Lihat ke Halaman Asli

RAUF NURYAMA

Pemerhati Masalah Media, Sosial, Ekonomi dan Politik.

Kenapa Basuki Kalah? #BukanSARA

Diperbarui: 28 April 2017   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak sekali yang menganalisir bahwa kekalahan Ahok-Djarot atau Basuki-Djarot (Badja) karena masalah SARA. saya melihatnya tidak hanya itu, banyak faktor yang membuat keterpilihan Anies-Sandi di bandingkan Badja. Namun demikian saya salut dan sangat respek dengan jiwa Basuki yang kemudian memberikan apresiasi terhadap kemenangan Anies-Sandi, walaupun baru versi Quickcount. Namun hampir dipastikan memang Anies-Sandi menang versi hasil perhitungan real. dan kelihatannya tim Badja tidak akan mengajukan gugatan, karena jika memang lebih dari 12% maka sangat sulit untuk bisa memenangkan pertandingan. Dalam tulisan ini, saya ingin memberikan beberapa catatan atas kekalahan Basuki. Dajrot akan saya pinggirkan dulu, karena saya punya alasan lain.

  1. Dalam sebuah Forum Diskusi ilmiah, saya pernah bertanya kepada seorang warga negara kanada yang kebetulan menjadi pembicara. Bagaimana agar kita bisa sukses dan Professional. Dia menjawab cukup dengan 4 huruf KASH. dijelaskan bahwa KASH adalah kepanjangan dari Knowledge, Attitude, Skill, dan Habit. Jadi modal bagi seseorang untuk sukses atau menjadi Profesional tidak cukup Pintar, punya pengetahuan. Namun juga membutuhkan Attitude atau sikap, keahlian, dan Kebiasaan. Siapa yang meragukan kepintaran AHOK atau BASUKI? Kalau ngomong kayaknya gak pernah mikir dulu, dan logis. Memimpin DKI, sudah banyak terbukti yang berhasil, walaupun pasti ada yang belum berhasilnya, bisa karena waktu atau memang karena faktor lain, mana yang harus di dahulukan. Namun bicara tentang attitude dan habit, walaupun sudah berkali-kali diingatkan baik oleh publik maupun oleh beberapa orang dekatnya, tetap saja. Karakter memang sulit untuk di rubah, namun kebaikan Basuki juga bisa terlihat dari berbagai acara termasuk menerima rivalnya Anies sesaat setelah pengumuman. Surya Aploh pun sepakat, sampai memberikan statement yang dikutip Basuki ketika press confrence bahwa pejabat publik tidak boleh marahin anak buahnya di depan umum, dan lain-lain. Jadi inilah yang menjadi point penting kenapa Basuki menjadi tidak menarik bagi sebaian kalangan.
  2. Argumentasi dalam debat, sebagus apapun bahkan dengan bukti-bukti yang di paparkan Basuki termasuk tingkat kepuasan warga DKI kepada Basuki yang mencapai 70% lebih, dan berbagai faktor yang seharusnya menjadi Panggung buat Basuki, ternyata sering atau bahkan dengan mudah di patahkan oleh Anies Baswedan. Perlu diingat, Anies adalah Tim Sukses Jokowi pada saat menjadi Presiden, tentunya sangat tahu kelemahan apa dan bagaimana cara mengalahkan perdebatan. Anies juga mantan Menteri, dan pernah menjadi Rektor. Jadi secara ilmiah dalam diskusi tentu Anies memiliki kemampuan yang mumpuni. Beberapa analisir juga menyatakan demikian. Komunikasi menjadi bagian penting dalam hal ini. Seorang Professor di Amerika menyampaikan bahwa dalam komunikasi dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni Bodylanguage, Intonasi, dan Content. Bahasa Tubuh Basuki pada saat debat, sering terlihat membungkuk, membetulkan kacamata. bahkan terkadang tertawa yang pada dasarnya hadirin mentertawakannya. Sedangkan Bahasa Tubuh Anies, tetap santai, berdiri tegak dan tatapan mata yang sangat tajam. Ingat bahwa dalam komunikasi Bodylanguage memegang peranan sampai 56%, sedangkan intonasi hanya 37% dan sisanya konten atau susunan kata2 hanya sebesar 7% saja. Dari sisi konten, Basuki dikalahkan juga oleh Anies, pun termasuk Intonasi. Basuki bagus intonasinya, namun Anies tetap lebih bagus. itu menurut hemat saya.
  3. Pemeo bahwa orang yang terdzalimi akan mendapatkan simpati, ternyata tidak berlaku bagi Basuki. Berbeda dengan Jokowi, ketika Kampanye yang menyudutkan Jokowi, Jokowi cenderung tidak menanggapinya justru dengan tetap tersenyum bahkan dia tetap dengan gaya blusukannya tanpa mengenal lelah. Basuki memiliki gaya yang berbeda, ketika Jokowi Blusukan, Basuki malah membuka Rumah Lembang sebagai tempat pertemuan Basuki dengan Warga. Bukan Basuki yang menghampiri tetapi Warga yang datang menghampiri. Dedang cara seperti ini jelas beda. Kalau Cara Jokowi, akan melihat langsung peta permasalahan dilapangan bukan dari sekadar cerita yang curhat, tapi Basuki akan mendapatkan data yang berlainan. Pun walaupun demikian, cara unik Basuki ini sangat bagus, bisa dicoba oleh kandidat lainnya siapa tahu akan berhasil. Dalam posisi ini, Basuki tidak diuntungkan karena cara yang dilakukan tergolong baru namun, barunya tidak dikemas seperti Jokowi di saat menjadi Cagub atau Presiden.
  4. Dukungan Partai yang mengemuka di atas ternyata tidak dibarengi dengan dukungan dibawahnya. Hal ini menurut analisa saya adalah demikian: Beberapa Partai Islam yang memberikan dukungan kepada Basuki, yang sedang dalam proses menjadi Terpidana dalam kasus penodaan Agama, bertolak belakang dengan dukungan yang diberikan petinggi Partai. Para petinggi partai menurut hemat saya, memberikan dukungan hanya sebatas formalitas, agar mendapat dukungan dari Pemerintah, plus kalau menang Basuki, maka posisi mereka juga cukup aman karena akan berhubungan baik dengan Basuki yang notabene merupakan Kandidat yang mendapatkan dukungan Financial sangat besar. Namun badan yang besar, justru semakin banyak penyakit. Apalgi jika kita tidak bisa menganalisa kesehatan dalam tubuh besar. Perusahaan Besar seperti American International Group, yang ada di 130 Negara di Dunia, saking besarnya, ternyata sangat rapuh ketika ada penyakit yang menyerang salah satu perusahaannya. dan pengaruhnya menjadi sangat besar hingga akhirnya AIG "bangkrut". Beruntung banyak sekali orang pintar di sana sehingga segera membuat solusi. Tidak halnya dengan Tim besarnya Basuki. Hirup pikik dukungan dari Parpol pendukung, tidak berbanding lurus dengan dukungan dibawahnya, dan tidak ada orang pintar yang memberikan solusi, sehingga penyakitnya keburu menjalar. Padahal sebagaimana dalam Pilkada putaran I, cara nya sangat bagus. Pilih Gubernur-Wakil Gubernur, yang Muslim dong. Coblos Haji Djarot...! misalnya demikian. Bukan Basuki terus yang maju, tapi Djarot dimajukan untuk menghadang yang seperti ini.
  5. Perilaku pendukung Basuki yang over confident, juga menjadi hal yang tidak simpatik. misalnya seorang yang menghina Gubernur di Bandara Changi, Media Sosial yang terlalu over menghina Anies-Sandi dan memblowup berbagai keberhasilan yang justru cenderung menjadi makanan empuk bagi pihak lawan, contoh tentang e-Budgeting. Ini adalah program sangat bagus, namun dari sisi lain Basuki tidak bisa menjawab ketika penggunaan anggarannya masih kecil bahkan sangat kecil dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia. Padahal jika dia bisa menjelaskan lebih baik, bisa jadi senjata untuk menghantam lawan. Anies lihai dalam hal ini. Dan bahkan ketika bicara mengenai program kerja yang tersisa, justru dikerjakan setelah masa kampanye, seolah-olah menunjukan bahwa Anies benar. Apalagi, ketika ada launching di DPP Partai Golkar, Basuki menyatakan ini tidak ada hubungannya dengan Partai, ini karena Gratis saja. Publik saya rasa cukup pintar untuk mencerna apa yang diserang dan dibantah. Kembali terhadap Over Confident tersebut, sehingga menimbulkan antipati dari publik.
  6. Pengelolaan Issue yang tidak komprehensive, sehingga dengan mudah dimentahkan oleh pihak lawan. Contoh pembagian Sembako, Anggota DPRD PDIP yang harus merapat semuanya ke Jakarta untuk memenangkan Basuki, disinyalir harus mencoblos dengan cara menjadi DPT Tambahan, ini issue nya tidak di lawan. cenderung menguap begitu saja, dan ini dikelola baik oleh Tim dari Anies Sandi, dan Gerindra pun akhirnya sama-sama menurunkan anggotanya ke Jakarta. 
  7. Militansinya Prabowo sangat berpengaruh dalam kemenangan Anies-Sandi. Prabowo adalah Capres yang mengusung Jokowi-Ahok menjadi Gubernur, dan Jokowi menjadi Rival dalam Pilpres, dan Ahok sepertinya menabuh genderang perang dengan prabowo dengan keluar dari Gerindra, yang akhirnya Basuki menjadi sasaran empuk yang tidak terbantahkan, bahwa dia tidak tahu cara berterima kasih. Dalam posisi ini, Prabowo seperti yang terdzalimi oleh sikap Ahok. Dan Jiwa perangnya Prabowo, dengan turun gunung tidak dilakukan oleh rivalnya baik Mega maupun Surya Paloh atau pun Wiranto dan Ketum partai lainnya secara Head to Head.
  8. Program Kerja dengan semboyan Oke Oce, maupun DP Rumah Rp NOL, issue nya tidak di bantah dengan data baru. setiap perdebatan hanya berkisar tentang hal tersebut, yang justru menguntungkan pihak Sandi, karena dia mendapatkan promosi Gratis untuk tetap menjelaskannya, walaupun dalam implementasinya, kebanyakan masih bingung dan belum percaya bahkan cenderung tidak percaya, namun Basuki dan Djarot, tidak berhasil meyakinkan bahwa program Oke Oce tidak akan berhasil atau Badja punya Program lebih konkrrit, atau DP Rp 0 yang disampaikan Basuki hanya tidak mungkin, dan tetap tidak mau paham pernyataan Anies-Sandi, bahwa Program DP Rumha ini, disangkanya adalah Pemprop yang buat, dan Lahan dimana? ini terus yang menjadi pertanyaan. 

Demikian menurut hemat saya, beberapa catatan yang mungkin menjadi keterpurukan Basuki dalam Pilkada DKI di bulan April ini. Jika ini benar, semoga bisa menjadi evaluasi bagi partai maupun para kandidat Bakal calon Gubernur maupun Bupati dan Walikota di Pilkada berikutnya di 2018. Salam...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline