Wabah corona (covid-19) masih menyisakan dampak bagi dunia pendidikan sampai saat ini. Ditinjau dari perkembangan calistung pada siswa sekolah dasar kelas tinggi yang mengalami penurunan akibat pembelajaraan daring sebagai antisipasi penyebaran virus. Berdasarkan pasal 3 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Sesuai peraturan tersebut, sudah sepatutnya setiap siswa berhak mendapatkan bimbingan belajar, meskipun dalam keadaan pembelajaran daring. Adapun hal-hal penghambat proses pembelajaran daring yaitu:
1.Pembelajaran daring menghambat interaksi sosial langsung antara siswa dan guru serta antara siswa dengan teman sekelasnya. Hal tersebut dapat mengurangi kesempatan untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan belajar dari interaksi sosial yang penting dalam pengembangan emosional siswa.
2.Tidak semua siswa memiliki akses yang stabil ke internet atau perangkat yang diperlukan untuk pembelajaran daring. Sehingga dapat menyebabkan kesenjangan akses. Akibatnya kesempatan belajar yang didapatkan antara siswa yang memiliki akses memadai dan siswa yang tidak memiliki akses memadai berbeda.
3.Kurangnya pengawasan langsung dari guru yang tidak seintensif dalam pembelajaran tatap muka. Hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan guru untuk memberikan umpan balik secara langsung, memberikan bantuan yang diperlukan pada waktu yang tepat serta menjaga progress kemajuan siswa.
4.Pembelajaran daring dapat menghadirkan tantangan dalam mempertahankan motivasi dan keterlibatan siswa. tanpa interaksi langsung dan lingkungan belajar yang terstruktu, siswa akan mengalami kesulitan dalam menjaga fokus dan keterlibatan dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran daring mempengaruhi tingkat kemajuan siswa selama covid-19. Salah satunya penurunan dalam minat membaca, Akibatnya siswa kurang lancar membaca bahkan mengulangi tahap pengejaan. Dilihat dari perspektif teori perkembangan Jean Piaget, siswa sekolah dasar dengan rentang usia 7-11 tahun memasuki tahap operasional konkrit. Sehingga siswa membutuhkan objek secara nyata (Yenuri, 2022: 88). Pembelajaran daring, memungkinkan siswa untuk malas berpikir. Salah satu penyebab dari penurunan membaca pada siswa adalah kurangnya pengawasan guru dalam memberikan bimbingan secara merata kepada siswanya pada saat pembelajaran daring. Hal tersebut dikarenakan kendala internet dan kurangnya interaksi komunikasi antara siswa dan guru. Selain itu pada saat proses belajar di rumah orang tua sibuk dengan pekerjaan masing-masing, sehingga kurang adanya pendampingan orang tua.
Uraian di atas sesuai dengan hasil penelitian Sari (2021) bahwa pembelajaran daring di rasa sangat kurang efektif bagi guru terutama untuk siswa sekolah dasar, dikarenakan pembelajaran yang dilaksanakan secara daring yang dilakukan di rumah mengakibatkan kurang maksimalnya guru dalam memberikan materi pelajaran dan berpotensi membuat siswa jenuh dan bosan dengan pemberian tugas setiap harinya. Ditegaskan kembali oleh Dewi (2020) dalam pembelajaran daring dibutuhkan kerjasama antara guru dengan orang tua. Bagi orang tua yang bekerja atau gaptek sehingga tidak bisa mendampingi siswa saat belajar dapat memberikan jadwal-jadwal belajar khusus agar bisa belajar seperti siswa lainnya. Adanya kerjasama dan timbal balik antara orang tua dan guru, siswa dan orang tua dapat menjadikan pembelajaran menjadi efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Wahyu A F. 2020. Dampak Covid-19 terhadap Implementasi Pembelajaran Daring di Sekolah Dasar. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan 2 (1), 55-61.
Pratama, Aldo P. 2021. Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Motivasi Belajar Siswa SD. Mahaguru: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar 2 (1), 88-95.
Sari, Ria P, dkk. 2021. Dampak Pembelajaran Daring bagi Siswa Sekolah Dasar Selama Covid-19. Prima Magistra: Jurnal Ilmiah Kependidikan 2 (1), 9-15.