partai politik peserta pemilu.
Merujuk hasil quick count beberapa lembaga sigi, PDI Perjuangan akan memenangkan Pileg dengan raihan suara sekitar 19%. Disusul dengan Partai Golkar dengan raihan suara 14%, Gerindra 12%, Demokrat 10%, PKB 9%, PAN 7,6%, PPP 7,2%, PKS 6,5%, Nasdem 6% dan Hanura 5%.
Berbekal proyeksi hasil quick count ini, maka capres-capres sudah bertindak cepat mengatur strategi koalisi. Hal ini disebabkan belum ada partai politik yang mencapai ambang batas peraturan Presidensial Threshold untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden mereka. PDI Perjuangan yang diprediksi banyak akalangan bisa menuai hasil di atas 20 persen setelah mencapreskan Jokowi, ternyata tak mampu juga menggapainya.
Sontak, kubu PDI Perjuangan cepat bergerak. Peta koalisi pun segera dibangun. Setidaknya ada tiga nama yang sudah diicar Jokowi, yakni Ketua Umum PAN, Hatta Rajasa, mantan wakil presiden periode 2004-2009, Jusuf Kalla, dan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar.
Dikubu yang lain, calon presiden dari partai Gerindra juga tak kalah gesit. Prabowo dengan cepat mencoba menjajagi koalisi dengan menimang nama selain dari PDI Perjungan. Yang paling kuat saat ini, ada nama Hatta Rajasa dan Gita Wirjawan.
Sementara itu, calon presiden yang masih kelihatan “adem-ayem” adalah jagoan Partai Golkar. Aburizal bakrie sejauh ini masih kelihatan rileks untuk membangun koalisi terkait bursa capres-cawapres untuk pilpres 9 juli mendatang.
Jika diamati secara cermat, ada satu nama yang muncul untuk dijajaki parpol besar untuk menjadi wakil presiden. Nama itu adalah Hatta Rajasa.
Sejatinya tak cukup mengherankan apabila nama Hatta muncul menjadi “rebutan” calon presiden partai besar. Hatta memiliki tiga modal utama. Pertama adalah modal politik yang cukup baik, yakni suara PAN yang mencapai 7.5% adalah yang tertinggi sepanjang sejarah partai ini berdiri. Kedua, modal sosialnya juga kuat. Yakni Hatta sudah memeiliki popularitas dan elektabilitas di mata public yang lumayan baik. Ketiga, kemampuan mengeksekusi berbagai program kementerian juga cukup luar biasa, yakni 12 tahun jadi menteri.
Pertanyaannya, kemanakah Hatta akan memilih?
Sejatinya, yang bisa menjawab hal ini adalah Hatta Rajasa sendiri. Yang bisa kita lakukan adalah mengkalkulasi kekuatan dan kelemahan pasangan Hatta jika maju bersama jokowi atau prabowo.
Mengingat posisi Cawapres ke depan begitu menentukan, maka menarik untuk mebahas hal ini. Itu sebabnya, taka da salahnya jika kita utak-atik pasangan Hatta Rajasa.