Lihat ke Halaman Asli

Batik Peranakan

Diperbarui: 28 Juni 2020   12:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Batik peranakan adalah sub genre batik pesisir. Batik peranakan banyak dihasilkan oleh
kaum peranakan baik yang berasal dari keturunan Cina maupun Belanda yang bermukim di
sepanjang pesisir pantai utara (pantura) Jawa.
Setelah Indonesia merdeka, batik peranakan hanya dihasilkan oleh keturunan Cina. Daerah
penghasil batik peranakan antara lain Jakarta (sebelum direlokasi berada di sekitar Karet dan
Palmerah), Cirebon, Indramayu, Pekalongan, Demak, Lasem, Tuban dan Gresik. Batik peranakan
diperkirakan mulai tumbuh setelah perang Jawa usai (sekitar 1830an) dan mengalami
perkembangan pesat pada awal abad 20.
Beberapa maestro batik Indo Belanda yang terkenal antara lain: Lien Metzelaar, Caroline
Josephine von Franquemont serta van Zuylen bersaudara (Eliza dan Carolina). Maestro batik Cina
Peranakan yang menonjol antara lain: The Tie Siet, Oey Soen King, Liem Hok Sien, Liem Boen
Tjoe, Liem Boen Gan, dan Oey Soe Tjoen.
Ciri khas batik peranakan adalah penggunaan motif mitologi CIna seperti kilin, naga, burung
phoenix (hong), dewa-dewa, api, mega, bunga dan sulur dengan stilisasi yang khas. Motif khas
batik peranakan antara lain, buketan, jlamprang, dan lokcan. Interaksi kaum Cina peranakan
dengan batik tradisional melahirkan batik tiga negeri, dua negeri dan sebagainya. Pada masa
pendudukan Jepang juga lahir motif Jawa Hokokai.
Berbeda dengan batik Jawa yang banyak memakai warna berat karena pemakaian pewarna alami
(soga, genes, kayu tiger, kayu tingi, akar pace dan sebagainya), batik peranakan banyak
menggunakan warna primer (merah, biru, hijau dan sebagainya) dari pewarna kimia buatan. Batik
peranakan juga memelopori pewarnaan primer dengan gradasi. Teknik penggunaan warna gradasi
dipelopori oleh Oey Soe Tjo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline