Lihat ke Halaman Asli

Latar Belakang Konstitusi di Indonesia

Diperbarui: 6 Desember 2022   11:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konstitusi berisi semua peraturan dan ketetapan administrasi negara. Dasar negara tidak dapat dipisahkan dari konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi dapat berbentuk konstitusi tertulis, sering disebut sebagai konstitusi, atau mungkin tidak tertulis.

 Konstitusi merupakan dasar sistem hukum negara, yang melindungi hak asasi manusia (HAM) dan mengatur pembagian kekuasaan (Distribution of power) dalam penyelenggaraan negara. Konstitusi biasanya juga disebut sebagai hukum dasar negara, karena konstitusi merupakan tatanan dasar. Kaidah-kaidah dasar yang kemudian menjadi acuan munculnya norma-norma hukum lainnya.
Konstitusi dalam arti formal adalah dokumen resmi, seperangkat norma hukum yang hanya dapat diubah oleh ketentuan khusus yang dirancang untuk mempersulit perubahan norma. Konstitusi dalam arti materiil terdiri dari peraturan-peraturan yang mengatur pembentukan norma-norma hukum yang bersifat umum, khususnya undang-undang.

 Jimly Asshiddiqie mengatakan dalam bukunya bahwa UUD adalah hukum dasar yang menjadi pedoman penyelenggaraan negara. Penting bahwa negara memiliki konstitusi sebagai dasar hukum untuk mengatur negara. Oleh karena itu, penyusunan UUD harus merupakan hasil masyarakat yang hidup bermasyarakat, berdasarkan nilai dan standar berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, menyusun konstitusi menjadi tugas mendasar suatu negara untuk mendefinisikan sistem hukumnya.

Di Indonesia, konstitusi adalah konstitusi tertulis, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau biasa dikenal dengan UUD 1945. UUD 1945 pertama kali disahkan sebagai konstitusi Negara Indonesia pada Sidang Panitia Persiapan Bahasa Indonesia. Kemerdekaan yaitu tanggal 18 Agustus 1945. Undang-Undang Dasar Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 3 (1) menetapkan status UUD sebagai UUD. Namun empat amandemen pertama dilakukan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (1945) pada masa pemerintahannya, yaitu Amandemen Pertama tahun 1999, Amandemen Kedua tahun 2000, Amandemen Ketiga tahun 2001 dan Amandemen Keempat tahun 2002. Yang terjadi , adalah konsekuensi dari pergolakan politik pada masanya. Amandemen konstitusi tidak hanya bergantung pada perubahan norma, tetapi ditentukan oleh elit politik yang memiliki mayoritas di lembaga amandemen konstitusi.

Namun, amandemen konstitusi tetap bertujuan untuk memperkuat konstitusi dan bukan sebaliknya. Konstitusi ini (pasca reformasi) dapat disebut konstitusi politik, konstitusi ekonomi dan sekaligus konstitusi sosial, yang mencerminkan cita-cita kolektif bangsa baik dalam tataran politik, ekonomi, dan sosial budaya, sekaligus menaikkan taraf . ekonomi nasional. Abstraksi dari susunan kata Hukum Dasar (Rechtidee). Tradisi Amerika harus melakukan perubahan terhadap materi tertentu dengan membuat teks amandemen yang terpisah dari teks konstitusi asli, sedangkan tradisi Eropa harus melakukan perubahan langsung pada teks konstitusi. Tentu saja, jika perubahan itu memengaruhi beberapa bahan, tekstur aslinya tidak banyak berubah. Namun, ketika banyak materi yang harus diubah dan isinya sangat mendasar, teks konstitusi biasanya diberi nama yang sama sekali baru. Dalam hal ini perubahan sama dengan substitusi. Namun dalam tradisi amandemen konstitusi Amerika, materi yang akan diubah biasanya mengacu pada "masalah" tertentu. Padahal, Amandemen I hingga Amandemen X pada intinya adalah tentang masalah hak asasi manusia.

Perubahan konstitusi memang dilakukan di Indonesia. Namun demikian, tidak berarti bahwa perubahan yang dilakukan telah mengatasi semua masalah konstitusional dan tidak menimbulkan masalah baru. Setelah amandemen (1945) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, muncul beberapa masalah ketatanegaraan. Perubahan tersebut melahirkan beberapa lembaga negara baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, antara lain Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD). Mahkamah Konstitusi memiliki salah satu kewenangannya, meninjau undang-undang inkonstitusional, yang pada masa pemerintahan Orde Baru tidak ada badan yang berwenang untuk itu. Di sisi lain, amandemen konstitusi juga menyebabkan pemeriksaan peraturan perundang-undangan dibagi menjadi dua bagian. 

Mahkamah Konstitusi memiliki kekuasaan untuk meninjau undang-undang inkonstitusional, sedangkan Mahkamah Agung memiliki kekuasaan untuk meninjau ketentuan undang-undang. Meskipun keduanya merupakan lembaga pemerintah yang terpisah. Para wakil juga menunjukkan permasalahan terkait pembentukan DPD. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga negara dengan kekuasaan legislatif yang sangat terbatas. Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa DPD hanya berwenang membuat tagihan dan ikut menimbang tagihan. Hal ini dapat diartikan bahwa DPD merupakan salah satu pengemban fungsi legislasi tetapi tidak memiliki kekuasaan untuk menjadi legislator jika usulan tersebut diterima. Sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi legislasi di MPR, kompetensi tersebut jelas tidak identik dengan lembaga negara yang menjalankan fungsi legislasi lainnya, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DVR).

Ketika reformasi konstitusi tahun 1999 (UUD 1945) berlangsung, beberapa kesepakatan mendasar dibuat untuk mengubah UUD 1945, termasuk penguatan sistem presidensial. Namun kenyataannya, MPR tidak konsisten mengikuti kesepakatan tersebut. Dekonstruksi presidensialisme yang signifikan pada Perubahan Pertama 1945 (1999), kemudian penguatan kelembagaan DPR pada Perubahan Kedua (2000) bukannya membangun perimbangan kekuasaan antara presiden dan DPR. menciptakan sistem presidensial yang ambigu yang akan ditetapkan melalui amandemen pada tahun 1945. Kesan "parlemen" lebih kuat.

Berdasarkan dinamika yang terjadi di Indonesia saat ini, banyak pihak memandang perlunya reformasi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena di berbagai bidang ketatanegaraan diperlukan penguatan. Sebaliknya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) berinisiatif mengajukan usul kepada Dewan Perwakilan Rakyat (MPR) untuk mengubah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. DPD berpendapat bahwa konstitusi perlu diamandemen lagi karena sejumlah alasan. Alasan tersebut antara lain

 Penguatan sistem presidensial, penguatan lembaga perwakilan, penguatan otonomi daerah, calon presiden perseorangan, seleksi pemilu nasional dan lokal, Forum Previlegatum, optimalisasi peran Mahkamah Konstitusi, penambahan pasal HAM, pemekaran Negara Bab komisi dan penajaman bab Pendidikan dan Ekonomi.

 Berdasarkan perbedaan latar belakang permasalahan yang diuraikan, penulis kemudian bermaksud mengkaji perubahan-perubahan yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sejak tahun 1945, khususnya terkait dengan penguatan lembaga perwakilan. Judul penelitian ini adalah "Analisis Usulan Perubahan UUD 1945 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia" dalam kaitannya dengan penguatan lembaga perwakilan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline