Lihat ke Halaman Asli

"Sungkan" di Era Digital: Adaptasi Generasi Muda terhadap Norma Sosial

Diperbarui: 10 Juni 2024   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kalian tau kata "sungkan", kata tersebut merupakan istilah kata berasal dari bahasa yang telah menjadi bagian dari kosa kata bahasa Indonesia. Istilah ini mengacu pada perasaan segan atau tidak enak hati ketika berinteraksi dengan orang lain, yang sering dialami seseorang dalam interaksi sosial terutama ketika merasa khawatir menggagu atau menyusahkan orang lain. Meskipun berakar dari budaya Jawa, sungkan dikenal luas di seluruh Indonesia dan merupakan bagian penting dari norma sosial yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari dan menjadi bagian penting dari etika sosial.

Generasi muda, yang tumbuh bersama media sosial dan komunikasi digital, kini menghadapi tantangan untuk beradaptasi dengan konsep ini dalam konteks modern. Disatu sisi, mereka harus tetap menghormati nilai-nilai tradisional seperti rasa sungkan, sementara disisi lain, mereka juga ingin mengekspresikan diri secara bebas dan terbuka di dunia digital.

Teknologi telah mengubah cara berkomunikasi dan berinteraksi, memungkinkan lebih banyak kebebasan namun juga membawa tantangan baru dalam menjaga etika dan sopan santun. Misalnya, dalam komunikasi daring, nuansa sungkan bisa hilang karena ketidakmampuan menyampaikan bahasa tubuh dan intonasi suara. Selain itu, media sosial sering kali mendorong keterbukaan dan keberanian untuk mengungkap pendapat secara langsung, yang kadang bertentangan dengan budaya sungkan.

Bahkan sering kali banyak generasi muda suka berdebat di dalm kolom komentar di postingan salah satu conten creator. Mereka sama-sama saling tidak kenal satu sama lain dan tidak mengetahui berapa umur dari seseorang tersebut. Seringkali jga disaat berdebat muncul kata-kata kasar yang bisa menjadikan seseorang tersinggung dan berakibat munnculnya amarah dari seseorang, dan yang akhirnya mereka saling ejek-mengejek tanpa memfilter ketikan mereka.

Adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah merubah cara generasi muda berkomunikasi. Pada saat ini media sosial, seperti Instagaram, Tiktok, Twitter , dan platform digital lainnya. Memungkinkan interaksi yang lebih efisien dan cepat. Menurut George Herbert Mead Teori Komunikasi Interpersonalkomunikasi yang efektif terjadi ketika pesan dapat dikodekan pengirim dan dikodekkan penerima pesan.

Dalam konteks digital saat ini, generasi muda menggunakan teks dengan tambahan seperti, emoji, stiker untuk menyampaikan sebuah emosi sehingga pesan lebih tersampaikan lagi. Penggunaan emoji dapat membantu mengurangi ambiguitas dalam komunikasi teks dan membantu penerima memahami konteks emosional pesan tersebut.

Adaptasi generasi muda terhadap norma sosial di era digital menunjukan kemampuan luar biasa untuk beradaptasi dengan perubahan. Dengan merujuk pada Teori Komunikasi Interpersonal, kita dapat memahami lebih dalam bagaimana generasi muda dapat menciptakan norma-norma sosial yang sesuai dengan realitas digital mereka. Era digital, dengan segala kompleksitasnya, membuka peluang bagi generasi muda untuk membentuk norma sosial yang lebih inklusif, dinamis, dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline