Senin awal pekan ini, pasar global diguncang oleh kejutan yang menggetarkan. Indeks S&P 500 di Amerika Serikat mengalami penurunan lebih dari 5%, sementara indeks Nike di Jepang terjun bebas lebih dari 9%. Ini bukan sekadar angka, melainkan sinyal bahaya yang menimbulkan kepanikan ekonomi di seluruh dunia.
Banyak yang bergegas menjual aset-aset mereka karena ketakutan akan krisis ekonomi global yang mungkin lebih parah daripada pandemi COVID-19. Fenomena ini dikenal dengan istilah "panic selling," di mana investor beramai-ramai menjual aset mereka untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Ketakutan ini bukan tanpa alasan. Perekonomian global tampak rapuh, dan perubahan kecil bisa menyebabkan gelombang besar.
Mari kita lihat lebih dekat peran Jepang dalam dinamika ini. Jepang dikenal dengan perekonomian yang biasanya stabil dan suku bunga yang rendah.
Namun, perubahan kecil pada suku bunga dari 0% menjadi 0,25% telah memicu gangguan pasar yang signifikan. Mengapa perubahan sekecil ini bisa menyebabkan kekacauan? Jawabannya terletak pada konsep yang disebut "carry trade."
Carry trade adalah strategi investasi di mana para investor meminjam uang dengan suku bunga rendah di Jepang untuk diinvestasikan di aset-aset dengan hasil yang lebih tinggi di luar negeri.
Misalnya, seorang investor mungkin meminjam yen Jepang dengan bunga rendah dan kemudian menginvestasikan uang tersebut di obligasi pemerintah AS yang memberikan hasil yang lebih tinggi.
Dalam skenario ini, perubahan kecil pada suku bunga Jepang dapat memiliki efek besar pada nilai mata uang dan pengembalian investasi. Bayangkan, perubahan kecil dari 0% menjadi 0,25% saja sudah cukup untuk mengguncang pasar.
Ketika suku bunga Jepang naik, biaya untuk meminjam uang dalam yen menjadi lebih tinggi, dan ini membuat carry trade menjadi kurang menguntungkan. Akibatnya, investor mungkin akan menjual aset-aset mereka yang berisiko lebih tinggi dan mengalihkan investasi mereka ke aset yang lebih aman.
Hal ini bisa menyebabkan penurunan harga aset dan gejolak pasar. Kenaikan suku bunga di Jepang ini dilihat sebagai pemicu potensi krisis ekonomi. Pergerakan modal yang signifikan dan ketidakstabilan pasar mungkin akan terus berlanjut, dengan dampak yang terasa kuat terutama di Amerika Serikat.
Untuk lebih memahami dampak carry trade dan kenaikan suku bunga, kita bisa melihat kembali pada krisis keuangan global tahun 2008. Pada saat itu, banyak investor yang terlibat dalam carry trade dengan meminjam yen Jepang dan menginvestasikan uang tersebut di pasar properti AS.