Lihat ke Halaman Asli

Tidak Lulus SBMPTN, Masih Ada Cara Lain untuk Kuliah

Diperbarui: 10 Mei 2018   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi, ; https://nylc.org/

Konstitusi memandatkan, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Tidak ada diskriminasi. Pintu pintu pendidikan harus terbuka bagi semua lapisan. Sampai ke jenjang perguruan tinggi, hak itu tidak pernah berubah. Namun, untuk memasuki jenjang tersebut tidak semua warga negara punya kemampuan.

Ada "perjuangan khusus" selain belajar keras untuk menjadi yang terbaik. Yang terbaik pun belum menjadi jaminan seratus persen untuk masuk perguruan tinggi pilihan. Banyak yang terbaik di sekolah, tetapi tidak berhasil mendapat undangan atau lulus tes di perguruan tinggi negeri pilihannya.

Kondisi seperti itu tidak boleh menjadi penghalang untuk lanjut ke perguruan tinggi. Jika memang sudah mematok harus masuk ke perguruan tinggi negeri, masih ada pintu lain, seperti jalur mandiri, atau jalur-jalur lainnya. Sayangnya, pintu ini belum memenuhi hak warga negara mendapatkan pendidikan.

Mereka masih terkendala biaya atau "komunikasi" lainnya. Tangan-tangan pemerintah mesti bekerja untuk tetap konsisten melayani "hak pendidikan" warga negaranya. Akses menuju pendidikan tinggi harus dibuka selapang-lapangnya. Pintu pintu alternatif untuk masuk perguruan tinggi mesti terus diusahakan.

Betapa tidak, perguruan tinggi (negeri dan swasta) yang berkisar 4.586 unit (data per 15 Februari 2018), belum mampu menampung semua warga negara Indonesia yang mengejar hak pendidikannya. Tidak heran jika perguruan tinggi swasta yang berjumlah 4.186 unit banyak juga memasang kriteria ketat menerima mahasiswa.

Ketimpangan sarana pendidikan ini membuka peluang banyaknya "pintu non kualitas" di perguruan tinggi negeri. Seorang calon yang tidak lulus di pintu undangan dan SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri), masih terbuka pintu pintu lain. Namun, jaringan calon melalui pintu tersebut, kualitasnya relatif, bergantung (kualitas) pintu yang dilalui.

Masyarakat pun semakin pintar. Akses informasi mereka tidak terbatas lagi. Termasuk pengetahuan tentang kualitas perguruan tinggi yang dipilih anak-anaknya. Negeri dan swasta tidak lagi menjadi perbincangan eksklusif dalam soal kualitas.

Pintu pintu masuk perguruan tinggi ditangkap oleh masyarakat sebagai adanya "bingkai lain" di luar akademik. Masing-masing jalur senantiasa berkaitan dengan tarif. Jika tarif itu jauh dari harapan penyelenggaraan akademik, masyarakat sedemikian cepat mengetahuinya. Orang tua mahasiswa, bisa "mengintip" kualitas kelas melalui akses informasi di tangan masing-masing. Dalam kondisi seperti ini, jangan heran jika perguruan tinggi swasta yang inovatif bukan lagi pilihan kesekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline