Buta aksara adalah cerita yang terus menjadi problematika di Indonesia. Jika diibaratkan dengan sebuah penyakit maka dimasukkan dalam kategori penyakit kronis yang sudah menahun.
Sangat miris rasanya jika di kawasan tertentu masih ada saja orang yang tidak bisa membaca karna alasan buta huruf.
Jika kita ingin menilai. Hal ini terjadi karna kurangnya motivasi dari orang tua kepada anak anaknya. Kenyataan ini tidak terlepas dari asumsi bahwa belajar itu hanya disekolah saja.
Anggapan belajar hanya disekolah tidak sepenuhnya salah dan juga tidak juga penulis benarkan.
Secara umum sekolah memang pusat pendidikan namun bukankah orang tua khususnya ibu adalah madrasah/sekolah pertama bagi anak anaknya?
Maka ibu lah pusat pendidikan yang utama. Kita tau bahwa anak kecil itu paling dekat dengan sosok seorang ibu karna memang seorang ibu lah yang dominan dalam hal pola asuh anak.
Penulis tidak mengenyampingkan peran dari seorang ayah. Ayah tetap terlibat dalam pola pendidikan dan pengasuhan hanya saja perannya tidak sedominan ibu. Karna ayah identik sebagai sosok pencari nafkah untuk membiayai kehidupan anak dan Istrinya.
Buta huruf tidak akan terjadi jika seorang ibu benar benar membersamai tumbuh kembang anak anaknya. Anak anak sudah bisa diajari mengenal huruf di usia sekitar 3-4 tahun.
Dalam hal ini seorang ibu tidaklah perlu memberlakukan sistem belajar layaknya sekolah namun dengan hal yang lebih menyenangkan.
Bisa dengan memperkenalkan huruf huruf dengan warna warni yang menyenangkan dan kalau bisa mengiramakan ejaan huruf karna anak anak itu lebih suka hal hal yang berbau nyanyian karna lebih mudah dingat dan kecenderungan seorang anak anak lebih ke menghafal.