Lihat ke Halaman Asli

Rayyan Yasser

Mahasiswa Sejarah - Manusia Biasa-Biasa Saja

Sejarah Singkat dan Perkembangan Partai Nasional Indonesia (PNI)

Diperbarui: 11 November 2024   07:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lambang PNI - Sumber : Tirto.id/deadnauval - Fadrik Aziz Firdausi.

Pada tahun 1925, Soekarno, Soenarjo, Ali Sastroamidjojo dan Sartono mendirikan sebuah perkumpulan bernama Algemeene Studie Club. Perkumpulan ini berupaya menaungi kaum intelektual muda Indonesia yang memiliki kepedulian Pada 4 Juli 1927, Algemeene Studie Club mengadakan rapat di Bandung. Hasil rapat tersebut menyetujui pembentukan Perserikatan Nasional Indonesia. Rapat tersebut juga menetapkan Soekarno sebagai ketua Umum Perserikatan Nasional Indonesia. Adapun beberapa tokoh lain tokoh yang bergabung dalam kepengurusan Perserikatan Nasional Indonesia yaitu dr. Cipto Mangunkusumo, Anwari, Sartono, Iskaq Tjokroadi surjo, Soenarjo, Budiarto, dan Samsi. Sejak pertama berdiri, Perserikatan Nasional Indonesia ini memiliki sifat radikal, ini terlihat dari strategi perjuangannya sebagai berikut.

  • Nonkooperatif berarti tidak bersedia melakukan kerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda;
  • Selfhelp berarti prinsip menolong diri sendiri, yaitu memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang telah rusak oleh penjajah;
  • Marhaenisme berarti usaha mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan kesengsaraan.

Dalam kongres pertama yang diadakan d Surabaya tahun 1928, Perserikatan Nasional Indonesia berubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Dalam kongres tersebut, Soekarno selaku ketua PNI menjelaskan tiga tujuan PNI sebagai berikut;

Tujuan utama PNI adalah meraih kemerdekaan Indonesia:

  • Perlu adanya upaya melawan imperialisme Belanda yang telah menjadikan Indonesia sebagai sapi perah untuk kepentingan ekonomi pemerintah kolonial Belanda;
  • Untuk menggalang kekuatan dan kerja sama antarorganisasi pergerakan nasional, PNI berkolaborasi dengan Sarekat Islam, Budi Utomo, Paguyuban Pasundan, Sumatranen Bond, Kum Betawi, dan lainnya. Beberapa organisasi tersebut kemudian membentuk wadah perjuangan bernama Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI);

Untuk mencapai tujuan organisasi, PNI memiliki program kerja sebagai berikut.

  • Usaha politik, yaitu memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme) dan kesadaran atas persatuan bangsa Indonesia, memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempereratkerja sama dengan bangsa-bangsa Asia, serta menumpas segala rintangan yang berpengaruh bagi kemerdekaan dan kehidupan politik;
  • Usaha ekonomi, yaitu memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, serta mendirikan bank-bank dan koperasi;
  • Usaha sosial, yaitu memajukan pengajaran yang bersifat nasional, meningkatkan derakat perempuan, memerangi pengangguran memajukan transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat dengan mendirikan poliklinik;

Asas dan tujuan PNI menunjukkan bahwa PNI merupakan organisasi yang berlawanan dengan keinginan pemerintah kolonial Belanda. Hal itulah yang membuat pemerintah kolonial Belanda sering mengintervensi tokoh-tokoh PNI supaya tidak melakukan kegiatan terutama yang berhubungan dengan massa, misalnya penyelenggaraan rapat-rapat umum. Meskipun tekanan dari kolonial Belanda sangat demikian, semangat pantang menyerah tokoh PNI tetap berkobar dan tak padam. Pada 9 Juli 1929 pemerintah kolonial Belanda dengan jelas menyatakan kecurigaannya pada PNI. Pada 6 Agustus 1929 pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan surat ancaman/peringatan kepada PNI. Ancaman dan provokasi dari pemerintah kolonial Belanda tersebut tidak dihiraukan oleh para tokoh PNI.

