Lihat ke Halaman Asli

Mampukah Bertahan dari Badai Ekonomi Global?

Diperbarui: 8 Agustus 2024   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar: mediakeuangan.kemenkeu.go.id

Kinerja industri manufaktur Indonesia terancam kolaps. Anda mungkin berpikir ini hanya berita biasa, tetapi faktanya ini adalah alarm yang sangat penting. Setelah berkembang selama 34 bulan berturut-turut, industri manufaktur kita kini menghadapi ancaman besar dengan masuk ke zona kontraksi pada Juni 2024. PMI mencatat angka 49,4, turun dari 50,1 di bulan Mei, menandakan badai besar sedang mengancam sektor manufaktur kita.

Pelemahan ini bukan sekadar angka. Industri manufaktur adalah tulang punggung ekonomi kita, terutama dalam hal ekspor dan penciptaan lapangan kerja. Jika sektor ini terguncang, efek domino akan terasa di berbagai sektor lain, seperti agrikultur dan perikanan. Jadi, ketika PMI menunjukkan angka di bawah 50, itu berarti ada sesuatu yang sangat serius yang harus segera diatasi.

Faktor penyebab pelemahan ini sangat kompleks. Resesi global menjadi salah satu pemicu utamanya. Permintaan domestik dan internasional menurun drastis, berdampak langsung pada produksi manufaktur kita. Ini bukan hanya masalah lokal; negara-negara lain juga merasakan tekanan yang sama akibat resesi dan kekacauan pasar global. Jadi, meski masalah ini tampak spesifik untuk Indonesia, ini sebenarnya adalah bagian dari masalah global yang lebih besar.

Daya beli masyarakat yang menurun semakin memperburuk situasi. Ketika daya beli menurun, permintaan produk manufaktur ikut melemah. Ini adalah lingkaran setan yang harus segera diputus. Kita tidak sendirian dalam menghadapi masalah ini; banyak negara lain juga bergulat dengan tantangan serupa. Namun, ini bukan alasan untuk berdiam diri. Kita perlu mencari solusi cepat dan efektif untuk mengatasi masalah ini.

Kesulitan mendapatkan bahan baku menjadi masalah besar lainnya. Banyak bahan baku yang harus diimpor, terutama untuk industri yang memerlukan bahan khusus. Ketika harga bahan baku naik, biaya produksi ikut melambung. Perusahaan harus mengurangi produksi atau bahkan menghentikannya. Ini bukan hanya soal ekonomi; ini soal kelangsungan hidup banyak perusahaan dan pekerja.

Regulasi pemerintah juga turut berperan dalam situasi ini. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang mengatur impor malah membuat sulit industri mendapatkan bahan baku. Kebijakan ini bertujuan baik, yaitu untuk menekan impor dan memperbaiki neraca perdagangan. Namun, kenyataannya kebijakan ini terlalu protektif. Industri dalam negeri kesulitan bersaing di pasar global. Kebijakan yang seharusnya melindungi malah menjerat industri kita sendiri.

Kenaikan biaya logistik juga menjadi duri dalam daging. Harga BBM yang naik hingga US$ 3,1 per liter pada Mei 2024 meningkatkan biaya distribusi. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memperparah situasi. Distribusi barang yang mahal berujung pada kenaikan harga jual produk manufaktur. Ini adalah masalah besar yang memerlukan perhatian segera.

China, sebagai pemasok utama bahan baku, menghentikan beberapa produksi dan mengalihkan pasokan ke pasar domestik mereka. Ini membuat pasokan bahan baku ke Indonesia tersendat. Ketergantungan kita pada China semakin terlihat. Ketika pasokan bahan baku terganggu, industri manufaktur kita ikut limbung. Ini adalah peringatan keras bagi kita untuk mulai memikirkan diversifikasi sumber bahan baku.

Pelaku ekonomi mulai khawatir. Biaya produksi yang tinggi dan kesulitan mendapatkan bahan baku membuat proses produksi terganggu. Jika kondisi ini berlarut-larut, bukan tidak mungkin industri manufaktur kita benar-benar kolaps. Ini bukan hanya masalah ekonomi; ini adalah masalah sosial yang bisa berdampak luas.

Kita butuh perlindungan dari pemerintah. Kebijakan impor bahan baku harus direvisi. Terlalu protektif justru membuat industri dalam negeri kesulitan bersaing. Regulasi harus disesuaikan dengan kebutuhan industri. Ini adalah langkah pertama yang harus diambil untuk menyelamatkan industri kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline