Lihat ke Halaman Asli

Raynaldi Prabowo

Universitas Indonesia

Mengenal Biota Laut: Gurita Cincin Biru, Makhluk Cantik Berbisa Mematikan

Diperbarui: 28 Oktober 2020   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar via divescotty.com

Membahas tentang gurita, sebagian dari kita mungkin langsung teringat dengan Paul, gurita yang sempat viral di tahun 2010. Paul yang dipelihara di Sea Life Center, Oberhausen, Jerman itu dijadikan sebagai 'peramal' hasil pertandingan piala dunia 2010. Entah kebetulan atau bagaimana, dari delapan pertandingan yang ia ramal, Paul berhasil menebak seluruh pemenang pertandingan dengan benar. Paul saat itu sedikit banyak membentuk pandangan orang terhadap gurita, bahwa gurita merupakan hewan cerdas dan jinak yang sama sekali tidak berbahaya bagi manusia. Ternyata, hal ini tidak sepenuhnya benar.

Jika kalian adalah orang-orang yang sering belibur ke pantai, ada baiknya berhati-hati dengan gurita yang satu ini. Siapa sangka, gurita kecil yang hanya berukuran sebesar bola golf ternyata mampu membunuh sepuluh orang dewasa dalam hitungan menit. Bagaimana kita dapat mengenali hewan ini?

Gurita cincin biru (Hapalochlaena maculosa) merupakan salah satu hewan berbisa mematikan di lautan. Hewan ini memiliki karakteristik morfologi yang khas. Warna dasar tubuh hewan ini umumnya gelap, dari coklat sampai abu-abu. Pada mantel, kepala, dan lengan terdapat corak berupa cincin berwarna biru yang tidak terlalu menyala. Namun, cincin biru ini dapat berubah menjadi terang menyala jika gurita merasa terancam. Hal ini ditambah dengan adanya lingkaran hitam di luar dan dalam cincin biru yang membuat warna semakin kontras. Gurita cincin biru memiliki ukuran tubuh yang bervariasi. Individu muda dapat berukuran hanya 4 mm, sedangkan individu dewasa dapat tumbuh sepanjang 20 cm (ukuran apabila lengan terentang lurus).

Ukuran tubuh yang kecil membuat gurita cincin biru mampu hidup di bawah atau celah-celah pada terumbu karang di perairan laut dangkal. Hewan ini juga dapat ditemukan dasar pantai berpasir atau berlumpur. Gurita cincin biru tersebar sepanjang perairan laut tropis di kepulauan Indo-Pasifik mulai dari Jepang, Indonesia, Malaysia, Filipina, Australia, sampai Vanuatu.

Keberadaan gurita cincin biru di perairan dangkal membuat kita harus berhati-hati. Walaupun biasanya bersembunyi di bebatuan, dasar laut, atau terumbu karang, gurita cincin biru dapat keluar untuk berburu mangsa. Mangsa hewan ini meliputi krustacea kecil seperti udang dan kepiting, maupun moluska lain seperti siput dan kerang.  Gurita cincin biru berburu mangsanya dengan cara menangkapnya dengan lengan, kemudian menggigitnya dengan paruh, lalu menyemprotkan cairan bisa/toksin ke tubuh mangsanya. Cairan toksin akan melumpuhkan mangsanya dalam hitungan menit. Predator gurita cincin biru adalah beberapa jenis ikan seperti belut moray. Konflik gurita cincin biru dengan manusia bisa menjadi berbahaya karena hewan ini dapat menganggap manusia sebagai predatornya.

Walaupun pada dasarnya gurita cincin biru adalah hewan soliter yang suka bersembunyi, namun hewan ini akan bereaksi jika terdapat pesaing dan predator yang memasukki wilayahnya. Mekanisme pertahanan diri gurita cincin biru dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, gurita cincin biru dapat menyemprotkan cairan hitam untuk mengaburkan pandangan predator lalu melarikan diri. Kedua, jika telah terdesak oleh predator, gurita cincin biru dapat menggigit predator dengan paruhnya yang kuat, lalu menyemprotkan cairan toksin melalui luka pada tubuh predatornya.

Gurita cincin biru memiliki dua jenis toksin yang spesifik terhadap target yaitu maculotoxin dan hapalotoxin. Maculotoxin digunakan sebagai pertahanan diri dari predator, sedangkan hapalatoxin digunakan untuk berburu mangsa. Kedua jenis toksin ini tidak diproduksi oleh tubuh gurita, melainkan hasil dari simbiosis dengan bakteri dari kelompok Vibrionaceae, Pseudomonas dan Photobacterium phosphoreum pada kelenjar ludah gurita cincin biru. Maculotoxin seringkali disebut tetrodotoxin (TTX) karena keduanya sangat mirip. TTX dikenal sebagai toksin yang mematikan bagi manusia.

Pada kebanyakan kasus konflik dengan manusia, gurita cincin biru dipegang secara sengaja karena dianggap menarik. Gurita cincin biru yang terdesak mencoba merespon dengan merpertajam warna cincin pada tubuhnya. Namun, warna yang semakin terlihat indah semakin membuat orang-orang ingin memegangnya. Ukuran tubuh gurita cincin biru yang kecil juga dirasa tidak memberi ancaman bagi manusia. Saat tergigit, luka hanya berupa goresan yang seringkali tidak terasa. Namun, dari luka goresan ini gurita cincin biru memasukkan tetrodotoxin ke dalam peredaran darah manusia.

Beberapa menit setelah digigit, korban akan mati rasa atau gatal di sekitar leher dan muka, kesulitan berbicara bahkan menelan. Saat bisa/toksin menyebar ke sistem saraf, korban akan merasa lemas bahkan lumpuh. Pada kasus yang parah, korban dapat mengalami kesulitan bernapas. Kasus kematian umumnya disebabkan oleh gagal napas. Sampai saat ini, kasus yang dilaporkan kebanyakan berasal dari Australia, sedangkan di Indonesia belum ada laporan mengenai kasus terkena toksin gurita cincin biru ini. Tingkat kematian akibat toksin gurita cincin biru terbilang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 50-60% .

Saat ini, belum ditemukan adanya serum antibisa dari tetrodotoksin sehingga cara terbaik adalah menghindari konflik dengan hewan ini. Namun, jika tidak sengaja tergigit, pertolongan pertama dapat dilakukan dengan mengikat bagian luka dengan perban atau kain agar dapat menghambat penyebaran toksin. Bagian luka dibuka setiap 10 menit selama 1,5 menit lalu direndam dengan air hangat selama 30-90 menit. Korban harus diawasi setiap saat. Apabila korban kesulitan bernapas, korban dapat dibantu dengan diberikan napas buatan. Apabila korban muntah terus menerus, korban harus diposisikan miring agar muntah dapat langsung keluar dan korban tidak tersedak. Disarankan untuk mencari pertolongan medis secepatnya.

Meningkatkan kewaspadaan terhadap hewan ini bukan berarti harus menjauh dari pantai. Jumlah gurita cincin biru di lautan cenderung sedikit karena jumlahnya dibatasi oleh individu betina yang hanya bisa bertelur sekali seumur hidupnya. Kemampuan untuk mendeteksi perbedaan kelamin di antara spesies ini juga diketahui tidak berkembang dengan baik. Jika jantan 'beruntung' melakukan perkawinan dengan betina (bukan sesama jantan), spermatophore akan ditransfer hektokotil pada lengan ke dalam organ mantel betina. Dengan cara inilah reproduksi terjadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline