Hukum Progresif lahir dari refleksi pemikiran Satjipto Rahardjo terhadap implementasi hukum di Indonesia yang cenderung formalistik, statis dan kaku. Penegakan hukum yang cenderung memaksakan hukum kepada manusia, seakan-akan membuat manusia berada pada titik subordinat. Sehingga membuat hukum terisolir dari tujuannya, padahal sejatinya hukum datang untuk manusia dan ada untuk melayani manusia. Satjipto Rahardjo menilik bahwa penegakan hukum perlu memanifestasikan substansi hukum dengan mempertimbangkan situasi sosial dan kemanusiaan tanpa hanya berfokus pada penerapan legalistic formil dan materil.
Menurut Artidjo kebuntuan hukum Indonesia yang berdampak kaku dan cenderung formalistik, tidak terlepas dari doktrin hukum Eropa Kontinental abad 18 yang menekankan hukum pada wujud positifis dibanding utilitas dan keadilan. Supremasi hukum menjadi asas fundamental yang absolut tanpa memandang paradigma sosiologi, akhirnya membuat penegak hukum seakan-akan menjadi corong undang-undang dalam menjalankan tugasnya.
Tujuan hukum progresif adalah agar hukum terkonsentrasi kepada kebutuhan dan kesejahteraan manusia baik dari segi kondisi sosial, budaya dan tentunya keadilan bagi masyarakat. Dalam mewujudkan hal tersebut, dibutuhkanlah pranata hukum yang mengedepankan keadilan, kemanusiaan dan kemanfaatan hukum yang bisa dirasakan dalam memenuhi hak-hak manusia di dalam hukum.
Pranata hukum yang progresif mempunyai tendensi pada upaya sistem hukum untuk tidak hanya menegakkan aturan, tetapi juga berperan aktif dalam menciptakan kondisi yang mendukung kesejahteraan sosial. Dalam konteks ini, hukum tidak hanya dipandang sebagai alat penegakan ketertiban, tetapi juga sebagai instrumen yang mendukung pemerataan kesejahteraan, keadilan sosial, dan pemberdayaan masyarakat.
Fungsi hukum dalam mewujudkan kesejahteraan sosial mencakup peran yang lebih dari sekadar pengaturan atau penegakan ketertiban; akan tetapi harus juga berfungsi untuk melindungi hak-hak masyarakat, menjaga keseimbangan ekonomi, dan memastikan keadilan bagi semua pihak. Melalui pengaturan yang adil dan perlindungan terhadap hak-hak dasar, hukum berkontribusi langsung dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera, aman, dan berkelanjutan.
Esensi dari hukum progresif sendiri secara hierarkis menampatkan manusia pada titik superior, yakni adanya hukum adalah untuk mencapai tujuan baik yang diinginkan oleh manusia dalam mencapai kesejahteraan hidup. Adanya hukum ialah sebagai pelayan manusia yang berimplikasi pada bagaimana hukum mengakomodasi manusia untuk mencapai tujuannya bukan justru menghambat manusia terutama dalam mendapatkan hak-haknya.
Dalam mencapai tujuannya, hukum progrsif mempunyai prinsip yang sangat fundamentalis sebagai berikut:
Keadilan Substantif Merupakan Basis Penerapan Hukum, Hukum progresif menekankan bahwa hukum harus berfungsi untuk mencapai keadilan substantif, bukan hanya kepastian hukum. Keadilan substantif berarti mempertimbangkan keadilan yang sesungguhnya dirasakan masyarakat, bukan hanya sekadar penerapan aturan secara kaku.
Hukum dengan Mengikuti Fleksibilitas Sosial Dalam hukum progresif, Hukum mengikuti perkembangan masyarakat yang dinamis, apapun kebutuhan Masyarakat terhadap hukum kedepannya,maka hukum turut andil dalam memberikan alternatif dan solutif untuk menjamin, memberikan perlindungan serta memberikan hak-hak setiap individu tanpa menguranginya. Fleksibilitas hukum diperlukan dalam mengisi kekosongan hukum dan dalam konteks hermeneutik, hukum dapat ditafsirkan berdasarkan proposisi keadilan yang bermartabat.
Manifestasi Kemanusiaan dan Nilai Sosial Hukum progresif memiliki komitmen dalam menjunjung tinggi moral, budaya dan nilai-nilai instrinsik kemanusiaan yang ada dalam Masyarakat. Hukum progresif menolak sikap Dehuman yang menghambat manusia untuk mendapatkan keadilan dan hak-haknya.