Pendahuluan
Pentingnya elemen-elemen pesantren adalah kunci utama dalam eksistensi berdirinya pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berdiri dan menopang kehidupan. Guna menyempurnakan hasil ajar dan menyebarkan dakwah dan syariat islam. Semangat pesantren di dalam melakukan pengembangan dan penyesuaian dengan tuntutan zaman menyebabkan keberadaan pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan dalam masyarakat mengalami pengakuan eksitensi.
Elemen-Elemen di Pondok Pesantren
- Pondok / Asrama
Semua berawal seorang yang ingin mengajar kepada seorang yang dianggap mampu atau juga disebut Kiai, yang mulanya hanya mengajar anak-anak dari masyarakat setempat, karena pertumbuhannya yang semakin meningkat dan mereka tidak hanya berasal dari daerah yang dekat, melainkan dari berbagai luar daerah bahkan dari tempat yang jauh seperti luar pulau, hal ini dikarenakan kharisma dari seorang Kiai atau kedalaman ilmu yang menyebar dari mulut ke mulut, maka para santri ditempatkan di beberapa bagian masjid.
Kemudian setelah perkembangan santri yang semakin banyak dan ruangan pun tidak mencukupi maka kemudian dibangunlah asrama/pondok yang pada awalnya model cangkruk yaitu bilik yang terbuat dari bambu.
Pengembangan ini ada yang diperoleh dari uang pengasuh sendiri, swadaya masyarakat dan ada pula yang memang wali santri membawa bahan sendiri seperti kayu, bambu, genteng dari rumah mereka sendiri dan ada pula yang iuran dan dibayar selama satu tahun
Dhofier berpendapat bahwa ada tiga alasan kenapa pesantren harus menyediakan asrama bagi para santri:
1) Kemasyhuran seorang Kiai dan kedalamam pengetahuannya tentang Islam menarik santri-santri dari jauh untuk dapat menggali ilmu dari Kiai tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama, para santri tersebut harus meninggalkan kampung halamannya dan menetap di dekat kediaman Kiai.
2) Hampir semua pesantren berada di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk menampung santri-santri dengan demikian perlulah adanya suatu asrama khusus bagi para santri.
3) Ada sikap timbal balik antara Kiai dan santri dimana para santri menganggap Kiainya seolah-olah sebagai bapaknya sendiri/orang tua. Sedangkan Kiai menganggap santrinya seolah-olah titipan Tuhan yang harus senantuasa dilindungi. Sikap timbal balik ini menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan terus-menerus.
- Masjid
Masjid adalah bangunan yang menjadi simbol sakral dari umat Islam karena tempat ini juga dikenal dengan sebutan rumah Allah, sejak zaman Nabi Muhammad masjid telah menjadi pusat pendidikan Islam selain untuk sementara pengajian di laksanakan di rumah sahabat Arqom bin Abi al Arqom, demikian juga dengan kaum muslimin sebagaimana disebutkan Laiden yang dikutip Dhafier selalu memfungsikan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, efektifitas administrasi dan kultural. Hal ini berlangsung selama 13 abad.
Oleh karena itu kultur ini kemudian diadopsi oleh Kiai yang ingin mengembangkan pondok pesantren, biasanya pertama kali Kiai ini mendirikan masjid di dekat rumahnya untuk mendidik para santri terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah dan sembahyang jum'at dan pengajaran kitab Islam klasik.
Keberadaan masjid ini sebagai magnet sekaligus sebagai tempat untuk menyelenggarakan pengajian, pendidikan dan kegiatan ibadah.
- Kyai
Kyai merupakan tokoh sentral dalam pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran. Karena itu kyai adalah salah satu unsur yang paling inti dalam kehidupan suatu pondok pesantren.
Perkembangan, kelangsungan dan kemasyhuran suatu pondok pesantren banyak tergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, kharismatik dan wibawa serta keterampilan kyai yang bersangkutan dalam mengelola pesantrennya.
Dalam hal ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab ia adalah tokoh sentral dalam pesantren serta tokoh kunci yang menentukan corak kehidupan pesantren. Semua warga pesantren tunduk kepada kyai. Mereka berusaha keras melaksanakan semua perintahnya dan menjauhi semua larangannya, serta menjaga agar jangan sampai melakukan hal-hal yang sekiranya tidak direstui kyai, sebaiknya mereka selalu berusaha melakukan hal-hal yang sekiranya direstui kyai.
- Pengajaran Kitab-Kitab Klasik
Kitab-kitab Islam Klasik yang lebih akrab dengan "kitab kuning" sebagai khazanah keilmuan dan warisan ulama terdahulu sangat akrab di lingkungan pesantren. Kitab yang sejatinya hasil karya tulis para ulama masa lampau itu bukan hanya sebagai ikon yang khas dan unik bagi pesantren, melainkan juga mata rantai yang menyambungkan tradisi keilmuan Islam masa lampau dengan masa kini.
Menurut Azyumardi Azra, kitab kuning merefleksikan perkembangan sejarah sosial Islam di Indonesia, sedangkan pesantren adalah lembaga pendidikan tertua yang melekat dalam perjalanan kehidupan masyarakat Indonesia sejak 600 tahun yang silam sejak abad ke-15 mengiringi masuknya Islam ke negeri ini, yang dikategorikan sebagai lembaga pendidikan yang unik dan mempunyai karakteristik tersendiri yang khas.
Kekhasan kitab kuning adalah penyajian setiap materi dalam satu pokok bahasan selalu diawali dengan mengemukakan definisi-definisi yang tajam, yang memberi batasan pengertian secara jelas untuk menghindari salah pengertian terhadap masalah yang sedang dibahas.
Setiap unsur materi bahasan diuraikan dengan segala syarat-syarat yang berkaitan dengan objek bahasan kajian dan pada tingkat syarah (ulasan atau komentar) dijelaskan pula argumentasi penulisnya, lengkap dengan penunjukan sumber hukum.
Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, terutama karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi'iyah, merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk mendidik calon-calon ulama.
Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan menjadi delapan kelompok: Nahwu dan Shorof (morfologi), Fiqh, Ushul Fiqh, Hadist, Tafsir, Tauhid, Tasawuf dan Etika, cabang-cabang lain seperti Tarikh dan Balaghah. Kitab-kitab tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu: kitab-kitab dasar, kitab-kitab tingkat menengah dan kitab-kitab besar.
- Santri
Santri merupakan julukan bagi seorang pelajar yang menuntut ilmu agama di ranah pesantren. Biasanya santri selain menuntut ilmu agama, para santri juga dituntut untuk tinggal di asrama. Santri meninggalkan orang tua dan keluarga di rumah demi menuntut ilmu agama yang lebih mendalam. Santri dididik untuk disiplin dari mulai beribadah mengatur waktu dan belajar.
Selain itu, santri dituntut untuk hidup sederhana seperti makan yang sederhana. Menurut Gus Ach Dhofir Zuhry, Santri berasal dari kata Shastri yang dalam bahasa sanskerta artinya orang yang mempelajari kitab suci di per-Shastrian atau yang biasa dikenal dengan pesantren. Sehingga dapat diartikan santri adalah seseorang yang belajar ilmu agama di pesantren.
Referensi
Abdurrahman Wahid. (2001). Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren. Yogyakarta: LkiS.
Azyumardi Azra. (2001). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru. Jakarta: Kalimah.
M. Bahri Ghazali. (2002). Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta: CV Prasasti.
Zamakhsayari Dhofier. (2011). Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H