Pada akhir tahun 1929 beredar isu bahwa PNI bersiap melakukan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda pada 1930. Akibat desakan kaum revolusioner dan parlemen Belanda, pemerintah kolonial Belanda menangkap anggota PNI. Pada 29 Desember 1929 pemerintah kolonial Belanda menangkap empat tokoh PNI. Keempat tokoh tersebut yaitu Soekarno (ketua PNI), Gatot Mangkoepraja (sekretaris PNI), Markoen Soemadiredja (sekretasis PNI cabang Bandung), dan Soepriadinata (anggota PNI cabang Bandung). Mereka diadili di pengadilan Bandung pada 18 September 1930.Pemerintah kolonial Belanda menuduh keempat tokoh PNI tersebut melanggar pasal 153 dan 169 KUHP karena dianggap mengganggu ketertiban umum dan menentang kekuasaan Belanda.

Pada 25 September 1930 menjelang pengadilan dijatuhkan, Soekarno menyampaikan pidato pembelaan berjudul ‘Indonesia Menggugat’. Salah satu kutipan pidato ‘Indonesia Menggugat’ berbunyi demikian, “Kini telah menjadi jelas bahwa pergerakan nasional di Indonesia bukanlah bikinan kaum intelektual dan komunis saja, tetapi merupakan reaksi umum yang wajar dari rakyat jajahan yang dalam batinnya telah merdeka. Revolusi Inddonesia bukanlah revolusi kelompok kecil kaum intelektual, tetapi revolusinya bagian terbesar rakyat dunia yang terbelakang dan diperbodoh.”

Pidato pembelaan tersebut membangun kesadaran bangsa Indonesia tentang dampak kolonialisme dan imperialisme. Selain itu, pidato tersebut mendorong penguatan kesadaran bangsa Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan. Akan tetapi, pidato pembelaan yang diajukan Soekarno tidak berpengaruh terhadap vonis pengadilan. Pengadilan tetap menjatuhkan hukuman penjara empat tahun kepada Soekarno dan para petinggi PNI lainnya pada 22 Desember 1930. Soekarno akhirnya ditahan di penjara Sukamiskin, Bandung.

Semerdekaan, PNI terpecah menjadi dua, yaitu Partai Indonesia (Partindo) dan Partai Nasional Indonesia (PNI-Baru). Partindo dipimpin oleh Sartono, sedangkan PNI-Baru dipimpin oleh Moh. Hatta dan Sutan Sjahrir. Dalam perkembangannya, PNI-Baru mengutamakan pendidikan politik dan sosial, sedangkan Partindo mengedepankan aksi massa sebagai senjata untuk mencapai kemerdekaan. Meskipun demikian, kedua strategi politik yang diterapkan Partindo dan PNI-Baru belum mencapai hasil maksimal. Pada 1933 kedua organisasi tersebut dibubarkan. Sementara itu, Soekarno, Moh. Hatta, dan Sutan Sjarir diasingkan ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Pasca-kemerdekaan, PNI tampil menjadi sebuah partai besar dalam perpolitikan Indonesia. PNI memenangkan Pemilu legislatif tahun 1955 dengan menjadi partai terbesar dengan persentase suara rakyat dan jumlah kursi yang dimenangkan. Bersama dengan partai lainnya yang juga mendominasi perpolitikan yakni Masyumi, Nahdlatul Ulama, dan PKI. Kemenangan PNI tidak lepas dari peran Soekarno yang kuat dalam perjalanan partai tersebut. Pada perkembangan selanjutnya, yakni tahun 1973 ketika fusi partai diberlakukan di zaman presiden Soeharto, PNI bergabung dengan partai lain seperti Parkindo, IPKI, Partai Murba, dan Partai Katolik menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline