[caption id="attachment_319542" align="alignleft" width="630" caption="Hasil sementara QC, sumber : kompas.com (10/04/2014)"][/caption]
Hasil Pemilu Legisltaif 2014, yang akan diumumkan pada perhitungan real count oleh KPU tentunya tidak akan berbeda jauh dengan hasil Quick Count sebagaimana terpampang di atas. Dimana PDI-P, Partai Golkar, dan Partai Gerindra menduduki Juara 1, 2, 3. Saya mencoba menganalisa, berdasarkan peroleh suara dari tahun 2004, 2009, dan 2014. dan setelah saya olah sendiri dengan sumber dari kompas.com dan data dari www.bps.go.id menghasilkan grafik sbb:
[caption id="attachment_319547" align="aligncenter" width="546" caption="Data Komparasi Hasil Pemilu 2014, 2009, 2004. Hasil olahan sendiri sumbver data : www.bps.go.id dan kompas.com"]
[/caption]
Analisa saya :
- Partai Politik Warisan Orde Baru, Yakni Partai Golkar, Partai PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pebangunan, hampir tidak berubah. Perolah suara mereka, hanya turun sedikit atau naik sedikit untuk peroleh tahun 2014 dibandingkan 2004. Tiga partai ini mengalami penurunan perolehan suara significant pada tahun 2009, yang kemungkinan besar mengarah kepada Demokrat. Para Ketua Umum Partai periode 2004-2009, tidak berhasil membawa Partainya dipercaya lebih baik dari Demokrat. Atau bisa jadi pecahnya suara Partai Golkar, karena beranak tiri yaitu Partai Hanura dan Partai Gerindra. Jika digabungkan suara PG, Hanura dan Gerindra di tahun 2009 memperoleh suara 22.68% atau naik dibandingkan tahun 2004 yang hanya 21.57%. Namun kenaikan ini, tidak menjadi gemuknya suara Golkar, karena Gerindra Tahun 2009 berkoalisi dengan PDIP.
- Partai Hasil Besutan Reformasi yang masih bertahan dari 38 Partai Peserta Pemilu Tahun 2004, dan 24 Partai 2009, hanya tersisa 6 saja yaitu PKB, PKS, Demokrat, PAN, PBB, dan PKPI. Perolehan suara 6 Partai hasil produksi Reformasi ini pun hampir tidak berubah banyak, kecuali demokrat pada tahun 2009 yang mengalami lonjakan tajam, namun 2014 mengalami penurunan yang juga hampir sama tajamnya. Namun, demokrat Tahun 2014 masih lebih bagus dibandingkan dengan Demokrat tahun 2004. Dimana tahun ini memperoleh 9.43% sedangkan tahun 2004 hanya 7.45% saja.
- Jika melihat hasil peroleh suara untuk DPR, maka selama periode 2004, 2009, dan 2014 hanya Partai Golkar dan Partai PDI-P saja yang memiliki Anggota Dewan relatif tetap banyak. Arah kebijakan politik Indonesia ke depan, tetap masih akan dipegang oleh kedua partai tersebut. Partai Demokrat yang notabene berhasil meraih kursi terbanyak tahun 2009, tidak mampu mengendalikan DPR sehingga dibentuk Koalisi yang melibatkan Partai Golkar. Namun demikian, kuatnya PDIP dan partai kecil yang menganggap oposisi, telah menjerumuskan Partai Demokrat pada jurang perangkap ketidakberdayaan dalam mengelola isu pemerintahan, sehingga Partai Demokrat sering ditimpa Isu yang mengakibatkan terjun Bebas. Jika masalah Korupsi saja misalnya, seharusnya Demokrat bisa berkaca kepada PDIP dan Golkar. Mereka lebih adem, dan menyikapi dengan Biasa, walaupun dalam posisi lebih banyak korupsi nya, (menurut catatan), namun mereka lebih kedengaran sunyi dan senyap. Sehingga terbungkus dengan aroma, kembali ke jaman keemasan Orde Baru (Suuharoisme) atau kembali ke jaman Sukarnoisme.
- Arah kebijakan Koalisi dan politik tahun 2014 ini masih menyisakan Pekerjaan Rumah. Partai mana akan bergabung dengan mana? Capres siapa dan Cawapres Siapa. Tidak perlu menunggu hasil keputusan KPU, arah koalisi sudah dapat di tentukan dari Sekarang. Siapa yang Gugur, sudah bisa ketebak. (Hanura dengan pasangan Capres WIN-HT, PBB dengan Capres YIM) Kedua Partai ini, pasti tidak akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan jatah Capres atau Cawapres 2014, karena suaranya tidak significant. Walaupun Wiranto tetap menjadi Capres tahun 2009 padahal hasil perolehannya hanya 3.77% sedangkan tahun 2014 naik 5.11%, posisi tawar Wiranto menjadi jauh tertinggal. Kanikan Hanura sebesar 1.34% disinyalir karena efek dari HT. Sedangkan YIM, walaupun secara Pribadi memiliki kejeniusan dalam bidang Hukum dan Ahli Tata Negara, tidak mampu memberikan dampak yang memuaskan dalam membesarkan Partai dan meraih suara yang bagus. Bahkan cenderung tereliminasi dalam hasil pemilu ini bersama dengan PKPI. Jika terjadi, maka Partai Politik hasil Reformasi ini, hanya tersisa 4 saja.
- Arah kebijakan Koalisi tentunya akan dijadikan sebagai momentum untuk penentuan kemenangan dan juga mencari partner yang memiliki karakter dan tujuan yang sama. Melihat berbagai aspek, kecenderungan akan bergelut jika PDIP-Golkar dan Gerindra masing-masing mengusung calon
PDIP yang memiliki 19.23% masih membutuhkan suara kurang lebih 6% lagi. Bisa saja diperoleh dengan PKS (6.98%) misalnya. Pengusungan Jokowi-Aher (dua Gubernur) ini bisa jadi penghadang utama partai lainnya. Atau dengan Nasdem (6.71%) dimana Surya Paloh menjadi Cawapres, atau dengan PKB menjadi Jokowi-Rhoma.
Partai Golkar yang memiliki 15.02% masih membutuhkan suara minimal 10%, bisa saja bergabung dengan Hanura (5.11%) ditambah dengan (PKS atau Nasdem) masing-masing 6%. Minimal harus ada 3 Partai berkoalisi dengan Partai Golkar. Bisa Jadi ARB-Aher.
Gerindra yang memiliki 11.76% harus mendapatkan 14% lainnya. Jika PPP (6%) dan Demokrat (9%) merapat dengan Gerindra. Bisa jadi Prabowo-Surya Dharma Ali, atau Prabowo-Dahlan Iskan (Hasil Konvensi). Atau bahkan merapat ke PKB (9%), jadi Prabowo-Rhoma. Ingat Rhoma effect telah meningkatkan perolehan PKB dari 4.95% tahun 2009 menjadi 9.13% tahun 2014. Peluangnya sangat Bagus. juga bisa jadi PAN (7%) menjadi Prabowo-Hatta. Prabowo-Hatta pasti akan mendapatkan dukungan dari Demokrat.
Jika benar nantinya muncul 3 peserta, maka kemungkinan Partai lainnya akan merapat ke 3 koalisi tersebut.
Namun jika partai menengah ke bawah bergabung, misalnya (Demokrat, PKB, PAN, PKS) berkoalisi, maka 33% suara berkumpul di sini, misalnya duet antara Hatta-Aher, atau DI-Aher, atau DI-Hatta, atau DI-Rhoma, atau Aher-Rhoma. Secara kolektif kepartaian, bisa cukup.
Sehingga akan muncul 3-4 pasangan Capres dan Cawapres. Demokrat pasti tidak mau menjadi Oposisi, jika masih memungkinkan berkuasa. Semua masih tergantung kepada keputusan dari 4 orang saya kira. Siapa dia?
- Megawati Sukarno Putri, Ketua Umum PDI-Perjuangan, memegang kunci penting arah koalisi Partainya mengusung Jokowi sebagai Capres.
- Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar, Maju atau mundur dengan mendukung yang lain. Saya yakin ARB akan tetap maju, walaupun Akbar Tanjung dan JK, ragu dengan majunya ARB. Namun konsep ARB telah mengembalikan Partai Golkar ke arah hasil pemilu 2004, dijaman Akbar Tanjung. Walaupun masih beda 5%, minimal sentimen negatif untuk ARB pada saat sebelum Pileg, akhirnya ARB cukup berhasil mempertahankan PG menjadi Juara (walaupun no urut 2).
- Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Satu-satunya Capres yang jauh sebelum Pileg, sudah memaparkan Visi dan Misinya jika terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Prabowo sudah siap dengan proposalnya ketika yang lain masih mikir dan menyusun draftnya. Partai Menengah, pasti lebih melirik Prabowo, yang memiliki pandangan lebih baik dibandingkan dengan Jokowi yang masih mikir. Apalagi ada sinyalemen, Asal Bukan Jokowi, tiupan ini cukup kencang ditelinga pembaca kompasiana. Jika ini terjadi, maka Nasib PDI-P tahun 1999 akan terulang di 2014. Dimana Sebagai pemenang Pemilu Legislatif, namun menjadi Kalah dalam Pemilu Presiden.
- Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI Incumbent dan Ketua Umum Partai Demokrat. SBY, masih bisa melakukan koalisi untuk membendung 3 lawan (jika Jokowi, ARB, dan ICAL dijadikan lawan). Sedikit kemungkinan Demokrat berkoalisi dengan PDIP, namun masih mungkin dengan Golkar atau Gerindra. Atau Bisa jadi akan menggalang koalisi dengan Papan menengah. Akan menarik, jika SBY masih memainkan arah peta perpolitikannya. Juga, Masih ada catatan penulis yang bisa membuatnya menjadi Buyar, ketika SBY mengambil sebuah moment yang disarankan oleh Undang-Undang dan MK. Yaitu, segera menerbitkan Perpu, tentang Pemilu Pilpres. UU Pilpres yang sudah dibatalkan demi hukum oleh MK, dan PK oleh YIM ditolak dengan alasan bukan kewenangan MK untuk melakukan tafsir, dan dikembalikan ke pembuat UU. Maka sebenarnya, SBY sangat memiliki kewenangan untuk membuat Perpu, dimana Setiap Parpol Peserta Pemilu berhak mencalonkan Presiden dan Calon Wakil Presiden tanpa terikat dengan presidential Threshold. Jika ini terjadi, akan banyak pilihan lagi.
- Lalu bagaimana kabarnya dengan Amin Rais, JK, Wiranto, YIM, Hatta, Muhaimin, Anis Matta, Surya Dharma Ali, Sutiyoso, dan Surya Paloh). Saya rasa mereka memiliki kapabilitas untuk menjadi pemimpin, namun sayang.... Perjuangan dan hasil perjuangannya, belum menjadi orang penting pada tahun 2014 ini.