Lihat ke Halaman Asli

La Ode Muh Rauda AU Manarfa

Dosen Sosiologi Universitas Dayanu Ikhsanuddin

Ayahku yang "Luar Biasa"

Diperbarui: 24 Januari 2024   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Saya memiliki sesosok ayah yang "luar biasa". Kondisinya tidak seperti kebanyakan manusia normal, ia menanggung beban kondisi jiwa yang spesial. Bagi orang kebanyakan yang mengalaminya akan berakhir dengan kemungkinan terburuk dibuang keluarga dan dibiarkan menggelandang ke sana kemari tanpa ada yang mengurusnya, Tetapi kami tidak, kami memperhatikannya dalam bahasa yang oleh pandangan normal mengartikan sebagai kehidupan yang tidak normal.

Kondisi dirinya bagai musim angin kencang di laut, akan ada saat-saat tertentu ia begitu emosional di rumah, dan ada kalanya ia begitu tenang dan menjadi sosok ayah yang hangat lagi periang. Dengan segala apa yang ada pada dirinya kami menerima, dia ayahku, segala kelebihan dan kekurangannya ada pada dirinya, dia ayahku satu-satunya di dunia ini.

Teringat sewaktu kecil di usia 2 tahun, saya berjalan di sisinya dan di sisi ibu, tiba-tiba saya berlari dengan girang melewati rerumputan yang tingginya sekitar 30 cm, hendak membuat jalan baru. Sontak ibu saya memanggil namaku memintaku berjalan bersama, tetapi saya mendengar ayahku melarang ibuku agar terus membiarkanku berlari menerabas rerumputan yang hijau di lapangan. Saya tahu maksud ayahku kini, ia membiarkanku membuat jalanku sendiri yang kuinginkan.

Ayahku sangat bangga kepadaku, aku adalah anak pertamanya. Ketika ia pergi berkunjung ke rumah kerabat maka ia akan membawaku dan memperkenalkanku kepada mereka. Bahkan ketika pergi ke tempat kerja maka ia akan membawaku serta, sekalipun harus menggendongku yang ketika itu sudah masuk usia taman kanak-kanak, jadi ayahku menanggung beban sekitar hampir 20 Kg.

Berjalannya waktu, bertambahnya usia, dan semakin lemahnya badan membuat tubuh ayahku tidak dapat seperti dulu dalam mengendalikan emosinya, ia menjadi lebih cepat marah dengan pengendalian yang tidak mendapat toleransi dari lingkungan kehidupan sosial pada umumnya. Kadarullah semua memiliki masa di dunia ini, ayahku kembali kepada Ilahi, menahan sakit, membawa serta dirinya. Ia kembali dalam keadaan yang tidak ingin ia diketahui telah tiada. Tetapi Allah SWT berkehendak lain, kami akhirnya tahu keadaan tersebut.

Dimulai dari doa yang kami panjatkan kepada Allah SWT, doa-doa kebaikan, keselamatan, dan doa-doa lainnya selayaknya dari anak kepada orang tuanya yang sudah meninggal saya kirimkan kepadanya, Al-Fatiha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline