Lihat ke Halaman Asli

Raymond Matthew

Mahasiswa - Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Mengalami Konflik antara Keyakinan, Nilai, dan Tindakan dalam Sehari-hari? Normal!

Diperbarui: 24 September 2023   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

challengedkidsinternational.wordpress.com

Sebagai seorang manusia, kita mengetahui bahwa kehidupan manusia sangatlah kompleks, dan setiap orang akan sering dipertemukan dengan berbagai pilihan dan situasi yang sulit dalam sepanjang hidup mereka. Ketika seseorang sudah memiliki nilai-nilai yang sudah dipercayainya, namun terdapat pengalaman yang berbeda dalam suatu konteks yang dialami seseorang tersebut. 

Hal seperti ini dapat menciptakan beragam pemikiran dan keyakinan yang mungkin dapat menjadi saling bertentangan. Hal seperti ini disebut sebagai Disonansi Kognitif.

Disonansi Kognitif didefinisikan sebagai ketidakcocokan psikologis yang muncul ketika individu memiliki pemikiran atau keyakinan yang bertentangan satu sama lain. Teori ini juga menghipotesiskan bahwa individu cenderung merasa ketidaknyaman ketika mereka mengalami disonansi kognitif dan akan mencari cara untuk menguranginya (Crano, Cooper & Forgas, 2010).

Sobat Kompasiana pasti secara sadar maupun tidak sadar, sering dipertemukan dengan Disonansi Kognitif dalam sehari-hari, sebagai contoh ketika terdapat situasi dimana dua kognisi berada dalam hubungan disonan yaitu ketika terdapat seseorang yang memiliki gagasan bahwa “mengkonsumsi makanan-makanan cepat saji (Junk Food), akan berdampak buruk terhadap kesehatan saya.” Biasanya terdapat disonan dengan kognisi bahwa “saya sangat menyukai makanan-makanan cepat saji.” Hal seperti ini merupakan “keadaan negatif dan tidak menyenangkan yang terjadi setiap kali seseorang memiliki dua kognisi yang psikologis tidak konsisten” (Aronson, 1968, hal. 6). 

Disonansi seperti kasus diatas dapat menimbulkan kondisi psikologis dan fisik yang tidak nyaman, namun menurut Harmon-Jones et al., 2011, ketidaknyamanan yang timbul dari disonansi tersebut akan mendorong individu untuk mengambil langkah-langkah untuk menguranginya, seperti semisal kasus permasalahan makanan cepat saji diatas, individu yang memiliki disonan kognisi tersebut akan mengambil langkah-langkah untuk menguranginya seperti berpikir “mengurangi” mengkonsumsi makanan cepat saji adalah yang terbaik. 

Contoh lain dari permasalahan Disonansi Kognitif yang sering terjadi dalam manusia adalah ketika seseorang mengetahui bahwa diri mereka memiliki masalah dengan keuangan dan seharusnya menghemat uang. Namun, mereka terus membeli barang-barang mewah atau mahal. Ini menciptakan disonansi karena ada ketidakcocokan antara pengetahuan tentang kondisi keuangan mereka dan perilaku pengeluaran yang berlebihan.

Permasalahan-permasalahan Disonansi Kognitif juga dapat disebabkan oleh pesan-pesan persuasif yang ditimbulkan dari hal-hal seperti iklan, konten media dan lain sebagainya. Seperti salah satu contohnya dan penulis menganggap hal ini relevan dengan masyarakat yang ada di Indonesia adalah adanya Kampanye anti-rokok kepada perokok. 

Misalkan ada seseorang yang telah terpapar kepada kampanye anti-rokok yang memiliki pesan persuasif yang kuat tentang risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh merokok. 

Mereka telah melihat iklan-iklan yang memberikan peringatan tentang potensi kanker paru-paru, penyakit jantung, dan masalah-masalah yang berhubungan dengan merokok. Mereka telah menerima informasi yang meyakinkan tentang pentingnya berhenti merokok, tetapi, individu tersebut masih melanjutkan kebiasaan merokok mereka karena mereka sudah lama terbiasa merokok dan menghadapi kesulitan untuk berhenti (kecanduan). 

Disini konflik batin yang disebut disonansi kognitif dalam diri mereka tercipta. Di satu sisi, mereka memiliki pengetahuan tentang bahaya merokok yang mereka peroleh dari kampanye anti-rokok. Namun, di sisi lain, mereka terus merokok, yang bertentangan dengan pengetahuan mereka tentang risikonya. Dalam konteks ini, disonansi kognitif terkait dengan upaya komunikasi persuasif yang berusaha mengubah sikap atau perilaku individu. 

Meskipun individu menerima pesan persuasif yang kuat tentang bahaya merokok, mereka masih mengalami kesulitan dalam mengubah perilaku mereka karena ada ketidakselarasan antara pengetahuan dan tindakan mereka. Mereka mungkin mencari cara untuk mengurangi disonansi ini, seperti mencari dukungan untuk berhenti merokok atau mencoba memberikan pembenaran untuk melanjutkan kebiasaan merokok mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline