Lihat ke Halaman Asli

RAUF NURYAMA

Pemerhati Masalah Media, Sosial, Ekonomi dan Politik.

Catatan Miring Pemilu Kita

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berikut ini saya ingin memberikan beberapa catatan yang tidak bermutu untuk dijadikan catatan, bahkan dibaca pun tak layak. Jadi stop sampai sini saja Anda membacanya. Karena Catatan ini sama miringnya dengan otak dan kebodohan saya.Tapi kalau Anda masih membacanya juga, ya sudahlah terserah Anda. Kalau Anda suka, silakan berikan nilai. Tidak dikasih nilai juga rapopo.

Catatan miring #1.

Sejak dikabulkannya Gugatan Effendu Gazali tentang Pemilihan Presiden, oleh Mahkamah Konstitusi, dimana MK menyetujui untuk pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilur Presiden dilakukan secara serentak, maka kemungkinan legalitas hasil Pemilu ini diragukan. Dasar dari sebuah pekerjaan adalah adanya perintah. Undang-Undang adalah Perintah, maka jika perintahnya sudah dicabut. maka perintah itu tidak menjadi wajib dijalankan. Walaupun ditambah bahwa ada tulisan berlaku mulai pemilu 2019, tetap saja bahwa Undang-Undang ini menjadi Sumir.

Ditolaknya Gugatan Yusril, dengan alasan MK tidak berwenang memberikan tafsir terhadap apa yang digugat, merupakan catatan miring berikutnya. MK itu didirikan untuk memberikan tafsir tentang Undang-Undang yang dibuat oleh Presiden dan DPR. Itu salah satu tugasnya, namun ketika dalihnya demikian, ada apakah dengan MK. Maka wajarlah Yusril menegaskan, jika tidak melakukan tafsir, Bubar saja. Rhoma Irama pun, menilai bahwa MK harus dibubarkan, karena sudah tidak amanah.

Rawan Gugatan, tentang legalitas hasil Pemilu ini menjadi penting. Agar dikemudian hari tidak terjadi Gugatan yang tidak berujung. Namun keyakinan saya menjadi berubah, Indonesia ini negara yang penduduknya miskinnya lebih banyak, bodohnya lebih banyak, lupanya juga lebih banyak. sehingga saya tidak yakin akalau penduduk kita ini akan mempermasalahkan hasilnya.

Lha wong yang memperjuangkan Pemilu harus serentak juga cuman Effendi Gazali dkk, ditambah dengan Yusril. Mereka itu tidak mewakili Rakyat Indonesia. Pertama karena mereka itu Pintar, Kedua mereka itu sudah cukup Kaya, dan Ketiga, mereka itu tentu sedikit lupa nya. Jadi sekali lagi mereka tidak mewakili banyak penduduk Indonesia. Hakul yakin saya, bahwa Rakyat tidak akan menggugat legalitas pemilu ini. Siapapun yang nanti akan terpilih jadi Presiden dari Pelaksanaan Pemilu yang UU sudah dicabut.

Catatan Miring #2

Jika Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif di lakukan secara serentak, maka tidak ada lagi Presidential Threshold. Artinya Baik partai maupun Capres, tidak perlu berlomba-lomba untuk meraih kursi sebanyak 20% dari total yang disediakan. Siapapun partainya berhak untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden. Namun Undang-Undang ini menjadi Banci, Sehingga Pemilu tahun ini menjadi ajang perebutan suara baik untuk partai maupun untuk kelanggengan cita-cita mencapreskan wakilnya.

Jika saja MK menjadi penafsir yang baik, mungkin akan seperti ini jadinya:


  • Pemilu Legislatif, 9 April 2014 adalah Pemilu Legislatif. Sehingga yang dimunculkan adalah setiap Kampanye adalah Calon-calon orang yang akan dijadikan Wakil Rakyat. Tidak menjadi penting, dia berasal dari Partai mana? Yang menjadi penting adalah Memiliki kapabilitas sebagai wakil rakyat tidak kah mereka. Bisa Amanahkan mereka? Kampanye tidak harus mengerahkan pasukan atau Massa, karena caleg untuk dijadikan wakil, sebaiknya semua rakyat tahu dan menyadari akan pilihannya nanti. Jika ini terjadi, maka Kita akan memiliki Aleg yang benar-benar berkualitas, sesuai pilihan masing-masing tentunya dengan tetap mereka yang mendapatkan rasio untuk dapat kursi.
  • Anggota Legislatif yang memiliki Kapabilitas yang baik ini, tentunya akan menjadi penyeimbang yang baik untuk keberadaan Lembaga Kepresidenan. Mereka bukankah memiliki posisi yang sejajar dengan eksekutif? Jadi Aleg tidak bisa disetir oleh eksekutif seperti selama ini, karena mayoritas maka keputusan benar pun bisa jadi salah.
  • Dengan tidak adanya Presidential Threshold, mungkin tidak akan terjadi pencalonan presiden yang masih mimpi sekarang ini. Setiap Kontestan Pemilu akan mempersiapkan Kandidat Capres dan Cawapresnya, termasuk susunan Kabinetnya jika terpilih menjadi Eksekutif. Partai politik atau gabungan partai politik akan melakukan persiapan sejak dini, apa yang mereka tawarkan jika mereka menjadi eksekutif. Mereka harus menawarkan program dan susunan kabinetnya dari sebelum pemilu, bagaimana mungkin memiliki program yang baik, jika tidak dijalankan oleh orang yang baik. Maka Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden beserta kabinetnya lah yang akan dijadikan pilihan oleh Masyarakat. Rakyat tidak membeli kucing dalam karung. Rakyat tidak akan lagi disuguhin berita, Ketua Partai "x" yang tanpa kapabilitas menjadi Menteri "y". Walaupun Menteri adalah jabatan politis, setidaknya dia sudah peduli, dan tidak baru belajar. Profesionalisme sebuah kabinet menjadi satu kesatuan utuh dalam Pemilu Presiden akan lebih berbobot kiranya.

Karena MK mengambil sikap tidak mau menafsirkan, dan dia mengembalikan kepada pembuat Undang-Undang, dalam hal ini tentunya mengembalikan penafsiran kepada Presiden dan DPR. maka agar tulisan miring saya diatas berjalan, seyogyanya Presiden segera melakukan penafsiran terhadap UU ini. dan Hasilnya akan segera diaplikasikan dalam kehidupan demokrasi kita. Sayangnya, Bapak Presiden yang menjadi Ketua Umum partainya, cenderung lebih memilih untuk konsentrasi kepada kampanye pemilu ketimbang memikirkan bangsa yang lebih besar. Pun DPR, mereka sibuk dengan pencalonannya kembali sebagai bagian dari Senayan. Mereka hanya peduli untuk mendapatkan kursi. Agar bisa Korupsi lagi, Agar bisa Tidur lagi di sidang istimewa maupun sidang komisi. Serta bisa jalan-jalan ke luar negeri Gratis dengan Grativikasi seorang Istri yang walaupun siri, bahkan hanya simpanan saja. Mungkin yah.... hehehe, ini hanya berlaku untuk Aleg yang Cowok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline