Lihat ke Halaman Asli

RAUF NURYAMA

Pemerhati Masalah Media, Sosial, Ekonomi dan Politik.

Haruskah Prabowo dan Tim nya: Diam?

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lebaran kali ini ada sesuatu yang istimewa dibandingkan dengan lebaran sebelumnya. Hampir setiap ketemu dengan kerabat baik di dalam kota maupun luar kota, bahkan beberapa teman yang datang dari luar propinsi membiacarakan dengan hangat tentang hasil Pemilu Presiden. Tentunya, hangat karena memang beritanya masih tetap hangat cenderung panas, media juga selalu membahasnya. Dari kesekian rekan, sampai ada yang nyeletuk begini, "Prabowo itu mendapatkan mandat hampir sama dengan Jokowi, dengan adanya isue kecurangan, masa Prabowo harus DIAM saja!". "Dia itu Tentara, ahli perang. Masa dicurangi harus diam, tidak melawan, bahkan kalau bisa NKRI dibagi dua saja antara Jokowi dan Prabowo".  Tambahnya lagi.

Sungguh, sangat ngeri jika statemen ini didengar langsung oleh tim Prabowo. Apalgi beberapa pendukung Prabowo di facebook, mereka tinggal tunggu "perintah". Maksudnya apa yah?

Berkaca dari itu semua, saya yang hampir terus baca kompasiana, merasa miris perang di dunia maya yang sudah dimulai sejak sebelum Pilpres dan sampai sekarang. Layaknya perang di medan pertempuran, saling serang dan saling maki. Bahkan kata2 kasar pun, tak segan2 disampaikan para pendukung masing-masing kubu. Sayangnya, Beberapa orang saya melihatnya sebagai orang yang tidak Gentle. Mereka menggunakan nama "palsu" Karena kalau memang gentle, apapun resikonya pasti dia akan menampilkan diri sendiri. Ataukah memang mereka adalah "akun bayaran"...? Saya tidak tahu. Yang jelas, kalau ada akun dengan nama "palsu" memberikan komentar tulisan ini, maka saya labeli saja, mereka adalah akun tuyul bayaran dari tim capres. hehehe....

Admin Kompasiana

Sebagai bentuk rasa cinta dan bangga sebagai warga bangsa, maka saya menghimbau kepada admin, agar akun mana pun yang cenderung mendiskreditkan salah satu capres, baik yang sudah dinyatakan terpilih oleh KPU maupun yang sedang mengajukan gugatan ke MK,  agar di respon dengan positif, kalau perlu di suspen saja. Hal ini karena demi stabilitas keamanan dan dinamika politik yang ada. Jangan sampai, kita menjadi tidak bersahabat atau berteman bahkan saling caci gara-gara beda pilihan.

Marilah kita bijak, ketika ada pasangan yang mengajukan keberatan atas proses dan hasil yang telah diumumkan, untuk diamati saja. kita komentari seperlunya. Tidak mesti harus dengan menjelek-jelekan yang lain. Bayangkan, jika mereka kalah. Apakah mereka akan menerima? jika tidak, dan karena pula dikomporin di media massa, bukan tidak mungkin akan terjadi masalah yang besar. Bayangkan pula jika ternyata mereka Menang, bukan tidak mungkin Gugatan balik dari Kubu yang lain akan maju dan semakin ramai. Apalagi perbedaannya cukup tipis, yakni hanya sekitar 6% saja. Walaupun 6% sebanding dengan hampir 8 Juta, secara prosentase tetap masih sedikit. Apabila, Tim dari prabowo-Hatta, memang bisa membuktikan kelalaian dari KPU, keberpihakannya kepada salah satu pasangan calon, dan bisa dibuktikan. Saya pikir, tidak mesti hanya dengan 8 Juta suara. Tetapi atas kelalaian dan ketidak "LUBER JURDIL"-an, maka ini sebuah bentuk pelanggaran. Dan karena ini Azas dalam Pemilu, maka pelanggaran terhadap Azas dapat saja berasumsi sebagai berikut:


  • Jika, Proses yang dilakukan tidak benar. Maka hasilnya yang diputuskan menjadi Tidak Benar. Ini bisa dengan pertimbangan, satu untuk semua atau secara farsial. Satu untuk semua, jika cukup dengan satu KPPS, atau satu Dapil, atau satu Kabupaten apalagi satu propinsi saja yang tidak menjalankan Azas ini, maka berakibat kepada keseluruhan proses menjadi Tidak Benar. Ibarat, nila setitik rusak susu sebelanga. Artinya, Tim Prabowo cukup memberikan bukti 1 KPPS saja, yang menunjukan Proses yang dilakukan oleh KPU tidak Benar, maka Gugatannya dapat dimenangkan. Atau bisa juga, secara parsial. Artinya, jika salah satu KPPS, atau lebih tinggi dari ini, membuat sebuah proses tidak sesuai Azas, maka Pemilu di Wilayah itu menjadi Batal dengan sendirinya dan harus dilakukan Pemilu Ulang. Hasil Pemilihan ulang tersebut, yang kemudian dijadikan sebagai bahan rekapitulasi Final.
  • Kasus Video pemilihan dan pecoblosan oleh Staff KPPS di wilayah Papua, dengan memenangkan salah satu pasangan calon, bisa menjadi bukti. Apalgi dengan bukti yang sudah diunggah oleh KPU, di wilayah tersebut menunjukan pasangan tertentu Unggul Mutlak. Jika memang hal ini dilakukan secara jurdil, sampai suara di KPPS Nol pun tidak harus dijadikan sebagai bahan bukti kecurangan. Namun ketika logika matematis dan teori probabilitas, maka sesungguhnya ini menjadi bahan yang debatable.
  • Akankah pernyataan-pernyataan yang kini beredar di masyarakat akan mempengaruhi keputusan para Hakim di MK maupun di KPU? Misalnya, keberpihakan Ketua KPU karena istrinya adalah saudara dari istri salah satu pasangan calon. walaupun itu sudah di klarifikasi oleh Ketua KPU, pertanyaan berikutnya kemudian muncul, "Kalau memang bukan, ya.. nggak apa-apa. tapi kok, Ketua KPU sampai tahu detailnya tentang Keluarga Calon Pasangan Capres dan Cawapres ya? Selanjutnya, beredar Photo Ketua KPU dengan Timses dari pasangan Capres-Cawapres, hasil klarifikasi ternyata katanya itu teman2 semasa sekolah. Ada pula yang update tentang Ketua MK, merupakan kerabat salah satu Timses Pasangan capres-cawapres. Apakah akan ada nepotisme di sini?
  • Blunder yang dilakukan KPU, walaupun sudah dilakukan klarifikasi, tentang Surat perintah membongkar Kota Suara. Siapa yang bisa menjamin bahwa, "Isi dalam Kotak, harus disesuaikan dengan Pesanan" agar tidak menjadi salah. Karena itu, perintah perbuatan untuk membuka Kotak Suara, dapat memicu perdebatan yang lebih panjang, atas ketidakprofesionalan pelaksana Pemilu Presiden.

Nah, melihat hal tersebut. Bisa jadi ketika Tim No Urut 1 "Dimenangkan" oleh MK. Akankan pihak Jokowi-JK, DIAM saja menerima keputusannya. Walaupun pak Jokowi, bilang akan tunduk kepada Hukum. Saya yakin akan memberikan pembelaan. Walaupun Keputusan MK, bersifat FINAL. Final untuk kubu sebelah, sedangkan untuk Kubu lainnya, bisa jadi baru awal. Bisa lama lagi....

Semoga saja, Tuhan memberikan bimbingan, untuk memberikan petunjuk kepada kebenaran. Jika kebenaran menang, siapapun tidak bisa mengklaimnya. Jangankan 6% suara, bahkan hanya selisih 1 suara pun, harus saling mengakui. Karena itu, saya berharap admin dapat menjadi wasit yang adil, agar akun tuyul yang memberikan statemen tidak baik, dapat disuspense saja, supaya suasana di kompasiana tidak sepanas perang Israel-Palestina (hehehe....). Maaf ini hanya saran saja, tidak bermaksud intervensi kepada admin maupun kepada rekan pembaca!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline