Lihat ke Halaman Asli

Obrolan Warung Kopi Judi Online

Diperbarui: 13 Juli 2024   15:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumber gambar: https://www.duelit.com/

Suatu ketika Pak Jono mengeluh kepada teman-temannya di warung kopi, bahwa rezeki belakangan ini semakin sulit didapat. "Seperti air di ladang yang menguap tanpa bekas," begitu keluhannya. Namun, tak seorang pun benar-benar paham mengapa uang yang biasanya beredar di masyarakat kini tampaknya menghilang begitu saja.

"Jangan-jangan gara-gara judi online itu, ya?" kata Pak Budi suatu hari, mencoba mencari jawaban. Memang benar, judi online telah merasuk seperti racun yang tidak terlihat. Uang yang seharusnya digunakan untuk belanja harian, membayar sekolah anak, atau bahkan untuk modal usaha kecil, tersedot habis ke kantong-kantong digital yang kemudian mengalir keluar dari negeri ini. Ratusan triliun uang rakyat terbang ke luar negeri, tanpa jejak.

"Padahal, konsumsi itu penggerak utama ekonomi, lho," lanjut Pak Budi dengan nada prihatin. "Setiap kali kita belanja, kita sebenarnya membantu roda ekonomi berputar. Produksi berjalan, lapangan kerja terbuka, negara pun dapat pemasukan melalui pajak dan cukai."

Namun, apa yang terjadi ketika uang belanja itu hilang? Segala-galanya terasa lebih berat. Usaha kecil seperti warung kopi Pak Jono merasakan dampaknya. Dulu, warungnya selalu ramai oleh pelanggan yang ingin menikmati kopi panas di pagi hari, atau sekadar mengobrol sambil makan gorengan di sore hari. Sekarang, kursi-kursi di warung itu lebih sering kosong.

"Uang menghilang begitu saja," Pak Jono kembali mengeluh. Pendapatannya menurun drastis, dan dia terpaksa memotong gaji para pekerjanya. Rantai ekonomi yang selama ini berjalan lancar mulai tersendat. Masyarakat yang dulu sering belanja sekarang lebih memilih menahan uang mereka, atau lebih buruk lagi, mereka terjerumus dalam judi online dengan harapan memenangkan uang cepat.

Siti, seorang ibu rumah tangga, juga merasakan dampak yang sama. "Dulu, setiap minggu saya bisa belanja ke pasar dengan uang yang cukup," katanya. "Sekarang, uang belanja semakin menipis. Harga barang naik, tapi penghasilan suami tidak cukup lagi karena banyak proyek yang berhenti."

Bahkan Pak Ahmad, pemilik pabrik tahu di ujung kampung, ikut merasakan penurunan penjualan. "Kalau orang tidak belanja, produksi juga berhenti," ujarnya sambil menghela napas. Pabriknya terpaksa mengurangi produksi, dan beberapa pekerja pun harus dirumahkan.

Keadaan ini semakin memburuk jika pemerintah tidak mengambil tindakan serius. Judi online tidak hanya menguras uang masyarakat, tetapi juga merusak fondasi ekonomi negara. Ketika konsumsi turun, seluruh sektor bisnis merasakan dampaknya. Pajak yang seharusnya masuk ke kas negara pun berkurang, dan akhirnya, ekonomi menjadi keropos.

Namun, harapan belum sepenuhnya hilang. Pemerintah harus bertindak tegas untuk menangani judi online dan mengembalikan uang yang tersedot keluar negeri itu. Langkah-langkah konkret diperlukan untuk memastikan uang yang ada berputar di dalam negeri, mendukung konsumsi, dan menggerakkan ekonomi.

Dengan demikian, warung kopi Pak Jono bisa kembali ramai, belanja Siti di pasar bisa kembali seperti dulu, dan pabrik tahu Pak Ahmad bisa berproduksi dengan normal. Ekonomi yang kuat adalah ekonomi yang didukung oleh konsumsi rakyatnya. Uang harus beredar di masyarakat, bukan menghilang ke dalam jerat judi online.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline