Lihat ke Halaman Asli

Peran Mahasiswa dalam SDGs Indonesia Demi Menyejajarkan dengan Negara Maju

Diperbarui: 4 Oktober 2021   16:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pembangunan ekonomi dan kesehatan populasi memiliki hubungan timbal balik dalam berjalannya pertumbuhan suatu negara, sehingga kedua hal tersebut harus bijak dalam pembangunannya secara berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan sendiri adalah pembanguan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup orang di suatu negara atau seluruh dunia baik generasi saat ini dan yang akan datang yang pastinya tidak mengeksploitasi secara berlebihan sumber daya alam. 

Sebelum adanya program SDGs yang dikenal Sustainable Development Goals atau tujuan pembanguan berkelanjutan dalam Bahasa Indonesia, MDGs sebagai Millenial Development Goals telah merumuskan agenda pembangunan dunia di 2015. Disepakatinya dokumen "The Future We Want" pada UN Conference on Sustainable Development di 2012 oleh PBB, menjadi pendorong terjadinya SDGs. 

MDGs sendiri telah mencapai 49 target sebelumnya, untuk SDGs ini akan terbagi menjadi 169 target yang secara umum berisikan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi juga kualitas di lingkungan masyarakat secara berkelanjutan bagi generasi berikutnya. 

Tujuan utama yang pasti untuk melanjutkan program yang belum tercapai pada MDGs sebagai penyempurnanya karena SDGs sendiri memiliki ruang lingkup yang luas melibatkan berbagai negara dengan tujuan yang universal bagi negara maju maupun berkembang. Kemudian program ini sendiri lebih menitikberatkan kepada Hak Asasi Manusia (HAM) agar tidak terjadi adanya diskriminasi dalam penganggulangan kemiskinan di berbagai aspek. Program ini melibatkan pemerintah dan parklemen, organisasi kemasyarkaktan, media massa, pakar, dan lainnya yang mencakup sehingga target yang dicakup secara melnyeluruh dibandingkan MDGs hanya setengah atau sebagian.

Peran Mahasiswa dalam Menyongsong SDGs Guna Menyejajarkan Indonesia dengan Negara Maju

Pembangunan secara berkelanjutan ini diimplementasikan kepada MDGs pada tahun 2001 hingga 2015 yang kemudian dilanjutkan dengan perluasan oleh SDGs dikarenakan program sebelumnya masih banyak tujuan dan target terbilang tidak tercapai, seperti masalah kemiskinan karena MDGs kurang memperhatikan permasalahan yang bersifat inklusif, keberlanjutan. Program ini juga tidak melihat permasalahan tentang kesetaraan gender dan hak asasi manusia, meskipun MDGs sebenarnya ingin diterapkan di seluruh negara namun kenyataannya hanya pada negara berkembang yang notabene miskin dan dibantu oleh negara kaya.

Di Indonesia sendiri, indikator keberhasilan telah terlihat di berbagai aspek seperti menurunnya Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi, juga meningkatnya Angka Harapan Hidup. Namun, beberapa permasalahan masih belum dapat diselesaikan seperti prevalensi stunting, wasting, dan malnutrisi sendiri, bahkan menurut WHO menjadi salah satu yang tertinggi di negara ASEAN. 

Terlebih lagi, guncangan dari perubahan iklim yang akan mengancam pangan di Indonesia. Hal ini juga dipengaruhi karena anak-anak miskin di Indonesia memiliki kemungkinan dua kali lipat lebih besar untuk terjangkit dibandingkan anak-anak seusia yang tidak tergolong miskin. Penyebabnya antara lain karena adanya ketimpangan akses terhadap sanitasi dan air minum yang layak digunakan, layanan kesehatan, tingginya kapasitas nutrisi yang harus dipenuhi, dan kelayakan fasilitas atau akses praktik pengurusan dan pemberian makanan pada balita karena status ekonomi dan lokasi geografis masyarakat yang tidak dapat diakses.

Permasalahan selanjutnya berhubungan dengan hal yang sebelumnya dijelaskan, yaitu wasting yang penyebabnya sendiri juga karena buruknya nutrisi dari ibu saat sebelum dan masa kehamilan. Buruknya nutrisi ini akibat dari tingginya harga makanan bergizi sehingga hampir setengah rumah tangga di Indonesia tidak mampu menerapkan pola makan sehat dengan harga relatif murah. Pengaruh utama penyebab seluruh permasalahan adalah kemiskinan. 

Indonesia sendiri berhasil menurunkan tingkat kemiskinan ke angka satu digit, namun hal tersebut belum dapat menyelesaikan kemiskinan yang lebih rendah seperti kemiskinan ekstrem secara menyeluruh, karena masyarakat yang tergolong seperti ini lebih sulit untuk keluar dikarenakan berada dalam keadaan yang lebih dari ketidakmampuan finansial, contohnya tempat tinggal yang terpencil sehingga benar-benar tidak dapat diakses untuk pemberian layanan kesehatan, pendidikan, sanitasi, juga listrik.

 Permasalahan ini salah satunya berada di kawasan timur Indonesia karena tingkat kemiskinan lebih tinggi dibandingkan kawasan barat Indonesia contohnya seperti Provinsi Papua sehingga memerlukan intervensi kebijakan yang khusus agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara efektif, apalagi jika kawasan tersebut rentan dengan terjadinya bencana alam yang berakibat dengan meningkatnya potensi kemiskinan lagi. Tidak hanya itu, perlu dipastikan juga masyarakat yang sedikit berada diatas garis kemiskinan juga tidak jatuh kebawah garis kemiskinan lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline